Cerita Saya

Foto saya
Selalu belajar dan mencari ilmu yang berguna/bermanfaat untuk pribadi dan masyarakat.

Senin, 06 Mei 2013

Konsep Wahyu Ahmadiyah

By on May 7, 2013
Mirza-Ghulam
Oleh: Fahmi Salim MA
Wasekjen MIUMI
Jika kita membedah konsep wahyu dalam ruang lingkup  Aliran Ahmadiyah, maka tersedia dua sumber epistemologi mereka yaitu: Kitab TAZKIRAH dan Al-Qur’an yang telah ditakwilkan oleh kelompok ini.  Kita tinjau dua sumber  aliran
Pertama, Kitab Tazkirah adalah kitab suci aliran ini,  namun jarang diangkat atau  digunakan untuk pengikutnya yang awam. Kitab ini memuat ‘wahyu-wahyu’ atau ilham dari Allah kepada Mirza Ghulam Ahmad (MGA). Selain dalam Tazkirah, kumpulan ‘wahyu’ versi Ahmadiyah juga ada dalam kitab yang ditulis MGA sendiri, yaitu Barahin Ahmadiyah.
Ciri-ciri Tazkirah secara umum yaitu: 1) Tazkirah tidak terbagi dalam surat-surat, tetapi sekaligus satu surat. 2) Tidak ada juga pembagian ayat demi ayat yang jelas. 3) Tidak semua wahyu itu dalam bahasa Arab, tetapi sebagian kalimat masih ada yang berbahasa Urdu. 4) Apa yang diklaim sebagai wahyu itu  diawali dengan mimpi bertemu dengan nabi Muhammad saw, baru kemudian wahyu turun. 5) Disusunnya bukan berdasarkan urutan wahyu yang diklaim, sebab wahyu yang pertama turun adalah Was-samaa’i wat-Thaariq lalu AlaisaLlahu bi kaafin ‘abdah. 6) Dan ayat yang diklaim sebagai ayat pertama dan kedua tadi, justru lupa dimasukkan dalam kumpulan wahyu ini.Bagi umat Islam yang sudah terbiasa membaca Al-Qurân apalagi mengerti artinya, akan dengan mudah memahami bahwaTazkirah adalah bajakan Al-Qurân.
Tentu saja kelompok Ahmadiyah membantahnya. Sebab mereka dapat saja mengelak dan mengatakan bahwa di dalam Al-Qurân pun terdapat beberapa ayat serta cerita yang sama dengan kitab suci yang sebelumnya. Namun bantahan tersebut tidak benar,  disebabkan hal-hal berikut:
  1. Allah tidak menurunkan wahyu kepada seorang Rasul kecuali dengan bahasa kaumnya. (QS Ibrahim: 4) Karena itulah Al-Qurân diturunkan dalam bahasa Arab, Injil dalam bahasa Suryani, dan Taurat dalam bahasa Ibrani. Kalaulah wahyu turun kepada Mirza yang orang Pakistan-India dan berbahasa Urdu, maka kenapa wahyunya berbahasa Arab?
  2. Bagi mereka wajar kalau di Tazkirah pun terdapat kosakata Arab, sebab di dalam Al-Qurân juga terdapat beberapa kata non-Arab. Faktanya bahwa Al-Qur’an juga mengandung kosakata non-Arab, meski itu ditentang oleh banyak ulama, akan tetapi itu hanya kata, bukan dalam bentuk kalimat. Sedangkan yang terjadi di dalamTazkirah adalah bentuk kalimat Arab yang sama persis dengan Al-Qurân, hanya dipotong dan disambung dengan ayat lain sesuai dengan kebutuhan.
  3. Jika Al-Qurân adalah mukjizat, lalu jin dan manusia ditantang untuk membuat yang sama dengan Al-Qurân, ternyata tidak ada yang mampu, maka seharusnya Tazkirah (yang katanya wahyu) juga sama seperti Al-Qurân, semua orang ditantang untuk membuat yang seperti itu. Namun tantangan ini akan sangat janggal untukTazkirah. Sebab,  bagaimana akan menantang jika Tazkirah itu tak lebih dari sekedar daur ulang Al-Qurân?
  4. Setiap ayat Al-Qurân mempunyai nilai susastera yang luar biasa indahnya. Adakah itu dalam Tazkirah? Kalau ada, hal itu karena bajakan dari Al-Qurân. Hasil bajakan itu sangat buruk, sebab ayat-ayat Al-Qurânnya banyak diubah, bukan hanya dipindah
Bandingkan denganAl-Qurân yang sedemikian indah dan tinggi balaghahnya. Bukankah aneh,  Allah menurunkan wahyu dengan bahasa yang semakin jelek, tidak tersusun, tidak teratur?  Jelas, hal semacam ini adalah suatu kebohongan.
Kedua, Kitab “AL-QUR’AN DENGAN TERJEMAHAN DAN TAFSIR SINGKAT” editor: Malik Ghulam Farid, alih bahasa: Dewan Naskah Jemaat Ahmadiyah Indonesia, dengan restu Hadhrat Mirza Tahir Ahmad KHALIFATUL MASIH IV, edisi kedua, diterbitkan oleh JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA 1987.
Sejumlah hal bias disorot dengan tajam dalam Kitab tafsir versi Ahmadiyah tersebut: seperti mukjizat para nabi, kemungkinan adanya rasul baru pasca Muhammad saw, dan nubuatan atau kasyaf dari Al-Qur’an sebagai pembenaran doktrin Ahmadiyah.
Misalnya, penggunaan ayat 35 surah Al-A’raf yang selalu dijadikan preferensi bagi Ahmadiyah untuk menjustifikasi kenabian MGA. Menurut mereka,  ayat ini menyatakan kemungkinan pengutusan rasul-rasul setelah Nabi Muhammad saw. Khitab ayat ini memang ditujukan kepada umat Rasulullah saw, bukannya umat-umat terdahulu, sehingga dimungkinkan datangnya rasul-rasul baru Nabi Muhammad saw. (lihat hlm.571 ‘Tafsir Ahmadiyah’).
Takwil ini tertolak dengan dalil dan madlul ayat 40 surah al-Ahzab. Juga, seluruh ulama tafsir sepakat bahwa khitab ayat ini ditujukan untuk umat-umat  terdahulu yang kepada mereka telah diutus masing-masing rasul sesuai waktu dan tempatnya. Ini  telah  dipaparkan oleh pakar tafsir terkemuka al-Razi, al-Alusi, dan al-Thahir ibn ‘Asyur.
Soal pekabaran dan nubuatan dalam Al-Qur’an yang jelas-jelas merujuk kepada Nabi Muhammad saw sebagai nabi terakhir, pun tak luput dari penodaan Ahmadiyah. Nubuatan itu misalnya termaktub dalam Q.s al-Jumu’ah: 3 dan as-Shoff: 6.  Mengomentari ayat al-Jumu’ah ditulis:  “Jadi, Al-Qur’an dan hadis kedua-duanya sepakat bahwa ayat ini menunjuk kepada kedatangan kedua kali Rasulullah saw dalam wujud Hadhrat Masih Mau’ud as, MGA.” (hlm. 1919-1920).
Padahal, ayat ini berbicara tentang universalitas Islam yang akan dipeluk oleh manusia dari berbagai macam suku bangsa dan ras. Jadi, tak ada sangkut pautnya dengan pembenaran atas MGA sebagai rasul dan al-Masih al-Mau’ud, hanya karena kebetulan ia juga keturunan Persia. Hadis Bukhari yang menjadi sebab turunnya ayat itu juga tidak secara diskriminatif hendak membatasi kemuliaan Islam pada orang-orang keturunan Persia saja seperti Salman al-Farisi.
Banyak pula sahabat Rasulullah saw yang berjuang untuk Islam berasal dari suku bangsa dan ras yang berbeda-beda.Sama halnya dengan takwil ayat as-Shaff (hlm. 1914). Dakwaan Ahmadiyah hanyalah sebatas pendomplengan dan pencatutan nama, atau lebih tepatnya kemiripan nama si pendusta dengan nama Rasulullah Muhammad SAW. Apalagi pemanggilan si pendusta dengan nama Ahmad itu pun dikarang olehnya dalam wahyu ilusif yang terangkum dalam Barahin Ahmadiyah.
Kesimpulannya, dilihat dari 2 sumber doktrin Ahmadiyah baik kitab Tazkirah maupun Al-Qur’an yang ditakwil sesuai versinya, keduanya telah menunjukkan dengan telanjang kebusukan misi mereka untuk melakukan langkah subversif; mendirikan Negara asing ‘Ahmadiyah’ dalam Negara yang sah ‘Islam’ dengan pelbagai cara.

