Cerita Saya

Foto saya
Selalu belajar dan mencari ilmu yang berguna/bermanfaat untuk pribadi dan masyarakat.

Senin, 25 Oktober 2010

Islam Versus Terorisme

Islam Versus Terorisme

Senin, 18/10/2010 11:20 WIB | email | print | share

Dalam sebuah buku yang berjudul “The Great Theft: Wrestling Islam From The Extremists” Khaled Abou el-Fadl, seorang Profesor di UCLA Amerika Serikat menulis;memilih terminologi yang tepat untuk menamai sehimpunan keyakinan dan pendirian senantiasa sulit, label-label tertentu tidak hanya mendeskripsikan, label-label juga menghakimi. Tulisan Khaled ini, agaknya singkron dengan konteks fluktuasi hubungan sosial keagamaan di Indonesia terakhir ini, dimana kisruh tentang terorisme seakan tidak pernah berujung.

Di negeri yang mayoritas muslim ini, label terorisme seolah menjadi sisi mata uang dengan penganut agama Islam. Label teroris seakan dengan sendirinya sepadan dengan identitas seorang muslim. Sehingga, terma terorisme terperangkap dalam terminologi label sehimpunan keyakinan dan pendirian yang selanjutnya dideskripsikan dan kemudian dihakimi sebagai dogma Islam.

Labelitas teroris yang alias muslim, seakan semakin menguatkan persepsi, ketika pelaku yang disangkakan teroris tersebut menganut dan berakidah Islam. Ditambah lagi dengan berbagai idiom dan simbol formal pelaku teror tersebut yang berkonotasi seorang muslim yang taat, rajin solat dan mengajar pengajian di masyarakat. Ujungnya, bisa dipastikan, mengarah pada justifikasi, bahwa memang, terorisme selalu bertalian dengan faham dogmatif keberagamaan Islam. Lantas, apakah benar asumsi prejudis seperti demikian terhadap Islam?

Stigma terorisme

Semenjak peristiwa Sabtu kelabu, 11 September 2001 yang menghancurkan WTC dan Pentagon, gedung simbol kedigdayaan Amerika Serikat itu, isu terorisme terus mengalir ke permukaan wacana. Ruang publik seakan tak hentinya dirasuki hidangan isu terorisme yang sampai saat ini belum jelas identitasnya. Sepertinya, wacana terorisme senantiasa menjadi 'headline' setiap berita di pentas global. Seolah, terorisme menjadi konco dinamika dunia yang tak boleh terlewatkan dalam pemberitaan.

Adalah Rif’at Said, yang menulis artikel berjudul "al-Irhab fi Alam al¬Aulamah" (teroris dalam dunia global) di harian al-Ahram Mesir (20/4/2007), dalam tulisan itu mengungkapkan, bahwa, ada sebuah perenungan dalam kerangka peta zaman baru yang disebut globalisasi. Semua ini terkadang menyuguhkan ragam penafsiran yang layak untuk diperhatikan, yaitu adanya dua kutub dunia yang berbeda, antara dunia maju dan dunia yang selalu identik dengan keterbelakangan. Disini difahami, golongan pertama adalah keberhasilan, kemajuan dan harus dilindungi, sedangkan golongan kedua adalah kemunduran, keterbelakangan yang selanjutnya selalu diposisikan sebagai ancaman.

Terorisme menjadi alat dan opini jitu untuk dijadikan kambing hitam sebagai pencitraan buruk terhadap golongan kedua yang `konon' masih menjadikan agama sebagai nafas kehidupan. Sehingga, golongan pertama yang berbaju Barat seakan menjadi pejuang dan pahlawan terhadap pemberangusan terorisme. Walaupun sulit untuk menutup topeng, bahwa, iklan besar-besaran tentang terorisme yang disponsori oleh Barat memiliki hiden agenda, yaitu untuk kepentingan kapitalisme, dan bahkan tidak mustahil demi untuk agama (crused). Dengan demikian, yang tampak sekarang, Islam selalu menjadi pihak tertuduh yang ditempelkan dengan prilaku teroris. Lebih dari itu, norma Islam bahkan diidentifikasi sebagai ajaran yang memang akrab dan bahkan memang mengajarkan tindakan yang tidak berperikemanusiaan tersebut.

