Cerita Saya

Foto saya
Selalu belajar dan mencari ilmu yang berguna/bermanfaat untuk pribadi dan masyarakat.

Rabu, 08 Juni 2011

ISLAM MEMANG AGAMA MUDAH, JANGAN DIMUDAH-MUDAHKAN/ISLAMIC RELIGION IS EASY

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:


إن الدين يسر ولن يشاد الدين إلا غلبه فسددوا وقاربوا وأبشروا واستعينوا بالغدوة والروحة وشيء من الدلجة رواه البخاري
"Sesungguhnya agama ini mudah, dan tidaklah seseorang berlebih-lebihan dalam urusan agama melainkan agama akan mengalahkannya, maka tepatkanlah, dekatkanlah, dan bergembiralah, minta bantuanlah dengan (melaksanakan ketaatan) di waktu pagi, sore, dan sebagian malam hari" (HR.Al-Bukhari rahimahullah)

Kosa kata hadits

واستعينوا بالغدوة والروحة وشيء من الدلجة (minta bantuanlah dengan (melaksanakan ketaatan) di waktu pagi, sore, dan sebagian malam hari): Ini adalah permisalan dari Nabi yang artinya minta pertolonganlah kepada Allah dalam ketaatan kepada-Nya dengan melakukan amalan-amalan shalih pada waktu semangat kalian, dan lapangnya hati kalian, yang mana engkau merasa menikmati ibadah tersebut dan tidak merasa bosan dan engkau sampai kepada keinginanmu. Sebagaimana musafir yang cerdas berjalan pada waktu-waktu di atas dan dia serta kendaraannya beristirahat pada selain waktu-waktu itu supaya sampai tujuan dengan tidak merasa capek. Wallahu A'lam.
Makna hadits:

Penulis kitab ini, (kitab Riyadhush Shalihin) yaitu Imam Nawawi rahimahullah membawakan di dalam Bab "Al-Qasdu fii al-'Ibadah"hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu "Sesungguhnya agama ini mudah". Maksudnya adalah bahwa agama yang dengannya Allah Subhanahu wa Ta'ala mengutus Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, yang dengannya manusia beriman dan beribadah kepada Rabb mereka, adalah agama yang mudah. Hal ini sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:


adalah
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْر.... (185)

"Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu…" (QS. Al-Baqarah: 185)

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman ketika memerintahkan hambanya berwudhu, mandi junub dan tayamum –ketika tidak ada air atau tidak mampu menggunakannya-:


مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ.... (6)

"Allah tidak ingin menyulitkan kamu…" (QS. Al-Maidah: 6)


وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ (78)

"Dan berjihadlah kamu di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu, dan Dia sekali-kali tidak menjadikan satu kesulitan pun untukmu dalam agama …" (QS. Al-Hajj: 78)

Maka nash-nash di atas, semuanya menunjukkan bahwa agama ini adalah mudah, dan memang demikianlah kenyataanya. Seandainya manusia memikirkan dan merenungkan ibadah-ibadah sehari-hari, niscaya ia akan mendapatkan bahwa shalat lima waktu adalah mudah (ringan), terbagi-bagi dalam waktu-waktu yang telah ditentukan, dan ia didahului dengan bersuci, yaitu bersuci badannya dan hatinya. Maka seseorang yang berwudhu ketika hendak menunaikan shalat lalu mengucapkan (do'a setelah wudhu):


أشهد ألا إله إلا الله وأشهد أن محمدا عبده ورسوله اللهم اجعلني من التوابين واجعلني من المتطهرين

"Aku bersaksi, bahwa tiada Ilaah (sesembahan) yang haq kecuali Allah, Aku bersaksi, bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang banyak bertaubat dan jadikanlah aku termasuk orang-orang (yang senang) bersuci."

Maka pertama dia telah mensucikan badannya kemudian berikutnya dia mensucikan hatinya dengan tauhid (Syahadat), lalu dia shalat.

Seandainya manusia juga berfikir dan merenung dalam masalah zakat, yaitu rukun ketiga dari rukun Islam dia akan mendapati bahwa zakat adalah hal yang mudah, karena:

Pertama: Zakat tidak diwajibkan kecuali pada harta-harta yang berkembang, atau yang semakna dengannya. Ia tidak diwajibkan pada semua harta, akan tetapi ia hanya diwajibkan pada harta yang berkembang dan bertambah seperti harta perdagangan atau yang semakna dengannya dalam hukum seperti emas dan perak sekalipun ia tidak bertambah. Adapun harta benda yang digunakan pemiliknya di dalam rumahnya (perabotan dan lain-lain), atau berupa kendaraannya, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:


ليس على المؤمن في عبده ولا فرسه صدقة (رواه البخاري في الزكاة و مسلم في الزكاة)

"Tidak ada kewajiban shadaqah (zakat) atas seorang mukmin pada budaknya dan kudanya." (HR. al-Bukhari dalam kitab Zakat dan Muslim dalam kitab Zakat)

Semua perabotan rumah, kasur, kendaraan dan yang lainnya dari barang-barang yang digunakan oleh pemiliknya secara khusus maka tidak ada kewajiban zakat padanya.

Kedua: Zakat yang harus dikeluarkan kadarnya sangat kecil sekali, yaitu 2,5% atau seperempat puluh dari harta kita.

Ketiga:Ketika kita membayar zakat maka zakat itu tidak akan mengurangi harta kita, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:


ما نقصت صدقة من مال (رواه مسلم في الصلة 69 وأحمد و الترمذي)

"Shadaqah tidak mengurangi harta sedikitpun."(HR. Muslim, kitab ash-Shilah 60 dan Ahmad di dalam al-Musnad dan at-Tirmidzi rahimahumullah)

Bahkan zakat akan memberikan keberkahan di dalam harta tersebut, megembangkan, menambah dan mensucikannya.

Lalu lihatlah pada ibadah puasa, maka ia juga ibadah yang mudah dan ringan. Ia tidak diwajibkan setahun penuh, atau setengah tahun, tidak pula seperempat tahun, akan tetapi ia hanya diwajibkan hanya satu bulan saja dalam setahun. Di samping itu ada kemudahan yang lebih besar lagi, yaitu ketika engkau sakit maka engkau boleh berbuka (tidak berpuasa), bila safar boleh berbuka (tidak berpuasa) dan apabila engkau tidak mampu berpuasa selama-lamanya (karena usia lanjut atau sakit yang tidak bisa diharapkan kesembuhannya) maka kewajibanmu hanya memberi makan (fidyah) seorang miskin untuk satu hari yang ditinggalkan.

Haji juga ibadah yang mudah,Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


. وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا....(97)

" Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah menunaikan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana…" (QS. Ali- Imraan: 97)

Dan barangsiapa yang tidak mampu, jika dia orang kaya dan memiliki harta maka hajinya digantikan (diwakilkan) oleh orang lain, dan jika tidak memiliki harta dan kemampuan fisik maka gugur kewajiban hajinya.

Maka kesimpulannya adalah bahwa agama ini mudah (ringan), mudah dari awalnya dan juga mudah apabila ada hal-hal yang menuntut adanya kemudahan. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada 'Imran bin Hushain radhiyallahu 'anhu:


صل قائما فإن لم تستطع فقاعدا فإن لم تستطع فعلى جنب (رواه البخاري وأبوداود و الترمذي)

"Shalatlah dengan berdiri, kalau engkau tidak mampu maka dengan duduk, dan jika tidak mampu maka dengan berbaring (miring)."(HR. al-Bukhari, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi rahimahumullah)

Maka sekali lagi agama Islam ini mudah.

Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melanjutkan sabada beliau: ولن يشاد الدين أحد إلا غلبه maksudnya tidaklah seseorang berlebih-lebihan (menyusahkan diri) dalam agama kecuali dia akan kalah, bosan, capek, dan lemah lalu pada akhirnya dia meninggalkannya.

Inilah makna sabda beliau shallallahu 'alaihi wasallam" ولن يشاد الدين أحد إلا غلبه " maksudnya, apabila engkau menyusahkan diri dalam beragama, bersikap ektsrim, maka agama akan mengalahkanmu, dan engkau akan binasa. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:


هلك المتنطعون قالها ثلاثا.رواه مسلم

"Binsahlah orang-orang yang ekstrim (dalam beragama). Beliau mengucapkannya 3 kali." (HR. Muslim)

Kemudian beliau shallallahu 'alaihi wasallam melanjutkan sabdanya:
فسددوا وقاربوا وأبشروا

"Maka tepatkanlah, atau dekatkanlah (miripkanlah), dan bergembiralah."

Maknanya adalah lakukanlah sesuatu dengan tepat sesuai dengan ketentuan, dan benar. Maka jika kamu tidak mampu melakukan yang demikian maka usahakan mendekatinya (mendekati yang benar) oleh sebab itu beliau bersabda:"dekatkanlah (miripkanlah)". Huruf wawu (dan) dalam hadits ini artinya auw (atau). Yakni, tepatkanlah jika memungkinkan, jika tidak memungkinkan maka miripkanlah (mendekati yang benar).

Sabda beliau shallallahu 'alaihi wasallam:"Dan bergembiralah" maksudnya bergembiralah kalian jika kalian telah tepat dan benar (dalam beragama) atau mirip dengan yang benar. Maka bergembiralah dengan pahala yang besar, kebaikan, dan pertolongan dari Allah 'Azza wa Jalla.

Dan uslub (cara bebicara) seperti ini sering digunakan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang mana beliau memberikan kabar gembira kepada para Shahabat radhiyallahu 'anhum dengan apa-apa yang menyenangkan (menggembirakan) mereka. Oleh sebab itu hendaknya setiap manusia berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memberikan rasa senang dan gembira di hati saudara-saudarnya sesuai dengan kemampuan dengan kabar gembira, wajah yang riang dan lainnya.

Pelajaran yang bisa diambil dari hadits di atas:

1. Islam adalah agama yang penuh kemudahan dan berusaha menghilangkan segala bentuk kesulitan, dan inilah salah satu keutamaan ummat Islam yang dirahmati. Allah Subhanahu wa Ta'ala sendiri telah melepaskan/menghilangkan segala bentuk balenggu dan ikatan dari diri mereka sebagaimana yang pernah mengekang ummat-ummat terdahulu. Maka, Dia mengutus Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam dengan membawa agama yang palaing baik, lurus dan toleran.

2. Setiap orang yang berlebihan (ekstrim) dalam beragama akan terhenti di tengah jalan. Sebab, berlebihan akan mengakibatkan kejenuhan dan kebosanan. Berlebihan dalam ibadah juga akan mengakibatkan kebosanan atau pengabaian terhadap hal yang lebih utama atau menunda pelaksanaan kewajiban dari waktunya. Misalnya, orang yang sholat semalam suntuk, lalu tertidur di akhir malam hingga ketinggalan sholat shubuh atau tidak ikut shalat shubuh berjama'ah di Masjid.

3. Hadits di atas menunjukkan disunahkannya mengambil keringanan dalam syari'at pada waktunya (waktu dibolehkannya keringanan tersebut). Karena mengambil sesuatu yang berat pada saat diberikan keringanan merupakan perbuatan yang berlebihan. Misalnya, orang yang meninggalkan tayammum pada saat dia tidak boleh (tidak mampu) menggunakan air karena sakit misalnya, tentunya hal ini akan membahayakannya.

Sederhana (pertengahan) dalam ibadah akan mengantarkan kepada keridhaan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan mendorong pelakunya untuk terus beribadah kepada-Nya tanpa bosan.

Sumber: disarikan dari Syarah Riyadhush Shalihin karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah dan Bahjautun Nazhirin karya Syaikh Salim al-Hilali hafizhahullah edisi terjemah. diposting oleh Abu Yusuf Sujono)

ORANG FAKIR DAN MISKIN JUGA BISA BERSEDEKAH/Fakir AND POOR PEOPLE CAN ALSO charity

Dari Abu Dzar radhiyallahu 'anhu:


أن ناساً من أصحاب رسول الله قالوا للنبي : يا رسول الله ذهب أهل الدثور بالأجور؛ يُصلُّون كما نصلي، ويصومون كما نصوم، ويـتـصـدقــون بفـضـول أمـوالهم. قـال : { أولـيـس قـد جعـل الله لكم ما تصدقون؟ إن لكم بكل تسبيحة صدقة، وكل تكبيرة صدقة، وكل تحميدة صدقة، وكل تهليلة صدقة، وأمر بالمعروف صدقة، ونهي عن المنكر صدقة، وفي بضع أحـد كم صـدقـة }. قالوا : يا رسول الله، أيأتي أحدنا شهوته ويكون له فيها أجر؟ قال: { أرأيتم لو وضعها في حرام، أكان عليه وزر؟ فكذلك إذا وضعها في الحلال، كان له أجر }.[رواه مسلم:1006].

" Sesungguhnya sejumlah orang dari shahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam (yang dimaksud dengang mereka adalah para shahabat Rasulullah yang fakir dari kalangan Muhajirin) berkata kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:“ Wahai Rasulullah, orang-orang kaya telah pergi dengan membawa pahala yang banyak, mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka puasa sebagaimana kami puasa dan mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka (sedang kami tidak dapat melakukannya)." (Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam) bersabda:" Bukankah Allah telah menjadikan bagi kalian jalan untuk bersedekah? Sesungguhnya setiap tashbih (Tashbih adalah ucapan Subhanallah) merupakan sedekah, setiap takbir merupakan sedekah, setiap tahmid merupakan sedekah, setiap tahlil merupakan sedekah, amar ma’ruf nahi munkar merupakan sedekah dan pada kemaluan kalian (maksudnya adalah melakukan jima’ dengan istri) merupakan sedekah." Mereka bertanya:'Ya Rasulullah, apakah salah seorang di antara kami menyalurkan syahwatnya, dia akan mendapatkan pahala?' Beliau bersabda: 'Bagaimana pendapat kalian seandainya dia menyalurkannya di jalan yang haram, bukankah baginya dosa?' Demikianlah halnya jika dia menyalurkannya pada jalan yang halal, maka dia mendapatkan pahala.'" (Riwayat Muslim: 1006(

Hadits ini diriwayatkan dari Abu Dzar radhiyallahu 'anhu, mengabarkan bahwa beberapa orang Shahabat radhiyallahu 'anhum mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Mereka adalah orang-orang fakir dari kalangan Shahabat, mereka berkata kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:


يا رسول الله، ذهب أهل الدثور بالأجور

"Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, orang-orang kaya telah pergi dengan membawa pahala yang banyak."

