Cerita Saya

Foto saya
Selalu belajar dan mencari ilmu yang berguna/bermanfaat untuk pribadi dan masyarakat.

Rabu, 15 Mei 2013

Strategi perang musuh Islam dalam media massa




(Arrahmah.com) - Konfrontasi antara Front  Iman dan Kafir saat ini menjadi hebat dan memanas. Tidak sedikit yang terbunuh atau terluka, banyak tanah yang diporak-porandakan. Akan tetapi peperangan tidak cukup hanya sebatas senjata api dan peluru, tank, pesawat dan senjata artileri. Mesin propaganda pada saat-saat pertempuran juga sangat sibuk bertarung pada sebuah peperangan psikologi, disetujui oleh partai-partai politik serta organisasi-organisasi yang tidak menginginkan Syari’at Allah diberlakukan. Mereka telah menyebar banyak kebohongan, penyelewengan, pembunuhan karakter bertujuan untuk menimbulkan efek terhadap opini publik (baca:masyarakat) dan menanamkan sebuah imej di dalam benak pikiran masyarakat untuk membantu mereka mencapai sasaran militer. Sasaran mereka adalah memalingkan massa dalam rangka untuk meraih tujuan mereka.
Kelompok dan organisasi tersebut menargetkan untuk memalingkan masyarakat Islam yang mendukung Mujahidin dan memisahkan darinya. Mereka mengetahuinya karena tujuan mereka ditentang oleh umat Islam, mereka harus mengubah realita yang terjadi dan menggunakan tipu daya setan untuk membuat manusia menjadi terpesona terhadap perkataan mereka.
Kebijaksanaan media dalam menyimpangkan massa terdiri atas tiga dasar.
  1. Penyimpangan media
  2. Propaganda
  3. Perang psikologi
Front non-Islam telah mengadopsi ketiga dasar diatas sebagai kebijakan media mereka dalam menjalankan penyimpangan agar masyarakat berdiri bersama mereka atau memalingkan masyarakat dari Tauhid dan Jihad.
‘Kontraterorisme global’, sebut saja begitu, sedang marak-maraknya pemberitaan baik secara lokal (regional) maupun global (internasional). Tidak lain dan tidak bukan, memerangi setiap individu umat Islam yang ingin menegakkan Islam secara global dan universal, di belahan bumi manapun mereka berada.
Dalam memerangi Islam serta kaum Muslimin, musuh Islam memerangi al-haq dengan segala cara, daya dan upaya. Media merupakan salah satu darinya.
Tidak hanya di luar negeri, startegi perang ini juga digunakan oleh beberapa media yang ada di Nusantara kita. Baik media cetak maupun televisi, tatkala memberitakan seputar “terorisme”, kandungannya akan mengarah kepada perpecahan umat Islam. Akibatnya, hilanglah dukungan Umat kepada Mujahidin.
Tulisan ini hadir guna penyadaran bagi segenap umat Islam, awam maupun ahlul ‘ilmy, setidaknya bisa menyaring sebuah pemberitaan yang miring, lebih baiknya jika kita bisa memunculkan sebuah counter-release (penyiaran balik) kepada segenap berita miring yang ada, dan merilis berita yang murni melalui media-media Islam yang berkomitmen dengan kesungguhan pada satu tujuan; menolong kesuksesan Islam dan Muslimin.
1. Distorsi (Penyelewengan Berita)
Distorsi atau penyelewengan media berarti mentransferkan informasi yang tidak sesuai dengan kebenaran dan perkara yang dibuat-buat, realita atau perspektif (buram), menghilangkan kata-kata dan perkara untuk membisikkan dan bermain di dalam pikiran masyarakat.
Ini dikenal sebagai at-tahriif di dalam Al-quran. Yaitu mengeluarkan sesuatu dari langkah yang benar dan semestinya, Allah SWT berfirman,
أَفَتَطْمَعُونَ أَنْ يُؤْمِنُوا لَكُمْ وَقَدْ كَانَ فَرِيقٌ مِنْهُمْ يَسْمَعُونَ كَلَامَ اللَّهِ
ثُمَّ يُحَرِّفُونَهُ مِنْ بَعْدِ مَا عَقَلُوهُ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
“Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui? (QS Al-Baqarah:75)
2. ‘Media Blackout’Pemadaman Media
Cara lain distorsi yang dilakukan mereka terhadap media, adalah dengan mengabaikan atau menyembunyikan informasi supaya masyarakat kesulitan memperoleh suatu informasi.