Bagi penganut Islam, tuduhan dan persepsi seperti di atas jelas ditolak, karena memang sangat kontradiktif dengan nilai humanisme dogma Islam. Namun fakta waqi'nya,para pelaku yang dianggap teroris, sebagiannya berstatus sebagai muslim. Lantas, benarkah asumsi bahwa tindakan terorisme bermotif agama? dan apa sebenarnya "binatang" terorisme itu?.

Definisi terorisme

Mendefinisikan terma terorisme sacara harfiyah tidaklah begitu sulit. Namun, menerjemahkannya secara kully (konprehensif) dengan konkteks kekinian terasa amat akut. Mengingat, terma terorisme sudah dirasuki, ter-sibghah (diwarnai) oleh pelbagai kepentingan, baik ideologi maupun politik. Sehingga, ketika harus menuding seseorang dengan teroris, terasa sulit untuk meyakini kebenaran relevansinya antara stigma dan pelakunya. Hal ini, karena terma terorisme telah memasuki wilayah klaim masing-masing dengan beragam tafsiran, selaras agenda yang berkepentingan. Disinilah tepatnya ungkapan Fahmi Huwaidi dalam bukunya al-Maqalat al-Mahzurah (kumpulan artikel terlarang) yang menjelaskan, bahwa dekade terakhir ini, perbuatan baik dituding sebagai sebuah kejahatan, putih menjadi hitam, dan mujahid dianggap teroris.

Namun, di tengah subyektifitas dan kerancuan makna terorisme, tidak lantas istilah ini terisolir dan luput dari pengertian akademiknya. Menurut Vidari, kata terorisme merupakan istilah asing yang digunakan untuk menyebut seseorang dan atau kelompok yang melakukan tindakan kekerasan dan teror di tengah-tengah masyarakat. Jhon M Echols menyebut arti teroris sebagai penggetaran atau perusuh atau tindakan kekerasan yang disertai dengan sadisme yang dimaksudkan untuk menakut¬-nakuti lawan. Akan tetapi dalam kamus adikuasa, menurut Noam Avram Chomsky, terorisme adalah tindakan protes yang dilakukan oleh negara-negara atau kelompok¬-kelompok kecil. Amir Thohiri dalam bukunya al-lrhab al-Muqaddas (terorisme suci) menulis,
semua tindakan kekerasan yang diluar undang-undang perang--seperti yang telah disepakati oleh seluruh negara di dunia--dengan tujuan memberi rasa tidak aman demi tercapainya tujuan politik.

Pengertian di atas, merupakan persepsi personal ilmuwan dalam mendefinisikan makna terorisme. Pada level kenegaraan, Mesir misalnya, pernah diadakan forum dialog antara ketua Asosiasi Keamanan Nasional Arab dengan ketua Dewan Syura (MPR) Mesir pada tanggal 20 Maret 1993 yang mengangkat tema "Menghadang Terorisme". Dalam dialog ini menelurkan pengertian terorisme, yaitu, segala praktek kekerasan atau ancaman dengan tujuan politis untuk mempengaruhi prestise negara atau untuk menguasai keamanan dengan obsesi menggoyang kepemimpinan nasional, yang bisa dilakukan dengan pelbagai cara, seperti menghancurkan perekonomian agar tercipta keresahan yang berujung kerusuhan. Juga, sebuah obsesi untuk merubah perundang-undangan yang telah
ditetapkan oleh negara dan telah diterima oleh masyarakat.