Maksudnya:Bahwa orang-orang kaya telah pergi (mendahului/mengungguli kami) dengan membawa pahala di sisi Allah Jalla wa 'Ala, karena mereka memiliki harta yang banyak, yang dengannya mereka bersedekah, dan sedekah keutamaannya sangat besar.

Mereka berkata:


يصلون كما نصلي، ويصومون كما نصوم، ويتصدقون بفضول أموالهم

"Mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka puasa sebagaimana kami puasa dan mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka."

Maksudnya:Bahwa Allah Jalla wa 'Ala membedakan/mengunggulkan mereka dikarenakan mereka bersedekah. Maka mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami puasa, akan tetapi mereka lebih unggul dibandingkan kita dengan sedekah mereka. Maka orang-orang kaya itu pergi dengan membawa pahala sedekah.

Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjelaskan kepada mereka bahwa makna sedekah itu luas, beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:


أوليس قد جعل الله لكم ما تصدقون به

" Bukankah Allah telah menjadikan bagi kalian jalan untuk bersedekah?"

Dalam sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ini ada motivasi untuk mendengarkan sesuatu yang Allah jadikan untuk orang fakir –bahkan untuk kaum muslimin secara umum baik yang fakir maupun yang kaya- berupa macam-macam sedekah yang tidak termasuk sedekah dengan harta.

Dan ini berdasarkan makna sedekah syari'at, karena sedekah secara syari'at bukanlah sedekah dengan harta, akan tetapi sedekah dengan harta adalah bagian dari makna sedekah.

Makna sedekah:

Sedekah adalah menyampaikan kebaikan atau manfaat kepada orang lain, oleh sebab itu Allah Jalla wa 'Ala disifati dengan al-Mutashaddiq (Yang bersedekah) kepada hamba-Nya. Sebagaimana yang telah valid di dalam Shahih Muslim bin al-Hajjaj rahimahullah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ketika ditanya tentang masalah shalat Qashar ketika safar, beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:


صدقة من الله

"Sedekah dari Allah
Mereka (para Shahabat radhiyallahu 'anhum) berkata:
يا رسول الله، هانحن قد أمنا، والله –جل وعلا- يقول في سورة النساء): فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا) وقد أمنا.

"Wahai Rasulullah, sekarang kami telah aman, padahal Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam surat an-Nisaa':…Maka tidaklah mengapa kamu menqashar shalat(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir.'(QS. An-Nisaa': 101) Sementara kami kini telah aman."

Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:


صدقة من الله عليكم، فاقبلوا صدقته .

"Sedekah dari Allah untuk kalian, terimalah sedekah-Nya."

Maka Allah Jalla wa 'Ala bersedekah kepada para hamba-Nya. Maknanya adalah Dia menyampaikan kebaikan, dan sesuatu yang bermanfaat bagi mereka. Maka sekali lagi makna sedekah dalam syari'at maknanya adalah umum, yaitu menyampaikan kebaikan dan manfaat kepada orang lain. Karena makna sedekah adalah umum maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mencontohkan:


إن بكل تسبيحة صدقة، وكل تكبيرة صدقة، وكل تحميدة صدقة، وكل تهليلة صدقة .

"Sesungguhnya setiap tashbih (Tashbih adalah ucapan Subhanallah) merupakan sedekah, setiap takbir merupakan sedekah, setiap tahmid merupakan sedekah, setiap tahlil merupakan sedekah."

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mencontohkan dengan empat kalimat (zikir) di atas karena dua alasan:

Pertama:Keempatnya merupakan bentuk zikir lisan, maka beliau mencontohkan dengan kempat dzikir di atas dan tidak mencontohkan dengan bentuk zikir yang lain karena keempatnya adalah sebaik-baik zikir, sebagaimana telah valid dalam hadits shahih bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bertsabda:


أحب الكلام إلى الله أربع: سبحان الله، والحمد لله، ولا إله إلا الله، والله أكبر .

"Perkataan yang paling dicintai di sisi Allah ada empat:'Subhanallahu, Alhamdulillah, Laa Ilaaha Illallahu, dan Allahu Akbar.'"

Kedua:Keempatnya adalah sarana yang paling agung dari jenis zikir untuk mendekatkan diri kepada Allah Jalla wa 'Ala, dan denganya seseorang bersedekah kepada dirinya sendiri. Maka beliau bersabda:" Sesungguhnya setiap tashbih adalah sedekah.", karena di dalamnya ada pahala yang besar, maka dengan tasbih seseorang telah menyampaikan kebaikan dan pahala kepada dirinya sendiri. Dan demikian pula dengan tahmid, tahlil dan takbir.

Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beralih kepada jenis sedekah yang manfaatnya dirasakan oleh orang lain, beliau bersabda:


وأمر بمعروف صدقة، ونهي عن منكر صدقة

"Amar Ma’ruf (mengajak kepada kebaikan) merupakan sedekah dan Nahi Munkar (melarang/mencegah dari yang munkar) merupakan sedekah."

Ini adalah pemberian contoh terhadap bentuk sedekah yang manfaatnya sampai kepada orang lain, yaitu amar ma'ruf nahi munkar.

Al-Ma'ruf: Adalah sesuatu yang diketahui kebaikannya, dan hal itu (baik dan tidaknya sesuatu) didasarkan pada penilaian syari'at. Maka sesuatu yang dikenal dalam syari'at bahwa hal itu baik, maka dia adalah ma'ruf. Dan al-Munkar adalah kebalikannya, yaitu sesuatu yang dikenal dalam syari'at dengan keburukannya/kejelekannya. Maka siapa saja yang memerintahkan/mengajak kepada sesuatu yang baik menurut syari'at maka dia telah melakukan amar ma'ruf, dan amar ma'ruf yang paling tinggi adalah mengajak kepada tauhid. Dan barang siapa yang melarang/mencegah dari kemunkaran –yaitu sesuatu yang buruk menurut syari'at, dan kemunkaran yang paling besar adalah syirik- maka dia telah melakukan nabi munkar. Jadi setiap amar ma'ruf adalah sedekah bagimu dan setiap nahi munkar adalah sedekah. Dan mengajari/mendidik manusia masuk ke dalam kategori ini, dan ia termasuk jenis sedekah.

Maka barangsiapa yang menekuni ilmu baik mempelajari ataupun mengajarkannya, maka dia telah bersedekah kepada dirinya sendiri dan kepada orang lain pada setiap waktu yang dilaluinya. Oleh sebab itu, ahli ilmu (orang yang berilmu) adalah orang yang paling banyak pahalanya, jika niatnya benar.

Sabda beliau:


وفي بضع أحدكم صدقة

" Dan dalam kemaluan kalian (maksudnya adalah melakukan jima’ dengan istri) merupakan sedekah."

Sabda beliau: بضع adalah kiasan yang maknanya adalah kemaluan laki-laki. Dan ini adalah bentuk keindahan dan adab yang tinggi dalam perkataan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, yang mana beliau menyebutkan sesuatu yang malu untuk disebutkan atau tidak pantas disebutkan dengan menggunakan kata kiasan yang bisa menunjukkan kepada makna yang diinginkan. Dan ini mengajari kita untuk memiih perkataan yang paling baik dan paling halus ketika berkomunikasi dengan orang lain.

Sabda beliau shallallahu 'alaihi wasallam:


وفي بضع أحدكم صدقة

" Dan pada kemaluan kalian (maksudnya adalah melakukan jima’ dengan istri) merupakan sedekah."

Maknanya:Di dalam perbuatan seorang suami mendatangi istrinya dengan farji (kemaluannya) merupakan sedekah. Maka hal itu membuat heran para Shahabat radhiyallahu 'anhum, maka mereka pun berkata:


يا رسول الله أيأتي أحدنا شهوته، ويكون له فيها أجر؟! .

"Ya Rasulullah, apakah salah seorang di antara kami menyalurkan syahwatnya, dia akan mendapatkan pahala?"

Maknanya: Apakah salah seorang di antara kita menyalurkan syahwatnya dan menumpahkan air maninya pada kemaluan istri adalah sedekah?

Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab:


أرأيتم لو وضعها في حرام

"Bagaimana pendapat kalian seandainya dia menyalurkannya pada tempat yang haram."

Maksudnya meyalurkan syahwatnya atau air maninya pada tempat yang haram. Nabi melanjutkan sabdanya:


أكان عليه وزر؟ فكذلك إذا وضعها في حلال كان له أجر وهذا


"Bukankah baginya dosa?" Demikianlah halnya jika dia menyalurkannya pada jalan yang halal, maka dia mendapatkan pahala."

Maksudnya, apa yang dilakukan oleh seseorang dari perbuatan-perbuatan ini yang termasuk kategori syahwat, apabila dia melakukannya pada tempat yang halal maka dia akan mendapatkan pahala. Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala menguji hambaNya dengan syahwat ini, lalu dia menyalurkannya pada tempat yang halal dan dia menjauhkan dirinya dari manyalurkannya pada yang haram maka dia akan diberi pahala oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dan ini makna yang zhahir (nampak secara sekilas).

Para ulama berbeda pendapat di dalam masalah ini:Apakah seseorang mendapatkan pahala dengan sekedar menyalurkan syahwatnya pada tempat yang halal ataukah dia mendapatkan pahala dengan menyalurkannya pada yang halal dan disertai dengan niat

Sebagian ulama berkata:"Syahwat ini yang dengannya Allah menguji hamba-Nya, apabila disalurkan pada tempat yang halal maka dia akan mendapatkan pahala sekalipun tanpa niat, berdasarkan zhahir (makna yang nampak secara sekilas) dalam hadits ini. Dan niat secara umum, yaitu niat Islamnya sudah mencukupinya, karena dengan Islam tercapailah niat ketaatan kepada Allah Jalla wa 'Ala, dalam apa yang dia lakukan maupun apa yang ia tinggalkan."

Sebagian ulama lain berkata:Hadits ini dibawa kepada hadits-hadits yang lain, yaitu dia akan diberi pahala apabila memalingkan dirinya dari yang haram kepada yang halal dengan niat. Maka apabila dia menalingkan dirinya dari terjatuh ke dalam perzinaan kepada perbuatan halal (berjima' dengan istrinya), maka dia akan diberi pahala atas perbuatannya itu. Karena hadits-hadits yang lain, kaidah umum dan demikian juga sebagian ayat al-Qur'an menunjukkan bahwa dia hanya diberi pahala atas apa yang dia niatkan dalam rangka memperoleh Wajah Allah Jalla wa 'Ala."

Telah valid dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda:


إنك لن تنفق نفقة تبتغى بها وجه الله إلا أجرت عليها

"Sesungguhnya tidaklah engkau memberikan nafkah dengan niat untuk mendapatkan Wajah Allah, melainkan engkau pasti akan diberi pahalanya.”

Demikan juga Allah Jalla wa 'Ala berfirman:


(لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا )

"Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma´ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar."(QS. An-Nisaa': 114)

Maka ayat ini menunjukkan di syaratkannya niat untuk mendapatkan ridha Allah Subhanahu wa Ta'ala, demikian juga hadits di atas menunjukkan bahwa pemberian nafkah –apabila diniatkan untuk mendapatkan Wajah Allah maka seorang hamba akan diberikan pahala karenanya. Maka kebanyakan ulama membawa zhahir hadits ini kepada hadits-hadits lain, yang menunjukkan bahwa seorang hamba yang memalingkan dirinya dari yang haram menuju yang halal akan diberi pahala dengan disertai niat. Karena amalan tergantung niatnya.
Kandungan Hadist :

1. Para Shahabat radhiyallahu 'anhum sangat antusias dalam berlomba-lomba kepada kebajikan.

2. Seseorang ketika menyebutkan sesuatu semestinya menyebutkan alasannya. Karena para Shahabat radhiyallahu 'anhum ketika mengatakan :" orang-orang kaya telah pergi dengan membawa pahala yang banyak."Mereka menjelaskan alasannya, dengan perkataan mereka:" mereka shalat sebagaimana kami shalat,…" dan seterusnya.

3. Segala ucapan yang mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah sedekah, seperti tasbih, tahmid, takbir, tahlil, amar ma'ruf nahi munkar semuanya adalah sedekah.

4. Anjuran untuk memperbanyak dzikir-dzikir di atas, karena setiap kalimat darinya dinilai sebagai sedekah yang mendekatkan seseorang kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.

5. Mencukupkan pada apa-apa yang halal dan meninggalkan yang haram, menjadikan yang halal tersebut sebagai sarana pendekatan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan sebagai sedekah sebagaimana sabda beliau:" dan pada kemaluan kalian (maksudnya adalah melakukan jima’ dengan istri) merupakan sedekah."

6. Boleh meminta klarifikasi atau kejelasan tentang suatu berita walaupun berita tersebut berasal dari orang yang jujur, berdasarkan perkataan para Shahabat:" Apakah salah seorang di antara kami menyalurkan syahwatnya, dia akan mendapatkan pahala?"

7. Metode pendidikan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang sangat baik, dengan mengemukakan ucapannya lewat pertanyaan sehingga yang diajak bicara merasa puas dan merasa tenang hatinya. Di antaranya ialah sabda beliau shallallahu 'alaihi wasallam ketika ditanya tentang menjual kurma basah dengan kurma kering:"Apakah berkurang (ukurannya) ketika kering?"Mereka menjawab:"Ya." Kemudian beliau melarang hal itu.

