Cerita Saya

Foto saya
Selalu belajar dan mencari ilmu yang berguna/bermanfaat untuk pribadi dan masyarakat.

Senin, 15 Oktober 2012

Membentengi umat muslim dari gerakan destruktif bag.2


A. Golongan Kafir
Sumbernya yang paling dominan adalah Yahudi dengan zionismenya yang merupakan problem terbesar bagi dunia sejak diciptakannya hingga saat ini.
Allah Ta'ala berfirman,
Artinya, "Wahai Muhammad, kaum Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah senang kepadamu sampai kamu mau mengikuti agama mereka. Wahai Muhammad, katakan­lah: "Sungguh Islam itulah agama Allah yang sebenar­nya." Sekiranya kamu mengikuti agama kaum Yahudi dan Nasrani, padahal telah datang kepadamu perintah untuk mengikuti Islam, niscaya tidak ada orang yang dapat menolong kamu dari siksa Allah di akhirat." (QS. al-Baqarah, 2 : 120)
Ibnu Jarir berkata, "Yang dimaksud pada ayat diatas adalah bahwa umat Yahudi dan Nasrani tidak akan rela kepadamu selamanya sebelum kamu mengikuti apa yang mereka sukai dan mereka setujui, maka carilah keridhaan Allah dimana kamu diutus dengan hak dalam keridhaan itu."
Allah Ta'ala juga mengingatkan,
Artinya, "Wahai orang-orang mukmin, sebagian besar kaum Yahudi dan Nasrani menginginkan kalian menjadi kafir setelah kalian beriman. Mereka dengki kepada kalian setelah bukti-bukti kerasulan Muhammad jelas bagi mereka…" (QS. Al-Baqarah, 2 : 109)
Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya menjelaskan bahwa melalui firman-Nya,  Allah Ta'ala memberitahukan kepada mereka ihwal (keadaan/kondisi) permusuhan kaum kafir kepada umat Islam, baik secara batiniyah maupun secara lahiriah. Hal tersebut tiada lain karena mereka hasad terhadap kaum muslim karena mereka mengetahui keunggulan kaum muslim dan nabinya setelah nyata bagi mereka kebenaran risalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang dahulu mereka temukan dalam kitab suci mereka sendiri yaitu Taurat dan Injil. Mereka sesungguhnya mengakui kebenaran tersebut namun kedengkian bahwa risalah itu datangnya bukan berasal dari keturunan bangsa mereka sendiri, sudah menutupi fitrah cara berpikir mereka.
Louis Daste pernah menulis dalam bukunya yang berjudul Yahudi dan Organisasi Rahasia bahwa dalam setiap perubahan pemikiran besar yang terjadi, maka dapat dipastikan bahwa disitulah terdapat campur-tangan Yahudi, baik yang nampak maupun yang rahasia. Dalam kitab suci mereka, Talmud, disebutkan bahwa bangsa Yahudi berasal dari unsur Tuhan dan Hakhom (pemuka agama Yahudi), maka kebenaran adalah di pihak Hakhom.
Sedikit contoh tentang golongan yang memusuhi Islam adalah bangsa kafir Eropah. Mereka telah bekerja-keras melaungkan gerakan Islamophobia pada masyarakat dunia, tidak terkecuali juga kepada umat muslim sendiri. Dengan arogan dan penuh kebencian, mereka juga dengan tak sungkan lagi memperlihatkan kebencian tersebut. Berita tentang 'keberanian' mereka menggambarkan sosok Rasulullah saw dengan sebentuk karikatur yang amat tak pantas, telah terbukti berkali-kali terjadi. Beliau saw digambarkan dengan sebilah pedang dan membawa bom di atas kepalanya. Begitu pula dengan bentuk penistaan umat kafir serupa yang seakan sengaja terus diulang, baik melalui lisan, tulisan, penggambaran karikatur, ataupun pembuatan film seperti yang terjadi pada September 2012 kemarin; beredarnya berita tentang film yang sudah menggemparkan kaum muslimin dunia hasil garapan sutradara Sam Bacile alias Nakoula Basseley Nakoula, Innocence of Muslims. Penistaan tersebut tentu saja menambah deret panjang daftar kearoganan pihak musuh-musuh Islam dalam menghujat dien ini. Semua bentuk penghinaan tersebut merupakan penyudutan dan cara berpikir sesat mereka bahwa Islam dalam kacamata mereka merupakan sumber bencana dan pembawa anarki serta keresahan dunia.