Jika berangkat dari pengertian terorisme secara leksikal seperti di atas, maka mafhum sederhana dapat disimpulkan bahwa terorisme itu selalu ada dalam realitas sejarah kehidupan manusia. Bahkan, ada semenjak manusia itu membentuk komunitas sosial seperti tragedi pada bani Adam, Habil dan Qabil. Namun pengertian terorisme dalam pemikiran modern mengkristal semenjak revolusi Prancis pada tanggal 10 Agustus 1792, ketika pihak oposisi revolusi melakukan pelbagai tindakan kekerasan dalam menantang revolusi tersebut.

Dalam perkembangannya, gerakan terorisme memang sangat sering dilatarbelakangi oleh kepentingan politik. Hal ini terlihat dari beberapa klasifikasi yang dirangkumkan oleh para ilmuwan. Setidaknya ada tiga. Pertama, terorisme kriminal seperti gerakan perompakan dan penodongan. Kedua, terorisme hegemonic seperti yang banyak dilakukan oleh banyak penguasa terhadap lawan politiknya dalam melanggengkan kekuasaan. Ketiga, terorisme pemikiran seperti pemaksaan opini dan pemahaman terhadap kelompok lain.

Apapun depenisi terorisme, yang jelas, selama entitas teroris tersebut selalu berkolaborasi dengan kekerasan, melakukan tindakan terror, apalagi membunuh manusia tanpa dosa, maka, semua it sudah pasti bertentangan dengan nilai dan dogma Islam. Karena, dari semenjak diserukannya, Islam selalu mengedepankan aspek kemanusiaan, bahkan aspek kemanusiaan menjadi bahasan sentral dalam kitab suci al-Qur’an yang menjadi pedoman dan rujukan keimanan setiap muslim.

Jika demikian, maka anggapan dan tuduhan terhadap Islam sebagai biang ideologi terorisme jelas merupakan fitnah. Sebab, menurut Abou Fadl, Islam yang tidak humanistik adalah Islam yang keliru, karena Islam adalah pesan kasih sayang, rahmat, cinta dan keindahan. Jadi, yang sebenarnya teroris itu siapa? Yang pasti, teroris adalah mereka yang selalu menebar fitnah terorisme terhadap Islam. Wallahu'alam

Hermanto Harun, Dosen Fakultas Syariah IAIN Sulthan Thaha Syafudin Jambi, Mahasiswa PhD National Univeristy of Malaysia.

semoga bermanfaat untuk kita

Kenapa Simbologi Begitu Penting Bagi Yahudi? Sebuah Perspektif Kajian Psikologi

Kenapa Simbologi Begitu Penting Bagi Yahudi? Sebuah Perspektif Kajian Psikologi

Selasa, 26/10/2010 09:28 WIB | email | print | share

Salah seorang remaja muslim resah, akhir-akhir ini ia memiliki kebiasaan aneh. Kebiasaannya itu tampak sepele bagi orang lain, namun tidak bagi dirinya. Tanpa sadar ia kerap mendendangkan lagu cinta terlarang versi The Virgin. Padahal ia tahu betul bahwa lagu itu mengajarkan lesbianisme dan perselingkuhan. Kini pemuda muslim itu berusaha untuk tidak tergoda kembali dengan lagu mesum itu. Namun pertanyaannya, kenapa pemuda itu selama ini bisa terbuai untuk melantuntankannya secara tidak sadar?

Lain lagi dengan kisah salah seorang remaja muslimah yang satu ini. Kasusnya hampir serupa. Entah mengapa ia begitu mengagumi Lady Gaga dan Raihanna, padahal ia sadar betul Raihanna dan Lady Gaga adalah dua wanita berstatus agen Kaballah dalam jagad musik dunia. Lirik lagu Umbrella Raihanna pun menyiratkan bahwa manusia berada dibawah sebuah payung Illuminati. Sebuah filosofi yang kental dalam ajaran paganisme.

Lagi-lagi pertanyaannya serupa, kalau memang remaja putri tersebut telah tahu bagian dari skenario besar yang tengah dilancarkan Raihanna, kenapa justru ia malah mengaguminya?