(Sumber: Diterjemahkan dari Syarah hadits Arbai'in an-Nawawi oleh Syaikh Shalih bin 'Abdul 'Aziz Alu Syaikh hafizhahullah dari http://www.rouqyah.com/archive/index.php/t-63877.html. Dengan beberapa tambahan dari Syarah Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah oleh Abu Yusuf Sujono)

TERNYATA BAHAGIA ITU MUDAH/HAPPY TURN OUT THAT EASILY

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:


( من أصبح منكم آمناً في سربه ، معافى في جسده ، عنده قوت يومه ، فكأنما حيزت له الدنيا بأسرها )

"Barangsiapa di antara kalian yang memasuki waktu pagi hari dalam keadaan aman pada dirinya, sehat jasmaninya dan dia memiliki makanan pada hari itu, maka seolah oleh dia diberi dunia dengan berbagai kenikmatannya.

Hadits ini diriwayatkan oleh Salamah bin 'Ubaidillah bin Mihshan al-Khathmiy , dari bapaknya radhiyallahu 'anhu –dan dia termasuk Shahabat- berkata:"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
(مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِي سِرْبِهِ ، مُعَافًى فِي جَسَدِهِ ، عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ ، فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا)

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari rahimahullah dalam al-Adabul Mufrad no. 300, at-Tirmidzi dalam as-Sunan no. 2346 dan beliau berkata:"Hadits hasan gharib."

Syaikh al-Albani rahimahullah berkata setelah mentakhrij hadits ini dari sejumlah Shahabat radhiyallahu 'anhum:"Dan secara garis besar, maka hadits ini hasan Insyaa Allah, dengan penggabungan dua hadits dari dua Shahabat Anshar dan Ibnu 'Umar radhiyallahu 'anhum. Wallahu A'lam" (as-Silsilah ash-Shahihah 2318). Demikian juga yang dinyatakan oleh Syaikh Salim al-Hilali hafizhahullah di dalam Bahjatun Nazhirin Syarh Riyadhush Shalihin ketika mensyarah (menjelaskan) hadits ini (hadits no. 511).

Sabda beliau:أصبح Maknanya adalah memasuki waktu pagi pada hari itu. Di dalamnya ada isyarat bahwa seorang mukmin hendaknya tidak gelisah dan khawatir dengan urusannya di masa mendatang, karena sesungguhnya urusannya ada di tangan Allah, Dialah yang mengatur semua urusan dan Dialah yang mentakdirkan segala sesuatu. Dan wajib bagi setiap mukmin untuk husnu zhan (berprasangka baik kepada Allah) dan untuk optimis dengan kebaikan.

Syaikh al-Mubar Kafuury rahimahullah (ini yang benar bukan Mubarakfury sebagaimana yang sering kita dengar, karena Mubar Kafur adalah salah satu nama tempat di India) berkata di dalam syarh hadits ini:"Sabda Nabi: ( من أصبح منكم ) /barang siapa memasuki waktu pagi di antara kalian:'maksudnya adalah kalian wahai kaum mukminin.'

Sabda beliau ( آمناً )/aman:"Maknanya adalah tidak takut dari musuh."

Sabda beliau (في سِربه):Maknanya adalah (aman) dalam dirinya. Dan ada yang mengatakan:'As-Sirbu artinya adalah kelompok atau lingkungan, maka maknanya aman dalam keluarga dan orang-orang yang berada dalam tanggungan nafkahnya.'" Dan ada yang mengatakan bahwa السرب dengan memfathahkan huruf siin, menjadi as-Sarbu maka maknanya adalah di jalannya. Dan ada pula yang memfathahkan huruf siin dan ra', menjadi as-Sarabu artinya adalah aman di dalam rumahnya dan tempat tinggalnya. Demikan yang disebutkan oleh al-Qory rahimahullah dari beberapa ulama yang mensyarah (menjelaskan) hadits ini. Maksudnya dia aman jiwanya dari pembunuhan, aman rumahnya dari pencurian dan aman kehormatannya dari pelecehan.

Rasa aman adalah salah satu nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala yang paling besar yang dikaruniakan kepada hamba-Nya setelah nikmat Iman dan Islam. Dan tidak akan merasakan kenikmatan hidup, orang yang kehilangan nikmat aman ini. Seperti orang-orang yang hidup di suatu Negara yang kehilangan rasa aman di dalamnya. Atau seperti orang-orang yang yang hidup di tengah-tengah peperangan yang merusak harta benda dan menghilangkan nyawa, ia tidur di bawah gemuruh suara pesawat perang, dan dentuman meriam, bahkan salah seorang di antara mereka menempelkan tangannya di atas jantungnya, menunggu kematian yang bisa saja mendatangi mereka setiap saat. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


( الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ )).{الأنعام}.

” Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kelaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Al-An`aam:82)

Allah Subhanahu wa Ta’ala menjanjikan keamanan bagi orang-orang yang beriman, apabila mereka merealisasikan tauhid, mengikhlashkan (memurnikan) keimanan, dan melakukan amal shalih. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:


( وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم فِي الأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ)). [ النور ].

” Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (An-Nuur: 55)

Sabda beliau shallallahu 'alaihi wasallam معافى في بدنه: Maksudnya adalah sehat, selamat dari sakit dan penyakit baik secara lahir maupun batin. Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan di dalam Musnadnya dari hadits Anas radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah membaca do’a:


( اللهم إني أعوذ بك من البرص والجنون والجذام ، ومن سيئ الأسقام )).

”Ya Alloh sesunguhnya aku berlindung kepada-Mu dari penyakit belang, gila dan penyakit kusta serta dari sejelek-jeleknya penyakit”.

Dan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam senantiasa memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala keselamatan dalam agama, dunia, jiwa, keluarga, dan harta beliau setiap pagi dan sore. Dan beliau shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan para Shahabatnya untuk membacanya juga. Imam Abu Dawud rahimahullah meriwayatkan dari hadits ‘Abdullah bin’Umar radhiyallahu 'anhuma, dia berkata:


( لم يكن النبي صلى الله عليه وسلم يدع هؤلاء الدعوات حين يمسي وحين يصبح.

” Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tak pernah meninggalkan doa-doa ini ketika pagi dan sore:


(اَللَّهُمَّ إِنَِي أَسْأَلُكَ الْعَافِيَةَ فِي الدِّنْيَا وَاْلآخِرَةِ اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي دِيْنِي وَدُنْيَايَ وَأَهْلِي وَمَالِي اَللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِي وَآمِنْ رَوْعَاتِي اَللَّهُمَّ احْفَظْنِي مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ وَمِنْ خَلْفِي وَعَنْ يَمِيْنِي وَعَنْ شِمَالِي وَمِنْ فَوْقِي وَأَعُوْذُ بِعِظَمَتِكَ مِنْ أَنْ أَغْتَالَ مِنْ تَحْتِي))

Ya Allah, sesungguhnya Saya memohon kepada-Mu keselamatan di dunia dan di akhirat. Ya Allah, sesungguhnya saya memohon kepadamu ampunan dan keselamatan dalam agama dan dunia saya, keluarga, dan harta saya.Ya Allah, tutupilah kejelekan saya dan tentramkanlah hati saya. Ya Allah, lindungilah dari depan dan dari belakang saya, sebelah kanan dan kiri saya dari atas kepala saya, serta dengan keagungan-Mu aku berlindung dari upaya makar atas saya dari bawah saya.’”

Shahih, di dalam kitab Takhriijul Misykah (27). [Abu Daud, 40-Kitab Al Adab, hadits (101), Bab Ma Yaqulu Idza Ashbah, hadits (5074). Ibnu Majah, 34- Kitab Adu’a, 14- Bab Ma Yad'ur-Rajulu Idza Ashbaha wa Idza Amsaa, hadits 3871].

Imam at-Tirmidzi di dalam Sunannya meriwayatkan sebuah hadits dari Mu’adz bin Rifa’ah dari bapaknya berkata:”Abu Bakar radhiyallahu 'anhu naik ke atas mimbar, kemudian beliau menangis lalu berkata:’Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berdiri di atas mimbar pada tahun pertama lalu menangis, lalu beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:


( سلوا الله العفو والعافية فإن أحداً لم يُعط بعد اليقين خيراً من العافية )).
”Mintalah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala ampunan dan keselamatan, karena sesungguhnya tidaklah seseorang dikaruniai sesuatu yang lebih baik setelah dikaruniai keyakinan (iman) dibandingkan dengan keselamatan.”

Dan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengabarkan bahwa kebanyakan manusia melalaikan dan terpedaya dengan nikmat ini. Imam al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan dalam Shahihnya dari hadits ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata:”Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:


( نعمتان مغبون فيهما كثير من الناس : الصحة والفراغ )).

”Dua kenikmatan yang kebanyakan manusia terpedaya dengan keduanya; nikmat sehat dan waktu luang.”

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah memberikan bimbingan kepada ummatnya untuk memanfaatkan kesehatannya sebelum datangnya sakit. Imam al-Hakim rahimahullah meriwayatkan dalam al-Mustadrak dari hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:


( اغتنم خمساً قبل خمس.. وذكر منها :صحتك قبل سقمك )).

”Manfaatkan lima perkara sebelum datang lima perkara, beliau menyebutkan di antaranya:”Sehatmu sebelum datang sakitmu.”

Dan Ibnu ‘Umar radhiyallahu 'anhuma, sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari berkata:


( إذا أصبحت فلا تنتظر المساء ، وإذا أمسيت فلا تنتظر الصباح ، وخذ من صحتك لمرضك ، ومن حياتك لموتك )).

”Jika kamu berada di sore hari jangan tunggu pagi hari, dan jika kamu berada di pagi hari jangan tunggu sore hari, gunakanlah kesehatanmu untuk (persiapan saat) sakitmu dan kehidupanmu untuk kematianmu.”(Riwayat Bukhari)

Dan orang-orang yang mengunjungi Rumah Sakit kaum Muslimin, lalu melihat ujian yang menimpa saudara-saudaranya sesama muslim berupa penyakit kronis yang para Dokter tidak sanggup mengobati sebagian penyakit-penyakit tersebut, niscaya dia akan memuji Allah ‘Azza wa Jalla setiap pagi dan sore atas nikmat sehat ini. Maka sungguh Mahabenar Allah Subhanahu wa Ta'alayang berfirman]:


( وَآَتَاكُمْ مِنْ كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ )){إبراهيم}.

” Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).”(QS. Ibrahim: 34)

Sabda beliau shallallahu 'alaihi wasallam:(( عند قوت يومه )) maksudnya adalah dia memiliki makanan yang cukup untuk dikonsumsi dan bisa menghidupinya. Makanan adalah salah satu nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala yang sangat besar, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman


( فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَذَا الْبَيْتِ * الَّذِي أَطْعَمَهُم مِّن جُوعٍ وَآمَنَهُم مِّنْ خَوْفٍ )).{قريش}.

” Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka’bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.”(QS. Quraisy: 3-4)

Sedangkan menurut Syaikh al-Mubar Kafuury rahimahullah maknanya adalah dia memiliki makanan yang cukup yang dia dapatkan dengan cara yang halal.

Dan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam senantiasa berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dari kelaparan. Imam Abu Dawud rahimahullah meriwayatkan di dalam kitab Sunan Abi Dawud dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berdo’a:


( اللهم اجعل رزق آل محمد قوتاً )).

”Ya Allah jadikanlah kecukupan rizki pada keluarga Muhammad.”

Sabda beliau shallallahu 'alaihi wasallam: (فكأنما حيزت) maknanya adalah dikumpulkan untuknya, dan di dalam kitab al-Misykah ada tambahan بحذافيرها menurut al-Qariy maknanya adalah dengan sempurna. Dan maknanya seolah-olah dia dikarunia dunia dengan segala isinya. (Tuhfatul ahwadzi)

Al-Munawi rahimahullah berkata:”Barangsiapa yang Allah mengumpulkan pada dirinya kesehatan jasmaninya, keamanan dalam hatinya, kecukupan dalam makanannya, dan keselamatan keluarganya maka Allah telah mengumpulkan untuknya seluruh nikmat yang barangsiapa mendapatkanya dia seolah-olah telah memiliki dunia sekalipun tidak mendapatkan nikmat selain itu. Maka hendaknya dia tidak menyambut hari itu melainkan dengan syukur kepada Allah dengan memanfaatkan nikmat tersebut untuk ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, bukan dengan bermaksiat kepada-Nya atau bukan dengan lalai dari dzikir kepada-Nya.”(Faidhu al-Qadhir)

Dari penjelasan yang telah lalu jelaslah bahwa siapa saja yang terkumpul di dalam dirinya ketiga hal ini, maka pada hari itu seolah-olah dia memiliki dunia seluruhnya. Dan sebenarnya pada kebanyakan manusia telah terkumpul ketiga hal ini dan bahkan mereka memiliki lebih banyak lagi dibandingkan dengan yang disebutkan dalam hadits ini, namun demikian mereka mengingkarinya dan meremehkan apa yang mereka rasakan dan apa yang mereka dapatkan. Maka mereka sebagaimana yang Allah Subhanahu wa
Ta'ala:


( يَعْرِفُونَ نِعْمَةَ اللَّهِ ثُمَّ يُنْكِرُونَهَا وَأَكْثَرُهُمُ الْكَافِرُونَ )) {النحل}.

” Mereka mengetahui ni'mat Allah, kemudian mereka mengingkarinya dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang kafir.”(QS. An-Nahl: 83)
( أَفَبِنِعْمَةِ اللَّهِ يَجْحَدُونَ )){النحل}.

”Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah?”(QS. An-Nahl: 71)

Dan obat dari penyakit ini adalah dengan melihat kepada orang-orang yang tidak mendapatkan kenikmatan ini, atau yang tidak mendapatkan sebagian dari nikmat ini, sebagaimana yang diwasiatkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim rahimahumallah dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:


( انظروا إلى من أسفل منكم ، ولا تنظروا إلى من هو فوقكم ، فهو أجدر ألا تزدروا نعمة الله)).

”Lihatlah orang yang lebih rendah (kenikmatannya) darimu dan janganlah melihat kepada yang lebih banyak (kenikmatannya) darimu agar kamu tidak mencela nikmat yang Allah anugerahkan kepadamu.”