Terkadang mereka tidak mau mengakui korban, ini lah mengapa kita menemukan dalam banyak kasus dalam beberapa operasi yang dilancarkan oleh Mujahidin, dan berita tentang ini keluar dari medan pertempuran atau bahkan video-video dan bukti tentangnya, akan tetapi kita tidak dapat memperoleh berita apaupun tentangnya di mainstream media (lalu-lintas media, red) seakan-akan ia tidak pernah terjadi.
3. Meragukan kekuatan yang dimiliki para Mujahidin
Bilamana mereka memberitakan atau di paksa untuk meliput berita seputar Mujahidin, mereka selalu memberikan citra keraguan serta pengabaian kepada Mujahidin, mereka akan menggunakan kata seperti fundamentalis, keterbelakangan dalam memahami Islam, pemberontak, kelompok minoritas dll.
4. Melebih-lebihkan Kekuatan Barat dari Kenyataannya
Pada waktu yang sama juga mereka akan berusaha untuk memberikan citra bahwa kemampuan dan kekuatan mereka unggul dan tidak dapat ditembus.
Mereka akan mengulang-ulang berbicara tentang kemajuan teknologi dan persenjataan, meskipun tidak realita dan tidak efektif.
Mereka menggambarkan seakan-akan senjata mereka mampu menghancurkan segala sesuatu dari prajurit hingga pergunungan, walaupun tidak ada yang semisal itu.
Mereka impikan untuk menyebar ketakutakan di dalam hati musuh-musuh mereka.
Sebagai gambaran, mereka akan memberikan pernyataan bahwa mereka akan menggunakan taktik besar yang terkendali dan persenjataan berat untuk menyebarkan ketakutan dan memprovokasi musuh, menunggu respon balik dari musuh berikut keaneka ragamnya- ini juga membuka peluang mereka untuk memperoleh informasi dan intelijen seputar musuh mereka.
5. ‘Chinese Whispers’ (Penghasutan)
Terkadang, mereka menggunakan beberapa slentingan atau informasi dalam rangka untuk memprovokasi rasa penasaran (keingin tahuan) musuh dan menghasut mereka untuk melakukan penyelidikan dan investigasi pada sebuah kejadian yang semenjak awalnya sudah tidak valid, secara alami, rasa keingin-tahuan masyarakat justru membantu sekaligus membesar-besarkan propaganda buat mereka.
6. Pengulangan sebuah Berita
Mereka juga akan menggunakan taktik pengulangan sebuah kedustaan yang sama berualang kali, diputar kembali setiap hari hingga beberapa kali dalam sehari. Mereka akan kembali kepada kobohongan yang sama pada setiap kesempatan guna memberikan citra seakan-akan mereka telah menemukan lebih banyak bukti, atau peristiwa baru yang memperkuat kebongan mereka yang lalu dalam sebuah kasus. Akibatnya, berita-berita akan melekat di dalam benak masyarakat dan membuat mereka merasakan seakan-akan berita tersebut mengandung kebenaran.
7. Sarkasme dalam pemberitaan
Meraka akan selalu berbica topik perihal mujahidin dengan cara memojokkan dan meremehkan; memberikan julukan jelek, meremehkan kepercayaan, kemampuan serta tuntutan mereka, berusaha untuk mempermalukan dan disebarkan/ membentuk sebuah kesalahan pada karakter, kepercayaan serta julukan.
8. Tuduhan Palsu
Terkadang, musuh Islam melancarkan operasi dan bertindak kekerasan yang sangat keji. Biasanya tehadap wanita dan anak-anak serta golongan tertentu kemudian ditimpakan kesalahan pada Mujahidin, menggunakan kesempatan dalam sebuah pembentukan imej yang keliru di dalam benak masyarakat dan mendorong terjadinya sebuah perpecahan dan musuh baru yang akan menghadapi para Mujahid.
