Cerita Saya

Foto saya
Selalu belajar dan mencari ilmu yang berguna/bermanfaat untuk pribadi dan masyarakat.

Rabu, 11 Januari 2012

KEMI Kendaraan Baru JIL?



KEMI Kendaraan Baru JIL?
Saif Al Battar

Meski pada tahun 2005 Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan fatwa haram Sekularisme, Pluralisme, dan Liberalisme (Sepilis), namun gagasan liberal tampaknya belum benar-benar padam. Kemarin (13/12), beberapa tokoh Liberal memperkenalkan sebuah kelompok kajian baru. Mereka menamakan diri Komunitas Epistemik Muslim Indonesia (KEMI).



“KEMI ingin memunculkan spirit bahwa umat Islam bisa berkembang. Bahwa Islam percaya kepada kebebasan berfikir dan toleran terhadap agama lain,” tandas Neng Dara Afifah selaku pengurus KEMI di Aula Student Centre UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.



Struktur KEMI sendiri diisi beberapa aktifis yang berperan besar atas berdirinya Jaringan Islam Liberal yakni Ulil Abshar Abdalla (Koordinator JIL) dan Luthfi Asysaukanie (Penggagas JIL). Selain dua tokoh tersebut, ada juga nama-nama akademisi seperti Budy Munawar Rachman dan Kautsar Azhari Noer.



“Pak Kautsar Azhari Noer adalah salah satu inisiator berdirinya KEMI. Sedangkan tampuk Ketua KEMI dipegang oleh Dawam Rahardjo,” tambah aktifis Komnas Perempuan ini.



Sebelumya Dawam pernah mengeluarkan statemen kontroversial. Ia mengatakan bahwa pindah agama tidak bisa divonis murtad. Pernyataan tersebut disampaikannya dalam Sidang Majelis Pekerja Lengkap Persekutuan gereja-gereja di Indonesia yang berlangsung di Pekanbaru, Riau, Rabu 25 Januari 2006 sebagaimana dikutip Suara Pembaruan.



Alumnus Universitas Gadjah Mada ini juga terkenal sebagai tokoh pembela Ahmadiyyah. Pembelaan Dawam muncul dalam bentuk pernyataannya di situs JIL ketika ia masih menjadi anggota Pimpinan Pusat Muhammadiyyah.



Dia mengatakan, “Ahmadiyah sama dengan kita.. Jadi kita tidak bisa menyalahkanatau membantah akidah mereka, apapun akidah mereka itu. Kita menyangka akidah mereka menyimpang. Misalnya, mereka percaya kalau Mirza Ghulam Ahmad adalah Nabi. Tapi kalau sudah menjadi kepercayaan mereka, mau apa? Itu ‘kan soal kepercayaan. Itu ‘kan sama saja dengan kita percaya pada Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wa Sallam.”



Akibat pandangan-pandangannya yang pro terhadap Ahmadiyyah, Alumnus Universitas Gadjah Mada ini akhirnya dipecat dari Kepengurusan Muhammadiyyah. Kehadiran KEMI ke UIN Jakarta tidak lepas dari peluncuran buku ‘Pembaharuan Pemikiran Islam di Indonesia’. UIN Jakarta yang dipilih karena dianggap sebagai embrio pembaharuan pemikiran Islam di Indonesia. “Disini ada Nurcholish Madjid dan Harun Nasution yang berjasa membawa pembaharuan Islam di Indonesia,” papar Neng.



Artawijaya, pengamat Yahudi, dalam salah satu presentasinya di Kajian Zionisme Internasional (KaZI), sempat mengatakan bahwa aliran dana asing ke JIL memang dihentikan. Alasannya JIL tidak berhasil masuk ke dalam masjid-mesjid untuk mengkampanyekan gagasan mereka.



Tak heran, saat ini JIL mulai ‘terbuka’ mengutarakan kondisi keuangannya dengan membuka kolom donasi pada situs mereka.