Hal ini tentu tidak bisa didiamkan karena ini adalah salah-satu bentuk skenario untuk semakin menambah tersudutnya Islam. Seperti yang sudah Allah Ta'ala firmankan diatas bahwa mereka selamanya akan bekerja-keras dan saling bahu-membahu untuk memberangus Islam hingga ke akar-akarnya.
Dalam hal penghancuran tersebut, mereka meracuni umat melalui program lihat-dengar. Dalam penelitian, diketahui bahwa alat-alat indera manusia yang berupa penglihatan dan pendengaran merupakan alat tercanggih sebagai penyampai informasi bagi otak. Selanjutnya otak merekam informasi tersebut dalam bank datanya. Untuk memperkuat data-data tersebut maka diperlukan masuknya informasi yang berulang. Dengan cara seperti itulah mereka berusaha menanamkan kepada umat agar nantinya memiliki kesamaan berpikir terhadap sesuatu ala mereka.
Seperti yang bisa dilihat di sekeliling kita saat ini, dalam ranah hiburan—mereka menggaet pengusaha, baik musyrikin maupun munafikin untuk beramai-ramai membuat program memfasilitasi setiap orang (baik kafir ataupun muslim) untuk dibentuk menjadi role-model. Role-model ini akan dihiasi dengan ketenaran, keglamoran, dan seabrek kesedapan dunia lainnya. Apalah daya… Bagi yang tergiur, akhirnya terdorong untuk mengikuti jejak sang diva yang dikaguminya. Jalannya pun telah terbuka luas, beraneka-ragam kontes dan ajang para pencari bakat telah menanti, apalagi batasan usia mulai tak lagi ketat. Maka berduyun-duyunlah mereka hendak membangun mimpi untuk hidup layaknya sang diva. Bagi yang merasa tak memiliki kemampuan untuk 'tampil' di muka umum, akhirnya cuma jadi penonton. Dimana saja ada pagelaran, baik musik, film, dan semacamnya dikejar untuk ditongkrongi.
Umatpun teracuni dengan berbagai ungkapan yang menggelincirkan. Mulai dari hak kebebasan berekspresi, hak untuk hidup berkesenian, hingga hak apa-apa terserah semau gue…
Kalau sudah seperti ini, maka 'pengorbanan' Yahudi dan kroni-kroninya telah beroleh keberhasilan. Dimana umat sudah menggandrungi dunia sehingga melalaikan bahkan meninggalkan tatanan yang semestinya dipanutinya. Rasulullah saw telah jauh-jauh hari memaklumatkan,
Artinya, "Sesungguhnya tali islam akan terlepas seutas demi seutas, ketika terlepas satu utasan, maka umat manusia akan memegang tali berikutnya. Maka perkara yang pertama kali terlepas adalah masalah hukum dan yang paling terakhir terlepas adalah masalah sholat." (HR. Imam Ahmad, Imam Ibnu Hibban, Imam al-Hakim)
Secara fisik, kaum salibis barat telah melaungkan genderang perangnya melawan Islam sejak beberapa dekade lalu melalui apa yang mereka namakan crusade atau perang salib. Islam yang semakin meluas di jazirah Arab hingga Spanyol, membuat umat Nasrani kalang-kabut dan menerbitkan dendam kesumatnya. Berikut juga dengan apa yang sudah ditabuh presiden Bush di tahun 2001 yang terkenal dengan pernyataannya War against Islamic Terrorism. Dengan lantang ia mengatakan, "Every nation in every region now has a decision to make either you are with us or you are with the terrorist. From this day forward, any nations that continues to harbor or support terrorism will be regarded by United States as a hostile regime." (Setiap bangsa di setiap negeri, sekarang memiliki keputusan: apakah bersama kami atau bersama teroris. Sejak hari ini hingga selanjutnya, setiap bangsa yang terus melindungi atau mendukung teroris akan berhadapan dengan Amerika Serikat sebagai pihak yang bermusuhan).