9. Rekrutmen Munafikin
Mereka gemar menyebarkan berita, komentar serta informasi dari golongan dan kelompok yang tampangnya seperti Mujahidin pada kulitnya, bahasanya, bahkan agamanya, tetapi mereka mendukung agenda pemerintahan. Penggunaan orang semacam itu, yang mendukung pemerintahan dan memiliki kedongkolan hati terhadap Mujahidin, menyebarkan perkataan mereka yang di pemerintahan, meninggikan pandangan masyarakat terhadap pemerintah dan memberikan kedudukan, merujuk dan dan memberikan reputasi serta merekrut mereka sebagai pemimpin sebuah komunitas serta memberikan citra seakan-akan masyarakat sedang berhadap-hadapan melawan Mujahidin sehingga tidak ada yang mendukung mereka kecuali sedikit.
Akibatnya, golongan dan golongan semisal akan membentuk serta menyebarkan kebohongan dengan kedok kebebasan berekspresi, justru hal ini memuluskan media untuk menyebar kedustaan atau berlepas tangan bila diperlukan untuk tampil netral dan mandiri.
10. Antara Ulama Su’ (jahat) dan yang Ikhlash
Mereka akan menggunakan metode ini dengan cara yang sangat sistematis dan terencana, terkadang dengan penyerangan secara kasar dan kejam, terkadang pula membai-buta tanpa alasan yang jelas. Di lain waktu, mereka akan berpura-pura membela Islam dan lainnya, beriringan memperkuat pertahanan dengan menggunakan idea yang menyimpang dari agama Islam. Sebuah permisalan, perkataan mereka (yang mengandung racun), “Islam bukan bukan barbar dan tidak kejam sama sekali, akan tetapi para Mujahid telah membajak Islam yang hakekatnya damai serta menolak kekejaman dan Jihad.”
11. Penggunaan Istilah-istilah Ilmiah
Mereka akan menggunakan beberapa istilah ilmiah ‘yang dipaksakan’ untuk memberikan kesan kepada masyarakat sekaligus memberikan citra bahwa mereka telah meneliti dan menemukan sesuatu yang orang awam tidak dapat memahami atau menalar, sebaliknya menunjukkan atas ketiadaan bukti atau sesuatu yang logis. (lasdipo/Izharudeen/arrahmah.com)
- See more at: http://www.arrahmah.com/rubrik/strategi-perang-musuh-islam-dalam-media-massa.html#sthash.CGxnDcet.dpuf

Perang Salib; Bagaimana Permulaan & Akhirnya


SAMPAI abad ke-11 M, di bawah pemerintahan kaum Muslimin, Palestina merupakan kawasan yang tertib dan damai. Orang-orang Yahudi, Nasrani, dan Islam hidup bersama. Kondisi ini tercipta sejak masa Khalifah Umar bin Khattab (638 M) yang berhasil merebut daerah ini dari kekaisaran Byzantium (Romawi Timur). Namun kedamaian itu seolah lenyap ditelan bumi begitu Tentara Salib datang melakukan invasi.
Ceritanya bermula ketika orang-orang kekhalifahan Turki Utsmani merebut Anatolia (Asia Kecil, sekarang termasuk wilayah Turki) dari kekuasaan Alexius I. Petinggi kaum Kristen itu segera minta tolong kepada Paus Urbanus II, guna merebut kembali wilayah itu dari cengkeraman kaum yang mereka sebut “orang kafir”.
Paus Urbanus II segera memutuskan untuk mengadakan ekspedisi besar-besaran yang ambisius (27 November 1095). Tekad itu makin membara setelah Paus menerima laporan bahwa Khalifah Abdul Hakim-yang menguasai Palestina saat itu-menaikkan pajak ziarah ke Palestina bagi orang-orang Kristen Eropa. “Ini perampokan! Oleh karena itu, tanah suci Palestina harus direbut kembali,” kata Paus.