Ibnu Hajar dan ulama yang lainnya rahimahullah berkata:”Hadits ini mencakup macam-macam kebaikan, karena seseorang apabila melihat kepada orang yang lebih unggul daripada dirinya dalam masalah dunia niscaya hawa nafsunya akan meminta yang seperti itu, lalu dia menganggap remeh nikmat Allah yang dirasakannya dan akhirnya dia bersikeras untuk mencari tambahan untuk menyamainya (orang lain yang lebih unggul) atau mirip dengannya. Dan ini ada pada kebanyakan manusia. Adapun apabila dia melihat orang yang lebih rendah darinya dalam masalah duniawi maka akan nampak dengan jelas nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala pada dirinya sehingga dia pun bersyukur, tawadhu’ (merendahkan diri) dan melakukan kebaikan.”

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan dalam kitab Shahihnya dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiyallahu 'anhuma, bahwasanya seseorang bertanya kepada beliau radhiyallahu 'anhuma:


ألسنا من فقراء المهاجرين ، فقال عبدالله : ألك امرأة تأوي إليها ؟ قال: نعم. قال : ألك مسكن تسكنه ؟ قال: نعم.
قال: فأنت من الأغنياء. قال فإن لي خادماً . قال : فأنت من الملوك.

”Bukankah kita termasuk orang-orang fakir dari kalangan Muhajirin?” Maka ‘Abdullah berkata:’Apakah engkau memiliki istri yang engkau bersandar kepadanya?’ Dia menjawab:’Ya.’ ‘Abdullah bertanya lagi:’Apakah engkau memiliki rumah untuk tempat tinggalmu?’ Dia menjawab:’Ya.’ Maka ‘Abdullah pun berkata:’Jadi engkau adalah orang kaya.’ Orang itu berkata lagi:’Sesungguhnya aku juga memiliki pembantu.’ ‘Abdullah pun berkata:’Maka engkau termasuk salah seorang raja.’

Walhamdullillahi Rabbil ‘Alamin, wa Shallallahu wa Sallama ‘Alaa Nabiyyinaa wa Habiibinaa Muhammadin wa ‘Alaa Aalihi wa Shahbihi Ajma’iin

(Sumber: Diterjemahkan الدُوروُ المنتقاه من الكلمات الملقاه dan حديث من أصبح منكم آمنا في سربه dari http://www.islam-qa.com/ar/ref/114984. Posting oleh Abu Yusuf Sujono)

MUNGKINKAH MENGETAHUI HADITS PALSU TANPA MELIHAT SANAD?/BE AWARE OF COUNTERFEIT REGARDLESS Sanad hadith?

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:"Pertanyaan seperti ini sangat berharga dan berbobot, yang mengetahui hal itu hanyalah orang-orang yang mendalam pengetahuannya terhadap hadits-hadits yang shahih, dan pengetahuan itu sudah mendarah daging dalam dirinya. Maka jadilah dia memiliki kemampuan, memiliki spesialisasi yang mendalam terhadap pengetahuan hadits-hadits dan atsar (riwayat dari selain Nabi), dia juga mengetahui sejarah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, mengetahui petunjuk beliau dalam hal-hal yang beliau perintahkan dan apa yang beliau larang. Dia juga mengetahui kabar/berita dari beliau shallallahu 'alaihi wasallam, apa yang beliau dakwahkan, apa yang beliau cintai, apa yang beliau benci, dan apa yang beliau syri'atkan untuk ummatnya, yang mana dia seolah-olah bergaul dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam seakan-akan dia adalah salah seorang Shahabat Nabi.

Maka orang yang seperti ini keadaannya, dia mengetahui ciri-ciri atau keadaan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, petunjuknya, ucapan-ucapannya, dan apa yang boleh disampaikan dan apa yang tidak boleh disampaikan, dari sesuatu yang tidak diketahui oleh selainnya. Dan ini adalah kondisi seorang pengikut terhadap orang yang diikutinya…..Sampai beliau rahimahullah berkata:"Dan akan Kami beritahukan beberapa perkara yang global, yang dengannya dapat diketahui bahwa hadits tersebut palsu. Di antaranya:

1. Terkandung di dalamnya perkataan-perkataan yang kacau dan tidak beraturan, yang tidak mungkin Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berbicara dengan perkataan-perkataan semisal itu.

2. Didustakan oleh panca indera; seperti hadits (palsu):


" الباذنجان لما أُكِل له " .

"Terong itu tergantung niat yang memakannya."

3. Buruknya makna hadits dan keadaannya yang menggelikan, seperti hadits (palsu):


" لو كان الأرز رجلاً ؛ لكان حليمًا " الحديث .

"Sekiranya beras adalah seorang laki-laki maka niscaya dia akan menjadi laki-laki yang lembut."

4. Pertentangannya yang nyata dengan hadits yang shahih dan terang, maka setiap hadits yang di dalamnya ada kerusakan, kezhaliman, kesia-siaan, pujian kepada kebathilan, celaan terhadap kebenaran dan lain-lain, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berlepas diri diri hadits-hadits yang semacam itu.

Aku (Ibnul Jauzi rahimahullah) berkata:"Dan penafsiran "Pertentangannya dengan ushul (pokok) agama" yang digunankan Ibnul Qayyim lebih utama dibandingkan penafsiran orang yang menafsirkannya dengan "tidak adanya hadits itu di dalam kitab-kitab Islam."

5. Mengaku/mengklaim bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melakukan sesuatu perbuatan yang terang dan jelas di hadapan para semua Shahabat radhiyallahu 'anhum, dan para Shahabat bersepakat untuk menyembunyikan hadits tersebut dan tidak menyampaikannya. Ibnul Qayyim rahimahullah mencontohkan dengan perkataan Rafidhah tentang wasiat beliau kepada 'Ali radhiyallahu 'anhu.

6. Perkataan tersebut sama sekali tidak mirip dengan ucapan para Nabi 'alaihimussalam, lebih-lebih kalau dibandingkan dengan ucapan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.

7. Disebutkan dalam hadits tersebut waktu tertentu (bulan, atau tahun tertentu) seperti ucapan:"Jika datang tahun ini dan itu maka akan terjadi seperti ini dan seperti ini, Jika datang bulan ini dan itu maka akan terjadi seperti ini dan seperti ini." Sebagaimana dalam hadits (palsu):
" إذا انكسف القمر في المحرم؛ كان الغلاء ، والقتال ، وشغل السلطان ، وإذا انكسف في صَفَر ؛ كان كذا وكذا " .

"Jika terjadi gerhana bulan pada bulan Muharran maka akan terjadi kenaikan harga, peperangan, dan kesibukan Raja. Dan jika terjadi pada bulan Shafar maka akan terjadi ini dan itu."

8. Hadits-hadits tentang Shalat nishfu Sya'ban

9. Hadits-hadits tentang shalat-shalat tertentu pada hari-hari atau malam-malam khusus.

10. Hadits-hadits yang menceritakan tentang kisah Khidir dan tentang hidupannya beliau saat ini, tidak ada satu pun hadits yang shahih.

(Sumber: هل يمكن معرفة الحديث الموضوع بضابط من غير أن يُنْظَر في سنده ؟ dari http://salahmera.com/vb/showthread.php?t=1715 dengan ringkasan. Oleh Abu Yusuf Sujono)

HIKMAH DI BALIK BUSANA /BEHIND THE WISDOM OF CLOTHING



Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


(صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا …. وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا ) رواه أبو داود .

“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: ……Para wanita yang berpakaian tapi telanjang (tipis atau tidak menutup seluruh aurat), berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya.” (HR. Abu Dawud) dan beliau shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:


( لا تقبل صلاة حائض إلا بخمار ) رواه الإمام أحمد وأبو داود والترمذي وابن ماجه

”Tidak diterima shalat perempuan yang sudah haidh (balighah) kecuali dengan menggunakan kerudung.”(HR. Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah rahimahumullah)

Penelitian ilmiah modern telah membuktikan bahwa tabarruj-nya (bersoleknya) perempuan dan telanjangnya (tidak menutup aurat) mereka dianggap sebagai sumber malapetaka baginya, yang mana data statistik terbaru menunjukkan adanya penyebaran penyakit kanker (terutama kanker kulit, terj) pada anggota tubuh yang telanjang (tidak tertutup) dari tubuh wanita, khususnya wanita-wanita yang memakai pakaian pendek (mini). Telah beredar di Majalah Kesehatan Inggris:”Sesunguhnya kanker Melanoma, yang dahulu ia adalah salah satu jenis kanker yang langka, sekarang meningkat/bertambah. Dan bahwasanya jumlah penderitanya pada wanita, khususnya para wanita di awal remajanya semakin meningkat, yang mana mereka (para wanita) terjangkiti kanker tersebut pada kaki-kaki mereka. Dan bahwasanya sebab inti dari tersebarnya penyakit ini adalah tersebarnya pakaian-pakaian seragam yang mini, yang menjadikan tubuh wanita terkena sinar Matahari dalam waktu yang lama, sepanjang tahun. Dan kaos kaki yang tipis tidak cukup untuk menghalangi sinar Matahari tersebut mengenai kaki mereka.”

Majalah tersebut meminta para dokter ahli Epidemiologi (ilmu yang mempelajari seberapa sering penyakit menimpa suatu kelompok yang berbeda dan apa penyebab dari penyakit itu) untuk bergabung dengan mereka dalam mengumpulkan maklumat (informasi-informasi) tentang penyakit ini. Dan sepertinya penyakit ini lebih dekat kalau dikatakan sebagai malapetaka, dan itu mengingatkan kita dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:


(وَإِذْ قَالُواْ اللَّهُمَّ إِن كَانَ هَـذَا هُوَ الْحَقَّ مِنْ عِندِكَ فَأَمْطِرْ عَلَيْنَا حِجَارَةً مِّنَ السَّمَاء أَوِ ائْتِنَا بِعَذَابٍ أَلِيمٍ ) سورة الأنفال : 32

”Dan (ingatlah), ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata: "Ya Allah, jika betul (Al Qur'an) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih.” (QS. Al-Anfaal: 32)

Dan adzab yang pedih atau sebagiannya telah turun dalam bentuk kanker yang buruk, yang ia adalah jenis kanker yang paling buruk. Dan penyakit ini timbul karena membiarkan anggota tubuh terkena sengatan sinar Matahari dan secara khusus sinar Ultraviolet dalam rentang waktu yang lama dan itulah yang terjadi pada pakaian mini atau pakaian panti (bikini). Dan kalau diperhatikan maka kanker tersebut menimpa seluruh tubuh dan dengan kadar yang bertingkat-tingkat. Awalnya muncul bercak hitam kecil dan terkadang sangat kecil, dan kebanyakan muncul ditumit atau betis, dan terkadang di mata. Kemudian menyebar ke seluruh tubuh disertai bertambah dan berkembangnya penyakit itu di tempat awal kemunculannya. Kemudian ia menyerang kelenjar limpa (kelenjar getah bening) di atas paha lalu menyerang darah dan akhirnya ia bersarang di hati dan merusaknya.

Dan terkadang ia bersarang di seluruh tubuh, di antaranya tulang-belulang, organ dalam dan ginjal, dan terkadang diikuti dengan hitamnya air kencing disebabkan rusaknya ginjal akibat serangan kanker ganas tersebut.

Dan terkadang berpindah ke janin (bayi) yang ada di perut ibunya, dan penyakit ini tidak memberikan tempo (jeda) yang lama kepada pengidapnya, sebagaimana pula pengobatan dengan operasi tidak memberikan jaminan keselamatan (kesembuhan) seperti pada kanker-kanker yang lain, yang mana kanker jenis ini tidak mempan diobati dengan terapi sinar X.

Dari sini nampak jelaslah hikmah syari’at Islam dalam mewajibkan wanita memakai busana yang sopan yang menutupi seluruh tubuhnya dengan pakaian yang longgar, tidak ketat, dan tidak tipis, yang disertai dengan toleransi bolehnya terbuka wajah dan telapak tangan.

Maka menjadi jelaslah bahwa pakaian kehormatan diri dan pakaian kesopanan (busana muslimah yang syar’i) adalah pencegah terbaik dari adzab dunia yang terealisaikan dalam bentuk penyakit ini, dan lebih khusus lagi ia (busana syar’i) sebagai pencegah dari adzab akhirat. Kemudian apakah setelah adanya dukungan (penguatan) dari ilmu pengetahuan modern terhadap apa yang telah ditetapkan oleh Syari’at yang mulia ini ada dalil-dalil yang dijadikan landasan untuk pembolehan bersolek dan membuka aurat?!!