Yahudi dan Simbologi: Mewaspadai Otak Reptil

Mungkin satu-satunya ras manusia di dunia ini yang begitu terpikat dengan simbol adalah Yahudi. Bagaimana tidak, simbol-simbol perusahaan yang saat ini ada adalah bagian dari simbol mereka. Katakanlah Adidas, MasterCard, Vodavone, IBM, Intel, Coca-Cola, Indosat, dan sebagainya. Tidak hanya pada perusahaan, banyak agen-agen satanisme ini menelurkan simbol-simbolnya lewat logo Grup Band Musik, Logo Klub Sepakbola, merchandishe Piala Dunia hingga syair-syair puitis.

Sampai pada satu titik, penulis bertanya mendalam, kenapa Simbologi seperti “sebuah kepercayaan” dan harga mati bagi Doktrin Yahudi? Disini penulis mencoba untuk tidak melihat dari perspektif teologi, tapi penulis tertarik untuk mengkajinya dalam bingkai kajian psikologis. Sebuah hal yang masih jarang kita teliti.

Simbolisme berkaitan dengan doktrin. Sebuah simbol diciptakan untuk membawa seseorang ke alam pikiran kelompok atau orang yang membuat simbol tersebut. Karena kita berhubungan dengan alam doktrin, berarti kita harus menelaah fungsi otak sebagai “terdakwa” penyerap doktrin. Menurut penelitian, otak manusia adalah suatu organ yang beratnya sekitar 1,5 kg atau sekitar 2 % dari berat tubuh dan dioperasikan dengan bahan bakar glukosa dan oksigen.

Saat bayi dilahirkan, otaknya telah berukuran 1/4 dari ukuran otak dewasa. Otak menyerap sekitar 20 % suplai oksigen yang beredar di dalam tubuh manusia. Semua manusia sejak lahir telah memiliki 100.000.000.000 (seratus miliar) sel otak aktif dan didukung oleh 900.000.000.000 (sembilan ratus miliar) sel pendukung lainnya. Jadi, total ada 1 triliun sel otak. Manusia diberi otak yang sedemikian luar biasa kemampuannya. Namun, ini barulah potensi. Potensi ini harus dikembangkan. Meskipun memiliki jumlah sel otak yang sangat banyak, bukanlah jaminan seseorang dapat menjadi makhluk yang cerdas.

Di dalam kepala manusia terdapat tiga macam otak yang berkembang secara bertahap. Yaitu Otak Reptil, Otak Mamalia, dan Neo Cortex. Otak reptil bermula dari batang otak yang terletak di dasar otak dan terhubung ke tulang belakang. Otak ini berfungsi sebagai pusat kendali, sistem saraf otonomi, dan untuk mengatur fungsi utama tubuh seperti denyut jantung dan pernafasan. Selain itu, otak reptil juga berfungsi mengatur reaksi seseorang terhadap bahaya atau ancaman dengan menggunakan pendekatan “lari” atau “lawan”.

Namun orang tidak menyadari, bahwa pada dasarnya otak Reptil-lah yang menjadi bagian penting dari doktrin simbologi. Otak reptil memiliki fungsi untuk merespon segala hal terhadap apa yang ia dengar dan saksikan, termasuk sebuah simbol. Sifat responsif ini terjadi karena otak reptil memiliki kesamaan dengan otak primitif. Ia tidak mampu maksimal untuk menganalisa, berfikir, mencerna secara intelektual apa-apa saja hal yang menghampirinya. Karena sebagian fungsinya hanya untuk menjalankan fungsi instingtif seperti makan, minum, tidur dan sebagainya.

Jadi ketika Ahmad Dhani banyak melakukan propaganda Simbol Mata Satu dalam video klipnya, otak reptile-lah yang sebenarnya lebih banyak menyerap dan menerima, tanpa banyak mengkritisi. Tujuan dari Yahudi mungkin tidak aneh, bahwa dengan terbiasa sebuah simbol Dajjal tersaji ke muka umum, nantinya manusia tidak akan merasa gagap jika kemudian Dajjal turun.