Perang melawan kaum Muslimin diumumkan secara resmi pada tahun 1096 oleh Takhta Suci Roma. Paus juga mengirim surat ke semua raja di seluruh Eropa untuk ikut serta. Mereka dijanjikan kejayaan, kesejahteraan, emas, dan tanah di Palestina, serta surga bagi para ksatria yang mau berperang.
Paus juga meminta anggota Konsili Clermont di Prancis Selatan-terdiri atas para uskup, kepala biara, bangsawan, ksatria, dan rakyat sipil-untuk memberikan bantuan. Paus menyerukan agar bangsa Eropa yang bertikai segera bersatu padu untuk mengambil alih tanah suci Palestina. Hadirin menjawab dengan antusias, “Deus Vult!” (Tuhan menghendakinya!)
Dari pertemuan terbuka itu ditetapkan juga bahwa mereka akan pergi perang dengan memakai salib di pundak dan baju. Dari sinilah bermula sebutan Perang Salib (Crusade). Paus sendiri menyatakan ekspedisi ini sebagai “Perang Demi Salib” untuk merebut tanah suci.
Mobilisasi massa Paus menghasilkan sekitar 100.000 serdadu siap tempur. Anak-anak muda, bangsawan, petani, kaya dan miskin memenuhi panggilan Paus. Peter The Hermit dan Walter memimpin kaum miskin dan petani. Namun mereka dihancurkan oleh Pasukan Turki suku Seljuk di medan pertempuran Anatolia ketika perjalanan menuju Baitul Maqdis (Yerusalem).
Tentara Salib yang utama berasal dari Prancis, Jerman, dan Normandia (Prancis Selatan). Mereka dikomandani oleh Godfrey dan Raymond (dari Prancis), Bohemond dan Tancred (keduanya orang Normandia), dan Robert Baldwin dari Flanders (Belgia). Pasukan ini berhasil menaklukkan kaum Muslimin di medan perang Antakiyah (Syria) pada tanggal 3 Juni 1098.
Sepanjang perjalanan menuju Palestina, Tentara Salib membantai orang-orang Islam. Tentara Jerman juga membunuhi orang-orang Yahudi. Rombongan besar ini akhirnya sampai di Baitul Maqdis pada tahun 1099. Mereka langsung melancarkan pengepungan, dan tak lupa melakukan pembantaian. Sekitar lima minggu kemudian, tepatnya 15 Juli 1099, mereka berhasil merebut Baitul Maqdis dari tangan kaum Muslimin. Kota ini akhirnya dijadikan ibukota Kerajaan Katolik yang terbentang dari Palestina hingga Antakiyah.
Sejarawan Inggris, Karen Armstrong, menggambarkan, pada tanggal 2 Oktober 1187, Shalahuddin Al Ayyubi dan tentaranya memasuki Baitul Maqdis sebagai penakluk yang berpegang teguh pada ajaran Islam yang mulia. Tidak ada dendam untuk membalas pembantaian tahun 1099, seperti yang dianjurkan Al-Qur`an dalam surat An-Nahl ayat 127: “Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaran itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan.”
Permusuhan dihentikan dan Shalahuddin menghentikan pembunuhan. Ini sesuai dengan firman dalam Al-Qur`an: “Dan perangilah mereka sehingga tidak ada fitnah lagi dan agama itu hanya untuk Allah. Jika mereka berhenti (memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan lagi, kecuali terhadap orang-orang yang zhalim.” (Al-Baqarah: 193)
Tak ada satu orang Kristen pun yang dibunuh dan tidak ada perampasan. Jumlah tebusan pun disengaja sangat rendah. Shalahuddin bahkan menangis tersedu-sedu karena keadaan mengenaskan keluarga-keluarga yang hancur terpecah-belah. Ia membebaskan banyak tawanan, meskipun menyebabkan keputusasaan bendaharawan negaranya yang telah lama menderita. Saudara lelakinya, Al-Malik Al-Adil bin Ayyub, juga sedih melihat penderitaan para tawanan sehingga dia meminta Salahuddin untuk membawa seribu orang di antara mereka dan membebaskannya saat itu juga.