(Sumber: Diterjemahkan dari: مرض يصيب المرأةالمتبرجة karya Muhammad Kamil ‘Abdushshomad dari http://www.eajaz.com/agaz%20snaah/mart.htm oleh Abu Yusuf Sujono)

Artikel senyum/Articles smile

UNTUK UBAN
Seorang laki-laki memasuki apotek dan bertanya kepada apoteker:"Apakah engkau memiliki sesuatu untuk rambut putih?" Maka apoteker mejawab:"Ya aku punya, yaitu pemuliaan dan penghormatan." (Ahlaa al-Ibtisamaat, Manshur bin Nashir al-'Awaaji hal. 316)

AKU HANYA INGIN MEMECAHKAN TONGKAT
Seorang hakim bertanya kepada terdakwa:”Kenapa engkau memukul tetanggamu dengan tongkat?” Si terdakwa menjawab:”Aku tidak bermaksud memukulnya, aku hanya ingin memecahkan tongkatku saja.” (Ahlaa Ibtisaamaat: 270)

JANGAN KAU SEBUT NAMAMU
Seorang polisi menangkap seorang pencuri kelas kakap, di tengah perjalanannya menuju kantor polisi sang polisi bertanta kepada pencuri tersebut:”Siapa namamu?” Maka berteriaklah isteri pencuri yang berjalan di belakang keduanya:”Jangan kau beritahu namamu wahai Shabir!” (Ahlaa Ibtisaamaat: 270)

KALAU KAU MATI AKU AKAN MEMAAFKANMU
Seorang hakim berkata kepada terdakwa:”Pengadilan memutuskan hukuman 20 tahun kepada terdakwa.” Terdakwa pun berkata:”Akan tetapi aku adalah laki-laki tua, aku tidak bisa menjamin kalau aku bisa hidup dalam rentang waktu itu.” Hakim menjawab:”Tidak mengapa, nanti kalau kamu mati kami akan memaafkanmu.”(Ahlaa Ibtisaamaat: 300)

KAPAN ENGKAU MAKAN NAK?
Seorang tamu berkata:”Kapan engkau makan wahai anak kecil?” Si anak menjawab:”Segera setelah engkau pulang, paman.”(Ahlaa Ibtisaamaat: 297)

KELEDAI SALING MENGENAL
Seorang laki-laki kampung melewati sekelompok orang, dan ia menaiki keledai, maka salah seorang di antara mereka kepadanya:”Aku kenal keledaimu, tapi aku tidak mengenalmu.” Maka ia menjawab:”Sesama keledai saling mengenal.” (Ahlaa Ibtisaamaat: 300)

ITU BUKANLAH BUKTI YANG CUKUP
Seorang hakim bertanya kepada saksi:”Apakah engkau melihat tembakan?” Saksi menjawab:”Tidak, akan tetapi aku mendengarnya.” Hakim berkata:”Itu bukan bukti yang cukup.” Maka seketika itu juga saksi pun memutar badannya membelakangi hakim dan ia tertawa dengan tawa yang keras, maka hakim pun berkata:”Kenapa engkau tertawa?” Saksi menjawab:”Apakah anda melihat aku tertawa?” Hakim menjawab:”Tidak, akan tetapi aku mendengarnya.” Saksi pun berkata:”Itu bukan bukti yang cukup.” (Ahlaa Ibtisaamaat: 300)

RUMAH BARU
Seseorang mengirimkan surat kepada temannya, di dalamnya tertulis:”Aku akan membangun rumah baru dengan batu-batu dari rumah lama, dan aku kan tinggal di rumah yang lama sampai bangunan rumah yang baru jadi.” (Ahlaa Ibtisaamaat: 300)

TIDAK BISA BACA
Petugas perpustakaan berkata kepada anak ksecil:"Harap diam! Karena pengunjung perpustakaan tidak bisa membaca." Sang anak pun berkata:"Kasihan sekali mereka, sungguh aku sudah bisa membaca di usia delapan tahun." (Ahlaa Ibtisaamaat: 309)

INGATANKU KUAT
Ingatanku kuat sekali, hanya ada tiga hal saja yang aku tidak bisa mengingatnya:"Pertama, aku tidak bisa mengingat wajah, kedua aku tidak bisa mengingat-ingat nama dan yang masih ada ketiga, namun aku lupa apa itu." (Ahlaa al-Ibtisamaat, Manshur bin Nashir al-'Awaaji hal. 156

KALAU DIA MATI KABARI KAMI
Sebagian orang pandir menjenguk orang sakit, ketika hendak pulang mereka menoleh ke arah keluarga si sakit lalu berkata kepada mereka:"Jangan kalian lakukan sebagaimana apa yangkalian lakukan terhadap si Fulan, dia (Fulan) mati sedangkan kalian tidak mengabari kami. Apabila orang ini (si sakit) mati, maka kabarilah kami agar kami bisa menyolatinya." (Ahlaa al-Ibtisamaat, Manshur bin Nashir al-'Awaaji hal. 317)

SETENGAH BIAYA
Seorang laki-laki bertanya kepada temannya:"Sungguh aku tidak memiliki uang kecuali setengah dari hutangku yang aku pinjam dari tetanggaku, dan aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Padahal sudah dekat jatuh tempo pengembalian hutang itu." Temannya berkata kepadanya:"Tenang saja, utus anakmu dengan membawa setengah hutangnmu itu untuk membayarkannya. Karena anak kecil itu selalu membayar separuh (setengah). Kalau tidak percaya tanya pak kondektur angkutan umum."(Ahlaa al-Ibtisamaat, Manshur bin Nashir al-'Awaaji hal. 157)

MAINANKU PECAH
Seorang anak berkata kepada ibunya:"Anak tetangga telah memecahkan mainanku." Ibunya bertanya:"Bagaimana hal itu terjadi?" Sang anak menjawab:"Aku memukul kepalanya dengan mainanku."(Ahlaa al-Ibtisamaat, Manshur bin Nashir al-'Awaaji hal. 154-155)

Denda Dalam Kacamata Syari'ah/Fines In Shariah Glasses

Pendahuluan

Di tengah-tengah masyarakat sering kita jumpai berbagai bentuk denda berkaitan dengan transaksi muamalah. Seorang karyawan yang tidak masuk kerja tanpa izin akan diberikan sanksi berupa pemotongan gaji. Telat membayar angsuran kredit motor juga akan mendapatkan denda setiap hari, dengan nominal rupiah tertentu. Seorang penerjemah buku juga akan didenda dengan nominal tertentu setiap harinya oleh penerbit, jika buku ternyata belum selesai diterjemahkan sampai batas waktu yang telah disepakati. Percetakan yang tidak tepat waktu juga dituntut untuk membayar denda dengan jumlah tertentu. Bayar listrik sesudah tanggal 20 juga akan dikenai denda oleh pihak PLN.

Hukum Denda

Bagaimanakah hukum dari berbagai jenis denda di atas, apakah diperbolehkan secara mutlak, ataukah terlarang secara mutlak, ataukah perlu rincian? Inilah tema bahasan kita pada edisi ini. Persyaratan denda sebagaimana di atas diistilahkan oleh para ulama dengan nama syarth jaza’i.

Hukum persyaratan semisal ini berkaitan erat dengan hukum syarat dalam transaksi dalam pandangan para ulama. Ulama tidak memiliki titik pandang yang sama terkait dengan hukum asal berbagai bentuk transaksi dan persyaratan di dalamnya, ada dua pendapat.

Pendapat pertama menyatakan bahwa hukum asalnya adalah terlarang, kecuali persyaratan-persyaratan yang dibolehkan oleh syariat. Adapun pendapat kedua menegaskan bahwa hukum asal dalam masalah ini adalah sah dan boleh, tidak haram dan tidak pula batal, kecuali terdapat dalil dari syariat yang menunjukkan haram dan batalnya.

Singkat kata, pendapat yang lebih tepat adalah pendapat yang kedua, dengan alasan sebagai berikut:

a. Dalam banyak ayat dan hadits, kita dapatkan perintah untuk memenuhi perjanjian, transaksi, dan persyaratan, serta menunaikan amanah. Jika memenuhi dan memperhatikan perjanjian secara umum adalah perkara yang diperintahkan, maka bisa ditarik kesimpulan bahwa hukum asal transaksi dan persyaratan adalah sah. Makna dari sahnya transaksi adalah maksud diadakannya transaksi itu terwujud, sedangkan maksud pokok dari transaksi adalah dijalankan.

b. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kaum muslimin itu berkewajiban melaksanakan persyaratan yang telah mereka sepakati.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)

Makna kandungan hadits ini didukung oleh berbagai dalil dari al-Quran dan as-Sunnah. Maksud dari persyaratan adalah mewajibkan sesuatu yang pada asalnya tidak wajib, tidak pula haram. Segala sesuatu yang hukumnya mubah akan berubah menjadi wajib jika terdapat persyaratan.
Pendapat inilah yang dipilih oleh Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah dan muridnya, Ibnul Qayyim. Ibnu Taimiyyah mengatakan, “Segala syarat yang tidak menyelisihi syariat adalah sah, dalam semua bentuk transaksi. Semisal penjual yang diberi syarat agar melakukan sesuatu atau meninggalkan sesuatu dalam transaksi jual-beli, baik maksud pokoknya adalah penjual ataupun barang yang diperdagangkan. Syarat dan transaksi jual-belinya adalah sah.”

Ibnul Qayyim mengatakan, “Kaidah yang sesuai dengan syariat adalah segala syarat yang menyelisihi hukum Allah dan kitab-Nya adalah syarat yang dinilai tidak ada (batil). Adapun syarat yang tidak demikian adalah tergolong syarat yang harus dilaksanakan, karena kaum muslimin berkewajiban memenuhi persyaratan yang telah disepakati bersama, kecuali persyaratan yang menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal. Inilah pendapat yang dipilih oleh guru kami, Ibnu Taimiyyah.”

Berdasar keterangan di atas, maka syarat jaza’i adalah diperbolehkan, asalkan hakikat transaksi tersebut bukanlah transaksi utang-piutang dan nominal dendanya wajar, sesuai dengan besarnya kerugian secara riil.

Fatwa-Fatwa Para Ulama

Berikut ini adalah kutipan dua fatwa para ulama:

1. Keputusan Majma’ Fikih Islami yang bernaung di bawah Munazhamah Mu’tamar Islami, yang merupakan hasil pertemuan mereka yang ke-12 di Riyadh, Arab Saudi, yang berlangsung dari tgl 23–28 September 2000. Hasil keputusannya adalah sebagai berikut:

Keputusan pertama. Syarth jaza’i adalah kesepakatan antara dua orang yang mengadakan transaksi untuk menetapkan kompensasi materi yang berhak didapatkan oleh pihak yang membuat persyaratan, disebabkan kerugian yang diterima karena pihak kedua tidak melaksanakan kewajibannya atau terlambat dalam melaksanakan kewajibannya.

Keputusan kedua. Adanya syarth jaza’i (denda) yang disebabkan oleh keterlambatan penyerahan barang dalam transaksi salam tidak dibolehkan, karena hakikat transaksi salam adalah utang, sedangkan persyaratan adanya denda dalam utang-piutang dikarenakan faktor keterlambatan adalah suatu hal yang terlarang. Sebaliknya, adanya kesepakatan denda sesuai kesepakatan kedua belah pihak dalam transaksi istishna’ adalah hal yang dibolehkan, selama tidak ada kondisi tak terduga.

Istishna’ adalah kesepakatan bahwa salah satu pihak akan membuatkan benda tertentu untuk pihak kedua, sesuai dengan pesanan yang diminta. Namun bila pembeli dalam transaksi ba’i bit-taqshith (jual-beli kredit) terlambat menyerahkan cicilan dari waktu yang telah ditetapkan, maka dia tidak boleh dipaksa untuk membayar tambahan (denda) apa pun, baik dengan adanya perjanjian sebelumnya ataupun tanpa perjanjian, karena hal tersebut adalah riba yang haram.

Keputusan ketiga. Perjanjian denda ini boleh diadakan bersamaan dengan transaksi asli, boleh pula dibuat kesepakatan menyusul, sebelum terjadinya kerugian.

Keputusan keempat. Persyaratan denda ini dibolehkan untuk semua bentuk transaksi finansial, selain transaksi-transaksi yang hakikatnya adalah transaksi utang-piutang, karena persyaratan denda dalam transaksi utang adalah riba senyatanya.

Berdasarkan hal ini, maka persyaratan ini dibolehkan dalam transaksi muqawalah bagi muqawil (orang yang berjanji untuk melakukan hal tertentu untuk melengkapi syarat tertentu, semisal membangun rumah atau memperbaiki jalan raya).

Muqawalah adalah kesepakatan antara dua belah pihak, pihak pertama berjanji melakukan hal tertentu untuk kepentingan pihak kedua dengan jumlah upah tertentu dan dalam jangka waktu yang tertentu pula. Demikian pula, persyaratan denda dalam transaksi taurid (ekspor impor) adalah syarat yang dibolehkan, asalkan syarat tersebut ditujukan untuk pihak pengekspor.

Demikian juga dalam transaksi istishna’, asalkan syarat tersebut ditujukan untuk pihak produsen, jika pihak-pihak tersebut tidak melaksanakan kewajibannya atau terlambat dalam melaksanakan kewajibannya.

Akan tetapi, tidak boleh diadakan persyaratan denda dalam jual-beli kredit sebagai akibat pembeli yang terlambat untuk melunasi sisa cicilan, baik karena faktor kesulitan ekonomi ataupun keengganan. Demikian pula dalam transaksi istishna’ untuk pihak pemesan barang, jika dia terlambat menunaikan kewajibannya.

Keputusan kelima. Kerugian yang boleh dikompensasikan adalah kerugian finansial yang riil atau lepasnya keuntungan yang bisa dipastikan. Jadi, tidak mencakup kerugian etika atau kerugian yang bersifat abstrak.

Keputusan keenam. Persyaratan denda ini tidak berlaku, jika terbukti bahwa inkonsistensi terhadap transaksi itu disebabkan oleh faktor yang tidak diinginkan, atau terbukti tidak ada kerugian apa pun disebabkan adanya pihak yang inkonsisten dengan transaksi.

Keputusan ketujuh. Berdasarkan permintaan salah satu pihak pengadilan, dibolehkan untuk merevisi nominal denda jika ada alasan yang bisa dibenarkan dalam hal ini, atau disebabkan jumlah nominal tersebut sangat tidak wajar.

2. Fatwa Haiah Kibar Ulama Saudi.
Secara ringkas, keputusan mereka adalah sebagai berikut, “Syarth Jaza’i yang terdapat dalam berbagai transaksi adalah syarat yang benar dan diakui sehingga wajib dijalankan, selama tidak ada alasan pembenar untuk inkonsistensi dengan perjanjian yang sudah disepakati.

Jika ada alasan yang diakui secara syar’i, maka alasan tersebut mengugurkan kewajiban membayar denda sampai alasan tersebut berakhir.

Jika nominal denda terlalu berlebihan menurut konsesus masyarakat setempat, sehingga tujuan pokoknya adalah ancaman dengan denda, dan nominal tersebut jauh dari tuntutan kaidah syariat, maka denda tersebut wajib dikembalikan kepada jumlah nominal yang adil, sesuai dengan besarnya keuntungan yang hilang atau besarnya kerugian yang terjadi.