Karena simbol itu telah memasyarakat lewat propaganda mereka. Oleh karenanya, Rasulullah dengan baiknya telah mencounter propaganda itu jauh-jauh hari, agar manusia memakai otak Neo Cortex-nya saat berbicara tentang Dajjal “Sesungguhnya Allah Ta’ala itu tidak buta sebelah matanya. Ketahuilah. sesungguhnya Al-Masih Ad-Dajjal itu buta sebelah matanya yang kanan, seakan-akan matanya itu buah anggur yang tersembul. ” (Shahih Bukhari)

Neo Cortex sendiri adalah lawan dari otak reptile. Otak ini adalah bagian belahan otak yang kritis, sarat pemikiran, dan tidak mudah tersugesti karena memiliki cara kerja yang menggunakan daya analisis tajam. Karena itu salah seorang Ulama pernah melarang umat Muslim untuk taklid buta terhadap perkataan dari dirinya jika memang salah.

Dalam arti, menerima begitu saja suatu perkara tanpa memakai sebuah nalar dan tuntunan wahyu untuk mencernanya. “Aku hanyalah seorang manusia, terkadang benar dan salah. Maka, telitilah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan al-Quran dan sunnah nabi, maka ambillah. Dan jika tidak sesuai dengan keduanya, maka tinggalkanlah.” (Jami’ Bayan al-’Ilmi wa Fadhlih 2/32).

Bahkan, Allah memerintahkan agar hambaNya bertanya kepada ahlu adz-dzikr, yaitu ulama atau fihak yang lebih berkompetensi jika menghadapi persoalan. “Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (QS. An-Nahl: 43). Inilah sebuah landasan agar kita selalu waspada dan memakai akal kita, terlebih saat kita menyaksikan propaganda simbolis mereka.

Doktrin Simbologi dan Back Up Gelombang Otak

Selain pengaruh otak Reptil, gelombang otak juga memberikan faktor dominan. Dalam kajian psikologi kognisi, kita mengenal bahwa gelombang otak terdiri dari empat gelombang bagian. Yakni Gelombang Deltha dengan Frekuensi 0,1 - 4 Hz. Thetha dengan frekuensi 4 - 8 Hz, Alpha dengan frekuensi 8-12 Hz , Betha dengan frekuensi 12-25 Hz dan Gamma dengan frekuensi 25 Hz ke atas.

Insting sugestif terhadap simbol, lagu-lagu, serta tampilan visual yang mengandung pesan simbolisme akan maksimal terserap ketika gelombang otak manusia berada pada level kondisi alpha dan thetha. Misalnya ketika kita sedang membaca, menulis, berdoa dan ketika kita fokus pada suatu obyek, yaitu dalam skala 4-12 Hz.

Gelombang alpha sendiri memiliki peran sebagai penghubung pikiran sadar dan bawah sadar. Alpha juga menandakan bahwa seseorang dalam kondisi light trance atau kondisi hypnosis (baca: sugesti) yang ringan. Saat kita dalam kondisi hypnosis, meditasi dalam, hampir tidur, atau tidur disertai mimpi. Frekuensi ini menandakan aktivitas pikiran bawah sadar. Secara alami anda memasuki kondisi alpha dan theta setiap akan tidur dan bangun tidur.

Ketika anda sudah merasa sangat rileks, tenang, dan hampir tertidur, tapi anda masih menyadari keberadaan anda, maka seperti itulah kondisi dimana kita mudah tersugesti. Ketika anda terjaga dari tidur, dan masih malas untuk beranjak dari tempat tidur karena masih ingin melanjutkan tidur lagi, maka seperti itulah kondisi saat doktrin simbologi masuk dengan kondusif.