Beberapa pemimpin Muslim sempat tersinggung karena orang-orang Kristen kaya melarikan diri dengan membawa harta benda, yang sebenarnya bisa digunakan untuk menebus semua tawanan. [Uskup] Heraclius membayar tebusan dirinya sebesar sepuluh dinar seperti halnya tawanan lain, dan bahkan diberi pengawal pribadi untuk mempertahankan keselamatan harta bendanya selama perjalanan ke Tyre (Libanon).
Shalahuddin meminta agar semua orang Nasrani Latin (Katolik) meninggalkan Baitul Maqdis. Sementara kalangan Nasrani Ortodoks–bukan bagian dari Tentara Salib-tetap dibiarkan tinggal dan beribadah di kawasan itu.
Kaum Salib segera mendatangkan bala bantuan dari Eropa. Datanglah pasukan besar di bawah komando Phillip Augustus dan Richard “Si Hati Singa”.
Pada tahun 1194, Richard yang digambarkan sebagai seorang pahlawan dalam sejarah Inggris, memerintahkan untuk menghukum mati 3000 orang Islam, yang kebanyakan di antaranya wanita-wanita dan anak-anak. Tragedi ini berlangsung di Kastil Acre. Meskipun orang-orang Islam menyaksikan kekejaman ini, mereka tidak pernah memilih cara yang sama.
Suatu hari, Richard sakit keras. Mendengar kabar itu, Shalahuddin secara sembunyi-sembunyi berusaha mendatanginya. Ia mengendap-endap ke tenda Richard. Begitu tiba, bukannya membunuh, malah dengan ilmu kedokteran yang hebat Shalahudin mengobati Richard hingga akhirnya sembuh.
Richard terkesan dengan kebesaran hati Shalahuddin. Ia pun menawarkan damai dan berjanji akan menarik mundur pasukan Kristen pulang ke Eropa. Mereka pun menandatangani perjanjian damai (1197). Dalam perjanjian itu, Shalahuddin membebaskan orang Kristen untuk mengunjungi Palestina, asal mereka datang dengan damai dan tidak membawa senjata. Selama delapan abad berikutnya, Palestina berada di bawah kendali kaum Muslimin.
***
Perang Salib IV berlangsung tahun 1204. Bukan antara Islam dan Kristen, melainkan antara Takhta Suci Katolik Roma dengan Takhta Kristen Ortodoks Romawi Timur di Konstantinopel (sekarang Istambul, Turki).
Pada Perang Salib V berlangsung tahun 1218-1221. Orang-orang Kristen yang sudah bersatu berusaha menaklukkan Mesir yang merupakan pintu masuk ke Palestina. Tapi upaya ini gagal total.
Kaisar Jerman, Frederick II (1194-1250), mengobarkan Perang Salib VI, tapi tanpa pertempuran yang berarti. Ia lebih memilih berdialog dengan Sultan Mesir, Malik Al-Kamil, yang juga keponakan Shalahuddin. Dicapailah Kesepakatan Jaffa. Isinya, Baitul Maqdis tetap dikuasai oleh Muslim, tapi Betlehem (kota kelahiran Nabi Isa ‘alaihis-salaam) dan Nazareth (kota tempat Nabi Isa dibesarkan) dikuasai orang Eropa-Kristen.
Dua Perang Salib terakhir (VII dan VIII) dikobarkan oleh Raja Prancis, Louis IX (1215-1270). Tahun 1248 Louis menyerbu Mesir tapi gagal dan ia menjadi tawanan. Prancis perlu menebus dengan emas yang sangat banyak untuk membebaskannya.
Tahun 1270 Louis mencoba membalas kekalahan itu dengan menyerang Tunisia. Namun pasukannya berhasil dikalahkan Sultan Dinasti Mamaluk, Bibars. Louis meninggal di medan perang.