Selanjutnya, entah masih terkait atau tidak, nama KEMI mengingatkan masyarakat terhadap Novel karangan Adian Husaini yang berjudul sama, yakni Kemi. Novel tersebut menceritakan seorang santri bernama Kemi yang menjadi penyokong gagasan liberal. (eramuslim/arrahmah.com)








Read more: http://arrahmah.com/read/2011/12/14/16820-kemi-kendaraan-baru-jil.html#ixzz1bvXoSYRs

Mazdakisme hakekat ajaran Syi'ah

Mengapa Syi’ah berbeda dengan Islam? Jika ditelusuri lebih dalam akar ajaran Syi’ah ternyata menurut Ustadz hartono Ahmad Jaiz, Syi’ah itu menjadikan ajaran lokal Persia Kuno yaitu Mazdakisme sebagai ruh dari ajaran Syi’ah yang akhirnya menundukkan ajran Islam itu sendiri.

“Sebenarnya Syi’ah itu ekstrem dalam mengakomodasi muatan lokal bangsa Persia,” kata Ustadz Hartono.
Dalam paparannya, Mazdakisme adalah ajaran Persia kuno yang dibawa oleh seorang nabi palsu Mazdak di Persia, yang hidup di masa 40 tahunan sebelum nabi Muhammad SAW lahir. Ajaran Mazdak menurut Ustadz Hartono, yang terkenal dalam ajaran yaitu kepemilikan bersama terhadap wanita dan harta.
“Wanita dan harta ibarat rumput dan air. Oleh Mazdak dijadikan milik umum,” tuturnya.

Sehingga pada zaman Raja Parsi Gibas yang menjadi pengikut ajaran tersebut, menurut Ustadz Hartono, kehidupan di seluruh pelosok Parsi dipenuhi perzinahan dan perampokan pada saat itu. Dan baru berkurang di masyarakat Parsi, ketika putra mahkota kerajaan Parsi Anusyrwan menantang debat nabi palsu Mazdak yang meminta ibunya, ratu kerajaan Parsi untuk dinikmati oleh Nabi Mazdak yang mengajarkan peningkatan iman melalui perzinahan.
“Mazdak kalah debat dengan Anusyrwan, sehingga ia dan pengikutnya dipenggal,” terang beliau.
Ajaran ini, ternyata tidak benar-benar hilang. Syi’ah menaruh ajaran Mazdak tersebut dengan mendompleng ajaran Islam yang benar. Ajaran Mazdak berupa perzinahan yang sudah mendarah daging cukup sulit dihilangkan secara total ketika itu, maka oleh rahib-rahib Syi’ah diupayakan legal di dalam Islam.
“Sehingga, ajaran Mazdak itu diswitch (alihkan) ke Islam dengan nama nikah mut’ah,” jelas ustadz Hartono.
Padahal, nikah mut’ah sudah dilarang pada perang Khaibar dalam riwayat Imam Muslim. Akan tetapi menurut Ustadz Hartono, kecintaan orang Syi’ah kepada nabi palsu Mazdak lebih besar dari pada Nabi yang asli yaitu Nabi Muhammad SAW.
“Mereka tetap saja, lebih menuruti ajaran Mazdak,” ujarnya.
Lebih dari itu, Syi’ah hanya mengakui keturunan Husain RA saja yang dianggap sebagai Imam mereka, disebabkan Husain menikahi Sah Robanu seorang Putri kerajaan Persia dan melahirkan Ali Zainal Abidin bin Husain.
“Maka, darah Parsi yang ada diri keturunan Ali Zainal Abidin itulah yang dikultuskan oleh Syi’ah,” ungkap Ustadz Hartono.

Pengkultusan tersebut, berdampak sangat besar hingga menjelma dalam rukun Iman dan rukun Islam Syi’ah yaitu konsep Imamah dan Al-wilayah.

Jika seseorang tidak menerima konsep itu mereka dianggap kafir,” tandas Ustadz Hartono.

Maka, menjadi terang bahwa Syi’ah itu adalah firqoh adama (kelompok sesat) sebenarnya, yang merusak dan menghancurkan Islam dengan mengangkat muatan lokal ajaran Parsi Mazdak lebih tinggi dari ajaran Islam, jelas Ustadz Hartono.







Powered By Blogger

Entri Populer