Jika nilai nominal tidak kunjung disepakati, maka denda dikembalikan kepada keputusan pengadilan, setelah mendengarkan saran dari pakar dalam bidangnya, dalam rangka melaksanakan firman Allah, yaitu surat an-Nisa’: 58.” (Taudhih al-Ahkam: 4/253–255)

Jadi, anggapan sebagian orang bahwa syarth jaza’i secara mutlak itu mengandung unsur riba nasi’ah adalah anggapan yang tidak benar. Anggapan ini tidaklah salah jika ditujukan untuk transaksi-transaksi yang pada asalnya adalah utang-piutang, semisal jual-beli kredit dan transaksi salam. [Oleh: Ustadz Abu ‘Ukkasyah Aris Munandar, S.S.]

[Sumber: www.pengusahamuslim.com & dipublikasikan oleh: Ekonomisyariat.com]

Asyura' Dalam Perspektif Islam, Syi'ah & Kejawen..!! /Ashura 'The Islamic Perspective

Ulama Ahlussunnah sepakat bahwa pada hari 10 Muharram disyari'atkan untuk berpuasa. Ibnu Abbas menceritakan :
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tiba di Madinah, lalu beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura' ( tanggal 10 Muharram), maka beliau bertanya: "Hari apakah ini?" Mereka menjawab: "Ini adalah hari yang baik. Ini adalah hari dimana Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuhnya, maka Musa shallallahu 'alaihi wasallam berpuasa pada hari itu karena syukur kepada Allah. Dan kami berpuasa pada hari itu untuk mengagungkannya." Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Aku lebih berhak atas Musa daripada kalian", maka Nabi berpuasa Asyura' dan memerintah-kan puasanya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Harus Menyalahi Ahli Kitab

Para sahabat berkata kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam : "Ya Rasulullah, sesung-guhnya Asyura' itu hari yang diagungkan oleh orang Yahudi dan Nasrani", maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tahun depan insya Allah kita akan puasa (juga) pada hari yang kesembilan." (HR. Muslim (1134) dari Ibnu Abbas).

Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Abbas dari jalur lain, sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam :
"Berpuasalah pada hari Asyura' dan selisihilah orang-orang Yahudi itu, berpuasalah sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya." (Fathul Bari, 4/245). Imam Syafi'i juga meriwayatkan hadits di atas, makanya beliau di dalam kitab Al-Um dan Al-Imla' menyatakan kesun-nahan puasa tiga kali tanggal 8, 9 dan 10 Muharram. (Al-Ibda', Ali Mahfudz hal. 149, Fathul Bari 4/246).

Keutamaan Asyura'

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ditanya tentang puasa Asyura', maka beliau menjawab:
"Ia menghapuskan dosa tahun yang lalu." (HR. Muslim (1162), Ahmad 5/296, 297).

Karena itu, pantas jika Ibnu Abbas menyatakan : "Saya tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berpuasa pada suatu hari karena ingin mengejar keutamaannya selain hari ini (Asyura') dan tidak pada suatu bulan selain bulan ini (maksudnya: Ramadhan)." (HR. Al-Bukhari (2006), Muslim (1132)).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah bulan Allah yang bernama Muharram. (HR. Muslim,1163).

B. Bid'ah-bid'ah Asyura'

10 Muharram 61 H adalah hari terbu-nuhnya Abu Abdillah Al-Husen bin Ali (ra) di padang Karbala. Karena peristiwa berdarah ini, setan berhasil menciptakan dua kebid'ahan sekaligus.

Pertama : Bid'ah Syi'ah

Asyura' dijadikan oleh Syi'ah sebagai hari berkabung, duka cita, dan menyiksa diri sebagai ungkapan dari kesedihan dan penyesalan. Pada setiap Asyura', mereka memperingati kematian Al-Husen dan melakukan perbuatan-perbuatan yang tercela seperti berkumpul, menangis, meratapi Al-Husen secara histeris, membentuk kelompok-kelompok untuk pawai berkeliling di jalan-jalan dan di pasar-pasar sambil memukuli badan mereka dengan rantai besi, melukai kepala dengan pedang, mengikat tangan dan lain sebagainya. (At-Tasyayyu' Wasy-Syi'ah, Ahmad Al-Kisrawiy Asy-Syi'iy, hal. 141, Tahqiq Dr. Nasyir Al-Qifari).

Kedua : Bid'ah Jahalatu Ahlissunnah

Sebagai tandingan dari apa yang dilakukan oleh orang Syi'ah di atas, orang Ahlussunnah yang jahil (Bodoh) menjadikan hari Asyura' sebagai hari raya, pesta dan serba ria.

Menurut Ahmad Al-Kisrawi Asy-Syi'iy: "Dua budaya (bid'ah) yang sangat kontras ini, menurut literatur yang ada bermula pada jaman dinasti Buwaihi (321H - 447 H.) yang mana masa itu terkenal dengan tajamnya pertentangan antara Ahlus-sunnah dan Syi'ah. Orang-orang jahalatu (bodoh) Ahlussunnah menjadikan Asyura' sebagai hari raya dan hari bahagia sementara orang-orang Syi'ah menjadikannya sebagai hari duka cita, mereka berkumpul membacakan syair-syair haru kemudian menangis dan menjerit." (At-Tasyayyu' Wasy-Syi'ah hal.142)

Sementara Syekh Ali Mahfudz mengatakan bahwa di Kufah ada kelompok Syi'ah yang sampai ghuluw (berlebihan) dalam mencintai Al-Husen (ra) yang dipelopori oleh Al-Mukhtar bin Abi Ubaid Ats-Tsaqafi (tahun 67 H dibunuh oleh Mush'ab bin Az-Zubair) dan ada kelompok Nashibah (yang anti Ali beserta keturunannya), yang diantaranya adalah Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi. Dan telah disebut di dalam hadits shahih.
"Sesungguhnya (akan muncul) di Tsaqif (kepala suku dari Hawazin) seorang pendusta dan pembantai."

Pendusta tadi adalah Al-Mukhtar yang memperselisihkan keimamahan Ibnul Hanafiyah, dan pembantai tadi adalah Al-Hajjaj yang membenci Alawiyyin, maka yang Syi'ah tadi menciptakan bid'ah duka cita sementara yang Nashibah menciptakan bid'ah bersuka ria. (Al-Ibda' hal. 150)

Bid'ah-bid'ah tersebut berbentuk :

Menambah belanja dapur.
Banyak riwayat yang mengatakan :"Barangsiapa yang meluaskan (nafkah) kepada keluarganya pada hari Asyura', maka Allah akan melapangkan (rizkinya) selama setahun itu." (HR. At-Thabraniy, Al-Baihaqi dan Ibnu Abdil Barr). Asy-Syabaniy berkata: semua jalurnya lemah, Al-Iraqi berkata : sebagian jalur dari Abu Hurairah dishahihkan oleh Al-Hafidz Ibnu Nashir, jadi menurutnya ini hadits hasan, sedangkan Ibnul Jauzi menulisnya di dalam kumpulan hadits palsu. (Tamyizuth-Thayyib minal Khabits, no. 1472, Tanbihul Ghafilin, 1/367). Sementa-ra itu imam As-Suyuthi dengan tegas mengatakan : "Telah diriwayatkan tentang keutamaan meluaskan nafkah sebuah hadits dhaif, bisa jadi sebabnya adalah ghuluw di dalam mengagungkan-nya, dari sebagian segi untuk menandingi orang-orang Rafidhah (Syi'ah) karena syetan sangat berambisi untuk memalingkan manusia dari jalan lurus. Ia tidak peduli ke arah mana -dari dua arah- mereka akan berpaling, maka hendaklah para pelaku bid'ah menghin-dari bid'ah-bid'ah sama sekali." (Al-Amru Bil Ittiba', hal.88-89)
Imam Ahmad mengatakan ketika ditanya : "Hadits ini tidak ada asalnya, ia tidak bersanad kecuali apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Uyainah dari Ibnul Muntasyir, sementara ia adalah orang Kufah, ia meriwayatkan dari seorang yang tidak dikenal." (Al-Ibda', Ali Mahfudz, 150)

Memakai celak (sifat mata).

Mandi.
Mereka meriwayatkan sebuah hadits: "Barangsiapa yang memakai celak pada hari Asyura', maka ia tidak akan mengalami sakit mata pada tahun itu. Dan barangsiapa mandi pada hari Asyura', ia tidak akan sakit selama tahun itu." (Hadits ini palsu menurut As-Sakhawi, Mulla Ali Qari dan Al-Hakim) (Al-Ibda', hal. 150-151)

Mewarnai kuku.

Bersalam-salaman. Imam As-Suyuthi mengatakan : " Semua perkara ini (no.2-5) adalah bid'ah munkarah, dasarnya adalah hadits palsu atas nama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ." ( Al-Amru bil Ittiba', hal.88)

Mengusap-usap kepala anak yatim.

Memberi makan seorang mukmin di malam Asyura'. Mereka tidak segan-segan membuat hadits palsu dengan sanad dari Ibnu Abbas yang mirip dengan haditsnya orang Syi'ah yang berbunyi:
"Barangsiapa berpuasa pada hari Asyura' dari bulan Muharram, maka Allah memberinya (pahala) sepuluh ribu malaikat, sepuluh ribu haji dan umrah dan sepuluh ribu orang mati syahid. Dan barangsiapa memberi buka seorang mukmin pada malam Asyura', maka seakan-akan seluruh umat Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam berbuka di rumahnya sampai kenyang." (Hadits palsu dinyatakan oleh imam As-Suyuthi dan Asy-Syaukani, no. 34, lihat Tanbihul Ghafilin, 1/366).

Membaca do'a Asyura' seperti yang tercantum dalam kumpulan do'a dan Majmu' Syarif yang berisi minta panjang umur, kehidupan yang baik dan khusnul khotimah. Begitu pula keyakinan mereka bahwa siapa yang membaca do'a Asyura' tidak akan meninggal pada tahun tersebut adalah bid'ah yang jahat. (As-Sunan wal Mubtada'at, Muhammad Asy-Syuqairi, hal.134).

Membaca "Hasbiyallah wani'mal wakil" pada air kembang untuk obat dari berbagai penyakit adalah bid'ah.

Shalat Asyura'. Haditsnya adalah palsu, seperti yang disebutkan oleh As-Suyuthi di dalam Al-La'ali Al-Mashnu'ah (As-Sunan wal Mubtada'at, 134).
C. Asyuro dalam Tradisi dan Kultur Kejawen

Bulan Suro banyak diwarnai oleh orang Jawa dengan berbagai mitos dan khurafat, antara lain :
Keyakinan bahwa bulan Suro adalah bulan keramat yang tidak boleh dibuat main-main dan bersenang-senang seperti hajatan pernikahan dan lain-lain yang ada hanya ritual.

Ternyata kalau kita renungkan dengan cermat apa yang dilakukan oleh orang Jawa di dalam bulan Suro adalah merupakan akulturasi Syi'ah dan animisme, dinamisme dan Arab jahiliyah. Dulu,orang Quraisy jahiliyah pada setiap Asyura' selalu mengganti Kiswah Ka'bah (kain pembungkus Ka'bah) (Fathul Bari, 4/246). Kini, orang Jawa mengganti kelambu makam Sunan Kudus. Alangkah miripnya hari ini dan kemarin.

Di dalam Islam, Asyura' tidak diisi dengan kesedihan dan penyiksaan diri (Syi'ah), tidak diisi dengan pesta dan berhias diri (Jahalatu Ahlissunnah) dan tidak diisi dengan ritual di tempat-tempat keramat atau yang dianggap suci untuk tolak bala' (Kejawen) bahkan tidak diisi dengan berkumpul-kumpul. Namun yang ada hanyalah puasa Asyura' dengan satu hari sebelumnya atau juga dengan sehari sesudahnya. Waallahu-a'lam.

[Oleh Ustadz Abu Hamzah A. Hasan Bashori, Lc. M. Ag]

Etika Makelar/Ethics Brokers

Alhamdulillah, salawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga, dan sahabatnya.
Saudaraku, mungkin Anda merasa segan untuk terjun ke dunia bisnis. Banyak alasan yang mendasari keseganan Anda ini, di antaranya ialah karena faktor modal.

Saudaraku, besarkan harapan dan tidak perlu berkecil hati! Betapa banyak pengusaha sukses yang merintis kesuksesannya dari titik nol. Bila Anda bertanya kepada mereka, "Apa modal awal bisnis Anda?" Mereka hanya bisa menggelengkan kepala, sebagai ungkapan bahwa pada awalnya mereka tidak memiliki modal sepeser pun. Lalu, apa yang menjadikan mereka berani terjun ke dunia bisnis?
Ketauhilah, Saudaraku. Seringkali, yang menjadikan mereka bernyali besar sehingga menekuni dunia bisnis hanyalah kepercayaan diri. Mereka percaya bahwa mereka memiliki kemampuan dan merasa yakin bisa mendapatkan kepercayaan. Bila demikian adanya, maka apa yang menjadikan Anda segan untuk turut menekuni dunia bisnis? Bukankah Anda meyakini bahwa bisnis--alias perniagaan--adalah salah satu ladang rezeki yang terbaik? "Dari sahabat Rafi' bin Khadij, ia menuturkan, 'Dikatakan (kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam), 'Wahai Rasulullah, penghasilan apa yang paling baik?' Beliau menjawab, 'Hasil karya seseorang dengan tangannya sendiri dan setiap perniagaan yang baik.''" (HR. Ahmad, Ath-Thabrani, dan Al-Hakim; oleh Syeikh Al-Albani dinyatakan sebagai hadis sahih)

Saudaraku, banyak celah usaha terbuka lebar di depan Anda! Salah satunya ialah menjadi perantara--alias moderator--atau lebih akrab disebut "makelar".
Saudaraku, bila Anda telah menemukan celah ini dan Anda merasa cocok untuk memasukinya, maka alangkah baiknya bila terlebih dahulu mengetahui cara syariat agama memberi bantuan bagi Anda.