Sampai di sini periode Perang Salib berakhir. Namun, beberapa sejarawan Katholik menganggap bahwa penaklukan Konstantinopel oleh Sultan Muhammad II Al-Fatih dari Turki (1453) juga sebagai Perang Salib. Penaklukan Islam oleh Ratu Spanyol, Isabella (1492), juga dianggap Perang Salib. [sumber: globalkhilafah]

Surat Shamur Kepada Pemimpin Tertinggi Yahudi Konstantinopel


By Admin Islampos on September 4, 2012
TANGGAL  13 Januari 1489, Shamur, seorang pendeta Yahudi—rabi—dari kota Arles, Perancis, mengirim surat pada masyarakat Yahudi yang tinggal di Istambul, Turki.
Dalam suratnya, Shamur minta jalan keluar soal kehidupan kaum Yahudi Perancis yang mengalami tekanan dari mayoritas Nasrani.
“Kaum Nasrani Perancis di kota Aix, Arles, dan Marsailles, mengancam keberadaan tempat-tempat ibadah kita,” tulis Shamur penuh nada kecemasan.
Dengan cepat, surat Shamur dibalas oleh pemimpin tertinggi Yahudi Konstantinopel. “Raja Perancis memaksa kalian memeluk agama Nasrani. Kalian sulit menentang paksaan itu. Maka masuklah ke agama Nasrani. Tapi harus diingat, ajaran Musa harus kalian tetap pegang erat-erat dalam hati sanubari,” tulis surat balsan itu.
Umat Kristen, lanjut surat tersebut, memerintahkan agar kalian menyerahkan harta benda kalian. Laksanakanlah. Selanjutnya didiklah putra-putri kalian menjadi pedagang dan pengusaha yang tangguh, agar pelan-pelan bisa merebut kembali harta benda itu dari tangan mereka.
“Kalian juga bilang bahwa mereka mengancam keselamatan hidup kalian. Maka binalah putra-putri kalian untuk jadi dokter, agar bisa membunuh orang-orang Kristen dengan diam-diam,” tulis rabi tertinggi di Konstantinopel.
Mereka menghancurkan tempat peribadatan kalian, maka didiklah putra-putri kalian untuk menjadi pendeta, agar bisa menghancurkan gereja mereka dari dalam.
Mereka menindas dengan melanggar hak dan nilai kemanusiaan kita, maka didiklah putra-putri kalian sebagai agen propaganda dan penulis, agar bisa menelusup ke dalam jajaran pemerintahan.
“Dengan demikian,” tulis akhir surat tersebut, “…kalian akan mampu menundukkan orang Kristen dengan cengkeraman kuku-kuku kekuasaan internasional yang kalian kendalikan dari balik layar.”
Surat balasan tertanggal 24 Juli 1489 itu dijadikan pegangan kaum yahudi, tidak saja di Perancis, tapi juga nyaris di seluruh belahan dunia.
Dengan susah payah, kegigihan bercampur dengan kelicikan dan konspirasi, kaum yahudi setapak demi setapak berhasil menguasai berbagai lini kehidupan.
Hampir gereja di seluruh dunia telah bisa ditundukan. Orang-orang Kristen telah menjadi alat bagi penyebarluasan gagasan-gagasan mereka. Tentunya secara diam-diam.
Di Amerika Serikat, sejak beberapa abad lalu imigran Yahudi membanjiri negeri itu. Fenomena ini membuat galau seorang Benyamin Franklin. Pada tahun 1789, berkenaan dengan Rencana Undang-Undang Imigrasi AS, Benyamin Franklin berpidato keras soal dan memperingatkan Amerika soal imigran Yahudi.
“…Jika orang Yahudi tidak disingkirkan dari AS dengan undang-undang, maka dalam maka seratus tahun ke depan mereka akan menguasai Amerika. Seandainya Yahudi tidak diusir dari Amerika, dalam duaratus tahun mendatang, anak cucu kita nanti akan bekerja di lading-ladang untuk memberi makan orang-orang Yahudi itu,” tegas Franklin.
Apa artinya seorang Benyamin Franklin melawan Yahudi dengan kekuatan konspirasinya. Amerika akhirnya berhasil dikuasai Yahudi.
Untuk mengubah pandangan umat Kristen AS terhadap Yahudi, pada tahun 1908, Cyrus I.Schofield dengan tekun memberi banyak catatan kaki pada Injil versi King James yang saat itu sangat berpengaruh dalam gereja di AS. Catatan kaki yang diberikan Schofield banyak berisi pemutar-balikan ayat sehingga menjadi Injil yang mendukung penuh Zionisme.