Bedanya, ketika kita akan memulai tidur, kondisi otak kita mengalami defisit Hertz. Yaitu berada pada kondisi alpha-theta dalam beberapa menit saja, untuk kemudian gelombang otak kita turun ke pososi gelombang delta (tanda bahwa tubuh dan pikiran anda beristirahat total). Sedangkan dalam kondisi orang yang tersugesti, manusia bisa mengalami kondisi trance (gelombang otak alpha-theta) dalam waktu yang lama.
Orang yang bermeditasi, berdoa dengan khusyuk, terpana melihat sesuatu, terhanyut membaca novel atau suatu cerita, melamun dan semacamnya juga menghasilkan gelombang otak alpha sampai theta.

Lalu apa hubungannya antara gelombang Alpha dan Thetha dengan Simbol Yahudi?

Kenyataannya Yahudi tahu betul bahwa manusia tidak selamanya berada pada kondisi Betha yang penuh kesadaran. Dengan sistem medis kafir yang mereka ciptakan, manusia berkubang menjadi individu-individu rentan stress dan mudah tersugesti. Pada saat-saat itulah, Saat manusia letih atas segala aktifitasnya dalam Sistem Dajjal yang penuh fitnah ini, kita telah berada pada satu titik insting sugestif. Simbol-simbol akan masuk menyihir manusia untuk melepaskan penat yang membelenggu diri kita. Baik dengan musik, tayangan Film Holywood, sampai propaganda dalam pertandingan-pertandingan sepakbola.

Jika anda dulu masih jarang mendengar Istilah “Setan Merah”, namun kini kata-kata itu acap sekali terdengar setelah MU melekatkan nama klubnya pada identitas itu. Istilah dan simbol iblis berubah menjadi biasa dan lumrah untuk dilekatkan dalam kehidupan kita. Tengok saja simbol Band Ungu dan Armada Band yang secara tidak sadar telah ikut memakai simbol satanisme dengan dua tanduk menjulang ke atas. Sekali lagi tanpa mereka sadari. Ini baru dalam segi musik dan olahraga.

Selain itu doktrin untuk mensugesti manusia dalam alam Thetha dan Alpha juga terjadi dalam Film Avatar. Penulis pernah memiliki pengalaman unik ketika meriset para murid di tempat penulis mengajar. Saat sebelum menonton, penulis sudah merinci doktrin-doktrin berbahaya apa saja yang termuat dalam film Avatar dan para murid telah memahami seperti konsep Reinkarnasi, Roh Suci, Alam Eywa dan sebagainya. Uniknya setelah satu jam kami bersama-sama menonton, para murid sudah lupa apa misi tujuan dari film ini.

Aksi memikat dan sentuhan psikologis dalam Film Animasi ini ternyata memiliki efek kejut yang sempurna. Film Avatar berhasil membawa para peserta didik untuk justru menjadi bagian dari Avatar dan telah lupa pesan apa yang tersimpan rapih dalam film berdurasi tiga jam ini. “Menakjubkan”!

Alam bawah sadar: Ini salah satu Kunci keberhasilan Simbologi Yahudi

Akhirnya muara dari itu semua akan membawa kita pada pengkajian apa yang sangat fenomenal dalam Piskologi dengan sebutan Alam Bawah Sadar. Sigmund Freud, misalnya, berpendapat bahwa alam bawah sadar adalah sumber dari motivasi dan dorongan yang ada dalam diri kita, apakah itu hasrat yang sederhana seperti makanan atau seks, daya-daya neurotik, atau motif yang mendorong seorang seniman atau ilmuwan berkarya. Namun anehnya, menurut Freud, kita sering terdorong untuk mengingkari atau menghalangi seluruh bentuk motif ini naik ke alam sadar. Oleh karena itu, motif-motif itu kita kenali dalam wujud samar-samar.

Namun sebenarnya, penulis tidak sependapat pada konten seksual dalam alam bawah sadar versi Freud, dan sebenarnya Islam sudah menemukan Konsep alam bawah sadar jauh sebelum Freud. Namun tempat tidak menyediakan ruang untuk kita membahas secara detail disini. Kita hanya cukup membahas pada substansi Alam Bawah Sadarnya.
Alam bawah Sadar memang seperti namanya adalah alam yang sangat unik. Ia mampu mengerakkan jiwa manusia tanpa disadari manusia tersebut.