1. Jujur

Kejujuran adalah kepribadian yang seyogianya mendasari setiap aktivitas seorang muslim. Sahabat Sa'ad bin Abi Waqqas berkata, "Seorang muslim itu bisa saja memiliki tabiat pengkhianat dan pendusta." (HR. Al-Baihaqi)
Dalam dunia percaloan, betapa sering kita mendapatkan saudara-saudara kita melanggar prinsip ini. Ada yang mengaku sebagai pemilik barang, sehingga ia bernegosiasi dengan calon pembeli. Padahal, pemilik barang sesungguhnya tidak pernah memberi wewenang untuk mengadakan negosiasi atau akad penjualan. Ia hanya mendapatkan kepercayaan mencarikan calon pembeli atau calon penjual.
Di antara sikap mediator, yang nyata merusak kepribadiannya sebagai muslim, ialah menyalahi ketentuan harga jual yang diamanahkan kepadanya. Menaikkan harga jual tanpa persetujuan dari pemilik barang demi mengambil selisih harga jual lebih tinggi dari yang dijanjikan pemilik barang. Bisa saja, barang yang diamanahkan kepadanya itu tidak laku jual atau paling kurang tepat menemukan pembeli.

Pada suatu hari, sahabat Hakim bin Hizam--seorang pengusaha--bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang permasalahan yang sering dihadapinya, "Wahai Rasulullah, sebagian orang mendatangiku ingin membeli sesuatu yang tidak/belum aku miliki. Ia menginginkan agar aku terlebih dahulu membeli barang yang ia inginkan dari pasar, lalu aku menjualnya kembali kepadanya." Rasulullah menjawab, "Janganlah engkau menjual sesuatu yang tidak engkau miliki."(HR. Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasa'i, dan Ibnu Majah)

2. Perjelas hak Anda

Saudaraku, syariat Islam mengajarkan agar kita senantiasa menghormati kepemilikan hak-hak saudara kita. Oleh karena itu, penuhi prinsip perniagaan, mulai dari kejelasan status, hak, hingga kewajiban. Memperjelas hak dan kewajiban, sejak awal akad, menjadikan Anda tenang dan menjauhkan diri dari persengketaan. Ketahuilah, setiap akad atau transaksi, yang berpeluang menyulut persengketaan antara sesama muslim, biasanya diharamkan dalam Islam. Karenanya, sekali lagi, perjelaslah hak dan kewajiban Anda sebelum melangkah lebih jauh.
Inilah yang mendasari sahabat Umar bin Al-Khatthab untuk menyatakan, "Penentu hak adalah persyaratan." (HR. Ibnu Abi Syaibah dan Al-Baihaqi; oleh Al-Albani dinyatakan sebagai riwayat yang sahih)

Ketahuilah, Saudaraku! Hak Anda sebagai mediator hanyalah fee atau upah yang telah disepakati dengan pemberi amanah. Adapun selebihnya adalah hak pemilik amanah, bukan milik Anda. Karenanya, Anda berkewajiban untuk menghormati dan tidak sepantasnya melanggar hak saudara Anda tanpa izin dan keridhaan darinya.
"Tidaklah halal harta seorang muslim kecuali dengan dasar kerelaan jiwa darinya." (HR. Ahmad, Ad-Daraquthni, dan Al-Baihaqi; oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dan Al-Albani dinyatakan sebagai hadis sahih)
Pendek kata, sebesar apa pun hak yang telah dijanjikan oleh pemilik amanah dan telah Anda setujui, maka hanya itulah hak yang layak Anda tuntut dan wajib ia berikan. "Kaum muslimin senantiasa memenuhi persyaratan mereka." (HR. Abu Daud, Al-Hakim, dan Al-Baihaqi; oleh Al-Albani dinyatakan sebagai hadis sahih)

3. Hindarilah khianat terselubung

Di dunia ini, banyak orang bermuka dua; berkesan menolong atau belas kasihan, namun sesungguhnya menyimpan kebengisan. Karenanya, dalam dunia percaloan, Anda seringkali menemukan mediator yang terkesan berpihak kepada Anda, tapi tanpa Anda sadari--sebenarnya--ia sedang bersekongkol dengan penjual untuk mengeruk harta Anda.

Misalnya, bila Si A memiliki toko bahan bangunan, yang biasanya menjual genting seharga Rp 1.000,00 (seribu rupiah) per genting, tetapi karena Konsumen B datang ke toko tersebut dengan dibawa oleh Si C yang berprofesi sebagai tukang bangunan maka Si A menjual gentingnya kepada Si B seharga Rp 1.050,00 (seribu lima puluh rupiah) per genting, dengan perhitungan: Rp 1.000,00 adalah harga genting sebenarnya, dan Rp 50,00 adalah fee untuk C yang telah berjasa membawa konsumen ke toko Si A.

Saudaraku, bila Anda telah menemukan celah ini dan Anda merasa cocok untuk memasukinya, maka alangkah baiknya bila terlebih dahulu Anda mengetahui tuntunan syariat agama bagi Anda.

Sudah barang tentu, ketika A menaikkan harga penjualan dari Rp 1.000,00 menjadi Rp 1.050,00 dengan perhitungan seperti di atas, tanpa sepengetahuan B. Pada kasus seperti ini B dirugikan, karena ia dibebani Rp 50,00 sebagai fee untuk C, tanpa ada kesepakatan terlebih dahulu. Padahal biasanya, si C telah mendapatkan fee dari si B yang setimpal atas jasanya memilihkan toko dan barang yang dibeli.
Sikap seperti ini tentu bertentangan dengan firman Allah ta'ala,


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ

"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku suka-sama-suka di antara kamu." (QS. An-Nisa:29)

Juga bertentangan dengan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, "Tidak boleh melakukan tindakan yang dapat menimbulkan kerugian pada orang lain, juga tidak dibenarkan membalas dengan yang melebihi perbuatan. Barang siapa yang melakukan perbuatan yang merugikan orang lain, niscaya Allah timpakan kerugian kepadanya. Barang siapa yang melakukan perbuatan yang menyusahkan orang lain, niscaya Allah menimpakan kesusahan kepadanya." (HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi)

Bila pemilik toko memberi fee kepada Si C tanpa menaikkan harga jual maka itu tidak salah. Atau, sebelumnya pemilik toko memberitahukan kepada pembeli bahwa harga genting ditambah fee yang akan deberikan kepada mediator, dan ternyata pembeli mengizinkan, maka ini dibenarkan. [Oleh: Ustdaz Dr. Muhammad Arifin Badri.]

Pedang-Pedang Rosulullah yang Mengagumkan/Swords of Awesome Rosulullah



1. Al Ma’thur
Pedang yang dimiliki oleh Nabi Muhammad SAW sebelum menerima wahyu yang pertama di Mekah. Pedang ini diberi oleh ayahanda beliau, dan dibawa waktu hijrah dari Mekah ke Medinah sampai akhirnya diberikan bersama-sama dengan peralatan perang lain kepada Ali bin Abi Thalib.

Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade dengan panjang 99 cm. Pegangannya terbuat dari emas dengan bentuk berupa 2 ular dengan berlapiskan emeralds dan pirus. Dekat dengan pegangan itu terdapat Kufic ukiran tulisan Arab berbunyi: ‘Abdallah bin Abd al-Mutalib’

2. Al Adb
Al-’Adb, nama pedang ini, berarti ‘memotong’ atau ‘tajam.’ Pedang ini dikirim ke para sahabat Nabi Muhammad SAW sesaat sebelum Perang Badar. Beliau menggunakan pedang ini di Perang Uhud dan pengikut-pengikutnnya menggunakan pedang ini untuk menunjukkan kesetiaan kepada Nabi Muhammad SAW. Sekarang pedang ini berada di masjid Husain di Kairo Mesir.

3. Dhu Al Faqar

Sebuah pedang Nabi Muhammad SAW sebagai hasil rampasan pada waktu perang Badr. Dan dilaporkan bahwa Nabi Muhammad SAW memberikan pedang ini kepada Ali bin Abi Thalib, yang kemudian Ali mengembalikannya ketika Perang Uhud dengan bersimbah darah dari tangan dan bahunya, dengan membawa Dhu Al Faqar di tangannya. Banyak sumber mengatakan bahwa pedang ini milik Ali Bin Abi Thalib dan keluarga. Berbentuk blade dengan dua mata.

4. Al Battar

Battar adalah sebuah pedang Nabi Muhammad SAW sebagai hasil rampasan dari Banu Qaynaqa. Pedang ini disebut sebagai ‘Pedangnya para nabi‘, dan di dalam pedang ini terdapat ukiran tulisan Arab yang berbunyi : ‘Nabi Daud AS, Nabi Sulaiman AS, Nabi Musa AS, Nabi Harun AS, Nabi Yusuf AS, Nabi Zakaria AS, Nabi Yahya AS, Nabi Isa AS, Nabi Muhammad SAW’. Di dalamnya juga terdapat gambar Nabi Daud AS ketika memotong kepala dari Goliath, orang yang memiliki pedang ini pada awalnya.

Di pedang ini juga terdapat tulisan yang diidentifikasi sebagai tulisan Nabataean. Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade dengan panjang 101 cm. Dikabarkan bahwa ini adalah pedang yang akan digunakan Nabi Isa AS kelak ketika beliau turun ke bumi kembali untuk mengalahkan Dajjal.

5. Hatf

Sebuah pedang Nabi Muhammad SAW sebagai hasil rampasan dari Banu Qaynaqa. Dikisahkan bahwa Nabi Daud AS mengambil pedang ‘Al Battar’ dari Goliath sebagai rampasan ketika beliau mengalahkan Goliath tersebut pada saat umurnya 20 tahun. Allah SWT memberi kemampuan kepada Nabi Daud AS untuk ‘bekerja’ dengan besi, membuat baju baja, senjata dan alat perang, dan beliau juga membuat senjatanya sendiri.
Dan Hatf adalah salah satu buatannya, menyerupai Al Battar tetapi lebih besar dari itu. Beliau menggunakan pedang ini yang kemudian disimpan oleh suku Levita (suku yang menyimpan senjata-senjata barang Israel) dan akhirnya sampai ke tangan Nabi Muhammad SAW. Sekarang pedang ini berada di Musemum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade, dengan panjang 112 cm dan lebar 8 cm.

6. Al Mikhdam

bahwa pedang ini berasal dari Nabi Muhammad SAW yang kemudian diberikan kepada Ali bin Abi Thalib dan diteruskan ke anak-anaknya Ali. Tapi ada kabar lain bahwa pedang ini berasal dari Ali bin Abi Thalib sebagai hasil rampasan pada serangan yang beliau pimpin di Syria. Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade dengan panjang 97 cm, dan mempunyai ukiran tulisan Arab yang berbunyi: ‘Zayn al-Din al-Abidin’.<

7. Al Rasub

pedang ini dijaga di rumah Nabi Muhammad SAW oleh keluarga dan sanak saudaranya seperti layaknya bahtera (Ark) yang disimpan oleh bangsa Israel.
Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade dengan panjang 140 cm, mempunyai bulatan emas yang didalamnya terdapat ukiran tulisan Arab yang berbunyi: ‘Ja’far al-Sadiq’.

8. Al Qadib:

Al-Qadib berbentuk blade tipis sehingga bisa dikatakan mirip dengan tongkat. Ini adalah pedang untuk pertahanan ketika bepergian, tetapi tidak digunakan untuk peperangan. Ditulis di samping pedang berupa ukiran perak yang berbunyi syahadat: “Tidak ada Tuhan selain Allah, Muhammad Rasul Allah – Muhammad bin Abdallah bin Abd al-Mutalib.” Tidak ada indikasi dalam sumber sejarah bahwa pedang ini telah digunakan dalam peperangan. Pedang ini berada di rumah Nabi Muhammad SAW dan kemudian hanya digunakan oleh khalifah Fatimid.

Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Panjangnya adalah 100 cm dan memiliki sarung berupa kulit hewan yang dicelup.

9. Qal’a:

Pedang ini dikenal sebagai “Qal’i” atau “Qul’ay.” Nama yang mungkin berhubungan dengan tempat di Syria atau tempat di dekat India Cina. Ulama negara lain bahwa kata “qal’i” merujuk kepada “timah” atau “timah putih” yang di tambang berbagai lokasi. Pedang ini adalah salah satu dari tiga pedang Nabi Muhammad SAW yang diperoleh sebagai rampasan dari Bani Qaynaqa. Ada juga yang melaporkan bahwa kakek Nabi Muhammad SAW menemukan pedang ini ketika beliau menemukan air Zamzam di Mekah.

Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade dengan panjang 100 cm. Didalamnya terdapat ukiran bahasa Arab berbunyi: “Ini adalah pedang mulia dari rumah Nabi Muhammad SAW, Rasul Allah.” Pedang ini berbeda dari yang lain karena pedang ini mempunyai desain berbentuk gelombang.

Surat Nabi Muhammad SAW Untuk Para Raja/Letter of the Prophet Muhammad To The King

Setelah Perjanjian Hudaibiyyah Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam memiliki kesempatan untuk berdakwah yang lebih luas. Beliau mengirimkan banyak surat kepada pembesar di berbagai negeri menyeru mereka kepada Islam. Berikut ini adalah kisah tiga orang raja yang berbeda reaksinya ketika menerima surat dari Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam. Perbedaan reaksi ini berakibat pada perbedaan nasib yang mereka alami.
1- Surat Nabi saw untuk Raja Negus (Penguasa Ethiopia)

Isi surat:
Dari Muhammad utusan Islam untuk An-Najasyi, penguasa Abyssinia (Ethiopia).
Salam bagimu, sesungguhnya aku bersyukur kepada Allah yang tidak ada Tuhan kecuali Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, dan aku bersaksi bahwa Isa putra Maryam adalah ruh dari Allah yang diciptakan dengan kalimat Nya yang disampaikan Nya kepada Maryam yang terpilih, baik dan terpelihara. Maka ia hamil kemudian diciptakan Isa dengan tiupan ruh dari-Nya sebagaimana diciptakan Adam dari tanah dengan tangan Nya. Sesungguhnya aku mengajakmu ke jalan Allah. Dan aku telah sampaikan dan menasihatimu maka terimalah nasihatku. Dan salam bagi yang mengikuti petunjuk.