Berkat dukungan promosi yang besar, “Injil Schofield” terbitan The Oxford University Press ini selama 90 tahun terakhir menjadi Injil pegangan gereja-gereja di AS. Sebab itu, masyarakat Kristen Amerika sekarang ini berdiam diri saja melihat tindakan biadab Zionis-Israel membantai warga Palestina yang terdiri dari kaum Muslim dan Nasrani sendiri. Gereja di AS kini lebih dikenal sebagai “The Judeo-Christian” alias Salib-Davidian.
Selain menyusup dan menguasai dunia Kristen, Yahudi juga menyebar agen-agennya di dunia Islam untuk merusak generasi mudanya serta menjauhkan mereka dari al-Qur’an.
Pada tahun 1935, jauh sebelum Perang Dunia II meletus, Samuel Zweimer, Ketua Perhimpunan Bangsa Yahudi berpidato dalam Konperensi Yerusalem. Isi pidatonya sangat provokatif dan terus terang.
Di depan ratusan delegasi bangsa-bangsa yang seluruhnya terdiri dari orang Yahudi terpilih, Zweimer berkata, “…tujuan dan misi yang telah diperjuangkan kita dengan mengirim saudara-saudara ke negara-negara Muslim, bukan untuk memurtadkan umat Islam pindah memeluk agama Yahudi. Tapi tugas kalian adalah mengeluarkan mereka dari Islam!”
Zweimer menambahkan, “Saudara sekalian telah mengeluarkan kaum muslimin dari agama mereka, meski mereka tetap enggan memakai baju Yahudi atau Kristen. Gaya hidup seperti itulah tujuan kita, yaitu pemuda yang enggan kerja keras, malas dan senang hura-hura, asyik dengan nafsu syahwatnya, memburu harta dan jabatan, semua demi hawa nafsu.”
Di akhir pidatonya, Zweimer mengucap selamat kepada delegasi karena dianggap telah berhasil besar merusak generasi muda Islam. “Sebab itu, lanjutkan perjuanganmu!’ pesannya.
Kini, diakui atau tidak, Yahudi telah menancapkan kekuasaannya atas berbagai bidang kehidupan masyarakat dunia. Sistem Yahudi telah mewarnai nyaris semua bangsa dan negara.
Salah satu bidang yang paling diincar Yahudi untuk dikuasai adalah bidang pembentukan opini dunia. Sebab itu kaum Yahudi tidak main-main dengan hal ini, hingga sekarang Yahudi telah menguasai hamper seluruh kartel opini dunia. Baik yang berbentuk kantor berita, media massa, maupun perusahaan pembuat film.
Misal CNN, CBS, ABC, NBC, BBC, Fox News, PBS, Los Angeles Times, Newsweek, Time, Reader Digest, dan sebagainya dikuasai Yahudi. Tiga suratkabar kelas dunia, The Washington Post, The Wall Street Journal, dan The New York Times juga dikuasainya.
Dengan kekuatan kartel opininya, Yahudi merekayasa berita dan menentukan arah opini dunia. Penguasa media massa itu menentukan apa yang patut menjadi berita dan apa yang bukan, baik pada tingkat nasional maupun internasional.
“Jiki koran lain di luar mereka sekadar hanya menyalin berita dan meneruskannya ke seluruh penjuru dunia, maka koran Yahudi menciptakan dan merekayasa berita” papar mantan Ka Bakin ZA Maulani.
Kartel opini tersebut tidak saja mengarahkan pendapat dunia, tapi juga menciptakan gaya hidup, trendsetter, masyarakat dunia.
“Gaya hidup yang membuat para pemuda enggan bekerja keras, malas, hanya senang hura-hura, asyik dengan nafsu syahwatnya, memburu harta, popularitas, dan jabatan, semua demi menuruti hawa nafsu,” ujar Zweimer. Bagaimana dengan kita? [rizki ridyasmara/islampos/saksi]
Powered By Blogger

Entri Populer