Masih ingatkah kita dua remaja di atas tadi. Mereka memiliki kebiasaan tanpa sadar untuk kerap menyanyikan lagu-lagu Illuminati. Baik saat mereka sedang melamun, kosong pikiran, bengong, dan sebagainya. Rasanya ada saja sesuatu yang mengerakkan lidah mereka saat mereka menyanyikan lagu itu. Nah itu yang disebut dengan alam bawah sadar. Mungkin anda juga pernah mengalami.

Cara kerja dalam pemrograman alam bawah sadar adalah dengan didahului oleh stimulus eksternal. Stimulus ini kemudian akan melaju untuk diserap aktif oleh panca indera. Setelah itu, panca indera akan mentransfer ke Alam Sadar lewat perasaan dan emosi. Setelah itu ia akan mengendap di alam bawah sadar.

Lagu The Virgin yang memang easy listening dan enak didengar adalah kunci bagaimana sebuah lagu dapat membius seseorang. Kekuatan lirik juga mampu menopang bagian dari misi ini. Dengarlah lirik lagu “Satu” dalam salah satu album milik Ahmad Dhani.

Pendengar mungkin tidak mengira bahwa lagu itu sebenarnya menyebarkan virus wahdatul wujud (Baca sejarah al Hallaj dan Lemah Abang) berupa penyatuan manusia dengan Tuhan. Namun kekuatan lirik yang sangat indah dapat menutupi aksi tersebut. Dan alam bawah sadar merespon lagu itu dengan memuntahakannya dalam jiwa kita bahwa secara tidak sadar kita mengakui kita adalah Tuhan dan Tuhan adalah kita. Setara!

Oleh karenanya, mengapa Raihanna mau melakukan aksi teatrikal dengan biaya mahal saat ia manggung di Amerika dengan aksi pencahayaan yang berada pada wujud All Seeing Eye. Lalu kenapa pula Ahmad Dhani kemudian memakai banyak kata dan simbol Mata Satu dalam lirik lagu Sweetest Place-nya. Sebab, ini adalah bagian dari aksi psikologis tersebut.

Penulis menduga ada beberapa alasan psikologis yang membuat mereka memakai simbol dalam doktrin ini. Pertama, dengan adanya simbol mereka akan mudah untuk menyebarkan misinya. Sebagai contoh Ahmad Dhani dan Lady Gaga. Bahwa dengan simbol mata satu yang giat mereka gencarkan, setidaknya mereka berharap orang nantinya tidak akan aneh dengan kedatangan Dajjal, dan bisa jadi kita tergiring untuk mengikutinya. Kedua, ini adalah doktrin.

Lewat simbol itu masyarakat akan terbiasa memakai simbol-simbol Yahudi (Lihat logo UIN dan Indosat) dan menjadi bagian dari trend global mewujudkan Tatanan Dunia Baru. Ini dilakukan oleh Jay Z lewat perusahaan Rock A Fella-nya.

Oleh karenanya, umat Muslim mesti waspada untuk tidak mudah terpengaruh dan senantiasa berfikir analitis dan kritis untuk mengenali propaganda yang tidak sepele ini. Dengan cara selalu mengenali modus mereka dan bertakwa kepada Allah hingga kita mampu membentengi otak reptile, gelombak alpha dan thetha, serta alam bawah sadar kita. Karena sekalipun Yahudi melakukan tipudaya simbologi, kita mesti ingat bahwa sebaik-baiknya makar adalah makar Allah. Wallahua’lam.

Muhammad Pizaro Novelan Tauhidi, Konselor Muslim, Aktif di Kajian Zionisme Internasional dan Peminat Psychology Studies


semoga bermanfaat untuk kita


Powered By Blogger

Entri Populer