Negara 'adikuasa' tersebut memang berambisi besar untuk menjadi polisi dunia, bahkan tak ayal lagi bergeser naik menjadi teroris dunia. Apa saja yang tak sejalan harus digilas habis, apa saja yang bertabrakan dengan egonya maka disodori desakan "With us or with the terrorist?!" Persis seperti pernyataan teologis, "Siapa yang tidak bersama aku, maka ia melawan aku." (Lukas, 11 : 23)
Namun bagaimanapun berkobar-kobarnya kebencian kaum la'natullah tersebut dalam upayanya menghancurkan kejayaan Islam, sebagai muslim kita harus berpegang-teguh terhadap apa yang sudah dijanjikan Allah Ta'ala, seperti dalam firman-Nya,
Artinya, "Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan- ucapan) mereka, tetapi Allah menolaknya, malah berkehendak menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai." (QS. at-Taubah, 9 : 32)
B. Golongan Muslim
Kepongahan terhadap dien yang haq ini bukan hanya datang dari kelompok di luar Islam, di kalangan umat Islam sendiri tak sedikit yang berusaha untuk mengutak-atik agama yang dipeluknya tersebut dengan merefleksikannya terhadap cara-cara pemikiran barat. Saat ini sudah banyak muncul kelompok yang mengadopsi metodologi tentang pemahaman al-Qur'an dan as-Sunnah yang bersumber dari peradaban barat yang bersumber dari 'akal-akalan semata. Hal ini sebenarnya juga merupakan strategi dan makar kaum kafir dalam upayanya memadamkan cahaya Islam kepada umat Islam melalui tangan-tangan umat Islam sendiri yang nota-bene tak paham agama.
Keberadaan mereka tentu saja tak lepas dari pengaruh barat yang piawai dalam menjajakan bentuk-bentuk pemikirannya terhadap Islam dan tatanannya. Kelompok ini bergerak dengan memiliki jangkauan yang luas, baik dari segi politik, budaya, sosial, pendidikan, teknologi, dan lainnya. Gerakan impor pemikiran yang mereka usung terus disebar-luaskan untuk memperluas hegemoni pihak asing di seluruh tatanan ideologi Islam. Mereka memakai nama yang terlihat berbeda-beda dengan menerapkan isme-isme yang tampak berbeda-beda pula, seperti kelompok penganut liberalisme, komunisme, kapitalisme, feminisme, dan lainnya. Namun jiwa mereka serupa—yaitu menginginkan yang haq hancur bertukar dengan yang bathil.
Kasak-kusuk kelompok ini dalam usahanya mengubah-ubah syari'at Islam merupakan gerakan penghancuran yang lebih berbahaya, sebab mereka melabelkan diri mereka dengan kemasan ke-Islaman sehingga dengan berkedok kemuslimannya itu mereka menipu-daya umat. Dalam sebuah firman-Nya Allah Ta'ala mengingatkan,
Artinya, "Ada sebagian pendeta Yahudi dan Nasrani yang membaca Taurat dan Injil dengan merubah-rubah kalimatnya, tetapi para pengikutnya menyangka bahwa para pendeta itu membaca Taurat dan Injil dengan benar. Padahal apa yang dibaca pendeta itu sama sekali bukan Taurat dan Injil. Para pendeta itu berkata: "Apa yang kami baca ini adalah dari sisi Allah." Padahal semua itu sama sekali bukan dari sisi Allah. Mereka telah membuat kebo­hongan atas nama Allah, dan mereka menyadari kebohongannya itu." (QS. Ali 'Imran, 3: 78)
Kelompok ini juga tidak akan pernah puas dan berhenti dalam mengubah dan menggantikan kemurnian tauhid dengan kesyirikan melalui dibentuknya hukum-hukum baru yang mereka sebut dengan hukum positif demi mengganti hukum-hukum Allah Ta'ala yang mereka anggap lebih relevan dan sejalan dengan perkembangan zaman. Sementara dalam Islam, penerapan syari'at dalam peri-kehidupan seorang muslim adalah suatu kemutlakan. Oleh sebab itu, maka penerap sistem hukum selain syari'at-Nya statusnya dihukumi kafir, zalim, atau fasik sebagaimana firman Allah Ta'ala,
Artinya, "…Siapa saja yang tidak mau me­netapkan dan melaksanakan hukum sesuai syari'at yang Allah turunkan kepada Nabi-Nya, mereka itu adalah orang-orang kafir."
"…Siapa saja yang tidak mau menetapkan hukuman se­timpal dalam perkara pembunuhan dan penganiayaan sesuai syari'at yang Allah turunkan kepada Nabi-Nya, maka mereka itu adalah orang-orang zhalim."