Ketika Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam menulis surat kepada An-Najasyi yakni Ashhamah bin Al-Abjar dan menyerunya kepada Islam. Raja An-Najasyi mengambil surat itu, beliau lalu meletakkan ke wajahnya dan turun dari singgasana. Beliaupun masuk Islam melalui Ja’far bin Abi Tholib radiyallahu ‘anhu.

Beliau lalu mengirimkan surat kepada Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam dan menyebutkan tentang keislamannya.

Raja An-Najasyi akhirnya meninggal dunia pada bulan Rajab tahun ke-9 Hijriyyah. Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam memberitakan hal itu pada hari wafatnya lalu melakukan shalat ghaib untuknya. Beliau juga mengabarkan bahwa Raja An-Najasyi kelak akan masuk surga.

2- Surat Nabi saw untuk Raja Heraclius (Kaisar Romawi)

Isi surat:
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad utusan Allah untuk Heraclius Kaisar Romawi yang agung.
Salam bagi siapa yang mengikuti petunjuk. Salain dari pada itu, sesungguhnya aku mengajak kamu untuk memeluk Islam. Masuklah kamu ke agama Islam maka kamu akan selamat dan peluklah agama Islam maka Allah memberikan pahalah bagimu dua kali dan jika kamu berpaling maka kamu akan menanggung dosa orang orang Romawi. “Katakanlah: Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”. Al-Imron 64

Ketika Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam mengirim surat kepada Kaisar Heraklius dan menyerukan kepada Islam. Pada waktu itu Kaisar sedang merayakan kemenangannya atas Negeri Persia.

Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam telah mengirim Dihyah bin Khalifah Al-Kalby sebagai utusan kepada Kaisar Heraklius penguasa Kekaisaran Romawi, negara adi daya pada masa itu. Sang Kaisar pun berkeinginan untuk melakukan penelitian guna memeriksa kebenaran kenabian Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam. Maka beliau memerintahkan untuk mendatangkan seseorang dari Bangsa Arab ke hadapannya.

Abu Sufyan rodhiyaullahu ‘anhu, waktu itu masih kafir, dan rombongannya segera dihadirkan di hadapan Kaisar. Beliau diminta berdiri paling depan sebagai juru bicara karena memiliki nasab yang paling dekat dengan Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam. Rombongan yang lain berdiri di belakangnya sebagai saksi, sehingga beliau tidak berani berbohong. Itulah strategi Kaisar untuk mendapatkan keterangan yang valid.

Maka berlangsunglah dialog yang panjang antara Kaisar dengan Abu Sufyan rodhiyaullahu ‘anhu. Kaisar Heraklius adalah seorang yang cerdas dengan pengetahuan yang luas. (Baca: Dialog Dengan Raja Heraclius Dan Pengakuannya => Cari disitus ini menggunakan fitur pencarian Diatas)

Dengan kecerdasan dan keluasan ilmunya Kaisar bisa mengetahui kebenaran kenabian Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam. Bahkan Kaisar menyatakan :
“Dia (maksudnya Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam) kelak akan mampu menguasai wilayah yang dipijak oleh kedua kakiku ini.” Sedang saat itu Kaisar sedang dalam perjalanan menuju Baitul Maqdis.

Kaisar lalu memuliakan Dihyah bin Khalifah Al-Kalby dengan menghadiahkan sejumlah harta dan pakaian. Kaisar memuliakan surat dari Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam namun masih lebih mencintai tahtanya. Akibatnya adalah di dunia Allah Subhanahu wa Ta’ala memanjangkan kekuasaannya. Namun dia harus mempertanggungjawabkan kekafirannya di akhirat kelak.

3- Surat Nabi saw untuk Raja Khosrau II (Penguasa Persia)

Isi surat:
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad utusan Allah untuk Khosrau, penguasa Persia yang agung.
Salam bagi orang yang mengikuti petunjuk, beriman kepada Allah dan RasulNya, dan bagi orang yang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah, Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan bagi yang bersaksi bawha Muhammad itu hamba Nya dan utusan Nya. Aku mengajakmu kepada panggilan Allah sesungguhnya aku adalah utusan Allah bagi seluruh manusia supaya aku memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya) dan supaya pastilah (ketetapan azab) terhadap orang-orang kafir. Peluklah agama Islam maka kamu akan selamat. Jika kamu menolak maka kamu akan menanggung dosa orang orang Majusi.

Ketika Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam mengirim surat kepada Kisra Abrawaiz raja dari Negeri Persia dan menyerunya kepada Islam. Namun ketika surat itu dibacakan kepada Kisra, iapun merobeknya sambil berkata, ”Budak rendahan dari rakyatku menuliskan namanya mendahuluiku.

Ketika berita tersebut sampai kepada Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam, beliaupun mengatakan, ”Semoga Allah mencabik-cabik kerajaannya.”

Doa tersebut dikabulkan. Persia akhirnya kalah dalam perang menghadapi Romawi dengan kekalahan yang menyakitkan. Kemudian iapun digulingkan oleh anaknya sendiri yakni Syirawaih. Ia dibunuh dan dirampas kekuasaannya.

Seterusnya kerajaan itu kian tercabik-cabik dan hancur sampai akhirnya ditaklukkan oleh pasukan Islam pada jaman Khalifah Umar bin Khaththab radiyallahu ‘anhu hingga tidak bisa lagi berdiri. Selain itu Kisra masih harus mempertanggung-jawabkan kekafirannya di akhirat kelak.

Siapakah Ulama? / Who cleric?

سم الله الرحمن الرحيم.
Orang yang paling takut kepada Allah adalah para ulama…
Ibarat lentera di tengah kegelapan malam, cahayanya sebagai penerang jalan, sehingga akan menghantarkan seseorang menuju keselamatan hingga tujuan. Namun jika cahayanya padam maka akan menjerumuskan seseorang terperosok ke dalam lubang, itulah ulama panutan umat…

Ulama merupakan orang yang telah Allah pilih sebagai penerus risalah nubuwah, mereka adalah pewaris para nabi yang akan membimbing umat menuju cahaya Allah. Rasulullah saw bersabda,

إِنَّ العُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ إِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوْا دِيْنَاراً وَلَا دِرْهَماً إِنَّمَا وَرَّثُوْا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ

“Ulama adalah pewaris para nabi, sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, akan tetapi mereka mewariskan ilmu. Barang siapa yang mengambilnya, maka ia sungguh telah mengambil bagian yang melimpah.” (HR. Tirmidzi)

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Ini adalah kedudukan yang paling agung bagi orang yang berilmu. Para nabi adalah sebaik-baik hamba Allah, mereka mewariskan warisannya kepada generasi mereka, dan setiap yang diwariskan akan pindah kepada ahli waris, dan mereka adalah yang menempati kedudukan mereka (para nabi), tidak ada orang yang menduduki kedudukan para nabi kecuali para ulama. Maka mereka lebih berhak untuk mendapatkan warisan para nabi”.

Para salaf dalam mendudukkan para ulama dan masayikh sebagaimana penghormatan mereka kepada Rasulullah saw karena mereka adalah pewaris nabi, yaitu yang mewarisi ilmu dan sunnahnya.
Memang saat ini, banyak umat muslim yang terjebak dalam suatu kesalahan, yaitu antara ifroth (berlebihan) terhadap mereka sehingga tanpa sadar menyeretnya ke dalam kesyirikan, atau terlalu tafrith (meremehkan), sehingga menyebabkan enggan bahkan menolak kebenaran yang datang kepadanya.

Fenomena yang terjadi di masyarakat pada umumnya, mereka memandang bahwa orang yang kerap naik mimbar, sering ceramah, selalu menggunakan kopiah atau surban di kepalanya mereka itulah yang dianggap sebagai ulama, meskipun tidak jarang di antara mereka yang masih jauh dari nilai-nilai islam.
Tidakkah kita ingat perkataan Ibnu Mas’ud bahwa tidaklah dikatakan alim (berilmu) itu dengan banyaknya hafalan hadits, tetapi orang alim adalah yang khosyah-(rasa takut) nya kepada Allah tinggi.

Dr. Nasir bin Abdul Karim berkata, “Ulama adalah orang-orang yang mengetahui sekaligus memahami syariat Allah dan mengamalkannya, mereka mengikuti petunjuk al-qur’an dan as-sunnah serta salafus shalih”.

Antara Ulama Akherat dan Ulama Su’
Ulama adalah pewaris para nabi, tempat rujukan penyelesaian probematika umat serta sebagai tempat untuk menimba ilmu. Oleh karenanya seharusnya kita selektif dan berhati-hati dalam memilih mereka untuk kita jadikan rujukan dan tempat menimba ilmu. Karena tidak semua ulama itu memiliki orientasi akherat untuk memperoleh ridho Allah ta’ala. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang mengejar kemegahan dunia serta kedudukan di hadapan manusia, sehingga rela menjual ilmu mereka dengan harga yang murah. Mereka itulah kategori ulama su’ yang mesti kita jauhi.
Al-’Alamah Ibnul Qayyim berkata, “Ulama su’ duduk di pintu-pintu jannah menyeru manusia dengan lisan lisan mereka dan menyeru manusia ke neraka dengan perbuatannya”.
Sedangkan ulama akherat adalah mereka yang tidak silau dengan gemerlapnya dunia, yang mereka harapkan hanyalah ridho Allah semata. Mereka adalah yang senantiasa ikhlas dalam berdakwah, hati-hati dalam berfatwa, mengamalkan ilmunya, zuhud terhadap dunia, tawadu’ serta tinggi khosyahnya kepada Allah ta’ala.

Lalu bagaimana sikap kita sebagai seorang muslim dalam menghadapi golongan yang berani mengacuhkan para ulama? Pengacuhan terhadap para ulama sama saja dengan perremehan. Padahal, Setiap tafrith (peremehan) terhadap ulama berarti tafrith terhadap Rasulullah saw. Bukankah telah datang firman Allah ta’ala yang mengharamkan sikap peremehan terhadap harga diri dan martabat manusia secara umum, apalagi terhadap ulama dan Allah mengancam mereka dengan ancaman yang sangat keras. Rasulullah Saw bersabda;

مَنْ عَادَ لِيْ وَلِيّاً فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ

“Barang siapa memusuhi waliku, maka sesungguhnya Aku telah mengumumkan perang dengannya”. (HR. Bukhari).

Ibnu Abbas berkata, “Barang siapa yang menyakiti ulama, maka sesungguhnya ia telah menyakiti Rasulullah saw dan barang siapa yang menyakiti Rasulullah saw maka sesungguhnya ia telah menyakiti Allah Ta’ala.”

Generasi salaf telah mencontohkan bagaimana bentuk hormat terhadap para ulama, namun fenomena yang terjadi hari ini berbeda jauh sekali, di mana banyak ulama yang masih hanif (lurus) -insya Allah- tidak lepas dari celaan dan dihujat serta dicap dengan sesuatu yang tidak semestinya. Dan yang membuat hati miris, ternyata hujatan dan celaan tersebut keluar dari lisan golongan tertentu tanpa merasa bersalah apalagi berdosa. Mereka dengan enteng menghujat para ulama hanya karena bukan satu golongan. Mereka menganggap bahwa kebenaran hanyalah milik golongannya saja, sedangkan selain mereka adalah golongan yang sesat yang pantas untuk dihujat Sehingga pada akhirnya mereka terjebak dalam ashobiyah (fanatisme) golongan.

Memang, zaman modern saat ini kerap merubah cara fikir atau cara pandang seseorang. Muslim sekalipun. Semakin maju suatu zaman, menandakan semakin maju pula cara fikir sesorang didalamnya. Namun disini, rasanya perlu ditekankan, bahwa ajaran syariat islam tak berubah meski seiring berkembangnya zaman. Tapi justru seharusnya, perubahan zaman yang seperti apapunlah yang harus tetap berpegang pada ajaran syariat islam yang bersumber dari Allah dan RasulNya.
Rasul Saw. bersabda : “Sesungguhnya Allah Swt. tidak mencabut ilmu pengetahuan sekaligus sebagaimana mencabut nyawa manusia, tetapi mencabutnya dengan mewafatkan para ulama, sehingga apabila tidak ada lagi orang lain, maka umat manusia akan memilih pemimpin-pemimpin yang bodoh, ketika mereka ditanya, maka mereka memberi fatwa tanpa ilmu pengetahuan lalu mereka sesat menyesatkan. (HR. Bukhari Muslim).
Dan ini merupakan salah satu tanda akhir zaman,
Disinilah perlunya suatu pendekatan dakwah. Mengingatkan dan mengajak pada kebaikan. Memberikan kabar pada mereka betapa pentingnya peran ulama. Mengingatkan, bahwa mereka adalah pewaris para nabi, yang mewarisi ilmu dan sunahnya. Karena semaju apapun zaman, tak akan pernah bisa lepas dari peran para ulama.
Jika mereka,-golongan yang berani mengacuhkan para ulama-, mengaku beriman kepada Allah dan RasulNya, taat pada perintahNya, mencintai Mereka, bagaimana mungkin mereka akan mengacuhkan para pewaris Nabi tersebut?
Dan Jika mereka menolak, dengan tetap tidak mengeksistansikan peran para ulama dan mengacuhkan mereka, maka tinggalkan! Rasul sendiri pun telah menyatakan perang pada kalangan yang memusuhi para walinya. Atau cukup adukan pada Allah SWT karena Rasulullah saw telah bersabda
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ

“Barang siapa dari kalian melihat kemungkaran maka hendaklah merubahnya dengan tangannya, jika ia tidak mampu maka dengan lisannya dan jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan itulah selemah-lemahnya iman.” [HR Muslim dalam shohihnya. kitab Al Iman no 49]

“Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh serta nasehat-menasehati dengan kebenaran dan dengan kesabaran” QS 103 (Al Ashr): 1-3.

Wallahua’lam
Powered By Blogger

Entri Populer