"…Siapa saja yang tidak mau melak­sanakan hukum sesuai syari'at yang Allah turunkan kepada Nabi-Nya, mereka itulah orang-orang yang durhaka kepada Allah." (QS. al-Ma'idah, 5 : 44, 45, 47)
Mereka juga selalu mengemukakan pendapat dan pemikirannya bahwa hukum Islam selalu mendiskreditkan agama lain dan bersifat memaksakan kehendak terhadap kepentingan penganut lainnya. Hal ini memunculkan gagasan untuk memunculkan HAM atas nama keadilan. Perhatikanlah aktivitas kaum sepilis (sekuler, pluralis, dan liberalis) yang terus berfikir dan mencari-cari cara untuk memproduksi pemahaman baru tentang dien Islam. Beragam gagasan mereka luncurkan ke tengah-tengah umat melalui media massa, surat kabar, dan situs jejaring sosial. Akibatnya banyak ditemukannya pemikiran-pemikiran nyeleneh atau sesat yang bermunculan. Slogan-slogan kesesatan tampak semakin menyeruak ke ruang lingkup kehidupan Islam, seperti pluralisme, toleransi beragama, persaudaraan agama-agama, hermeneutika, liberalisasi dalam pentafsiran ayat, serta paham inklusivisme (suatu paham yang mengakui bahwa setiap agama memiliki dasar kebenaran). Slogan-slogan tersebut dirancang sedemikian rupa lalu dikemas dengan menyertakan 'atribut' Islam didalamnya. Lagi-lagi, umat yang awam senantiasa terpedaya mengekor para penyembah akal tersebut.
Gerakan impor pemikiran kini banyak diadopsi oleh para tokoh Islam sendiri, baik secara sadar maupun yang terpengaruh sejengkal demi sejengkal. Apalagi keadaan kaum muslim sendiri yang masih mengagumi faham taklid buta sehingga apapun yang ditawarkan oleh para tokoh ulama yang dianggap 'cendekia' itu akhirnya mereka konsumsi seutuhnya tanpa proses keilmuan terlebih dahulu.
Dalam Ali 'Imran, Allah Ta'ala mengatakan,
Artinya, "Ada sebagian pendeta Yahudi dan Nasrani yang membaca Taurat dan Injil dengan merubah-rubah kalimatnya, tetapi para pengikutnya menyangka bahwa para pendeta itu membaca Taurat dan Injil dengan benar. Padahal apa yang dibaca pendeta itu sama sekali bukan Taurat dan Injil. Para pendeta itu berkata: "Apa yang kami baca ini adalah dari sisi Allah." Padahal semua itu sama sekali bukan dari sisi Allah. Mereka telah membuat kebo­hongan atas nama Allah, dan mereka menyadari kebohongannya itu." (QS. Ali 'Imran, 3: 78)
Sejarah telah lengkap mencatat dan membuktikan bahwa apa-apa yang manusia kreasikan untuk diterapkan sebagai pedoman utama selain apa yang terdapat dalam syari'at-Nya, maka ia akan hancur tak bermakna. Ketahuilah, bahwa akal dan kemampuan yang dianugrahkan Allah Ta'ala kepada manusia tidak diciptakan untuk menghasilkan suatu syari'at yang layak bagi manusia itu sendiri.
Ibnu Mas'ud berkata,
إِتَّبِعُوا وَلاَ ابْتَدَعُوا فَقَدْ كُفِيِتُمْ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
Artinya, "Ber-ittiba'lah kamu kepada Rasulullah dan janganlah kamu ber-ibtida' (mengada-ada tanpa dalil), karena sesungguhnya agama ini telah dijadikan cukup buat kalian, dan setiap bid'ah itu adalah kesesatan." (HR. ath-Thabrani dan ad-Darimi dengan isnad yang shahih)
Para mujaddid (pembaharu) dalam syari'at biasanya memiliki pemahaman yang rancu (talbis) iblis. Pemahaman tersebut biasanya dimulai dari kaidah-kaidah yang masih bersifat umum karena lebih mudah untuk diselewengkan. Misalnya dalam upaya pengaburan ayat dari makna yang sesungguhnya, seperti pada ayat,
Artinya, "Allah tidak membebani sese­orang melebihi kemampuannya…" (QS. al-Baqarah, 2: 286)
Ayat ini digelincirkan sedemikian rupa oleh mereka sehingga banyak muslim awam terpedaya, bahwa apabila mereka merasa berat melaksanakan suatu perintah, sekalipun perintah tersebut merupakan bersifat wajib, maka mereka meninggalkannya dengan dalih ayat tersebut. Padahal ayat diatas merupakan pemberitaan Allah Ta'ala bahwasanya Dia tidak memberi beban kepada hamba-Nya dengan perintah yang diluar kemampuan mereka. Artinya, seluruh ketentuan syari'at Allah Ta'ala tidak ada yang diluar kemampuan mereka, hanya hamba-Nya lah yang menganggap berat syari'at tersebut karena penolakan dari hawa nafsunya sendiri.
Powered By Blogger

Entri Populer