Benarkah Vatikan Yang Pertama Kali Mengakui Kemerdekaan Indonesia?


vatican-st-peters-rome-610
BASUKI Tjahaja Purnama atau biasa dipanggil Ahok, Wakil Gubernur DKI Jakarta mendampingi Joko Widodo (Jokowi) ketika menerima kedatangan Duta Besar Vatikan Antonio Guido Filipazzi Jumat (15/3/2013) mengatakan, bahwa  ”Vatikan itu negara yang pertama kali mengakui kemerdekaan Indonesia,” seperti dikutip dari Liputan6.
Benarkah demikian?
Berbagai sumber di internet ataupun buku menyebutkan bahwa pengakuan kedaulatan Indonesia pertama kali bukanlah dilakukan oleh negara-negara Barat, yang sering mengklaim dirinya sebagai promotor kebebasan dan jaminan HAM. Perjuangan kemerdekaan Indonesia dibantu oleh negara-negara muslim di Arab secara heroik tidak lain karena faktor Islam. Adanya kedekatan emosional (ukhuwah Islamiyyah) antara bangsa Indonesia yang tengah memperjuangkan kemerdekaannya dengan bangsa-bangsa Arab.
Mesir tercatat sebagai negara pertama yang mengakui proklamasi kemerdekaan Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari kedekatan emosional tokoh-tokoh nasional seperti, M. Natsir, Sutan Syahrir, H. Agus Salim dll dengan tokoh-tokoh pergerakkan Islam di Mesir seperti Hasan Albana dengan gerakkan Ikhwanul Muslimin yang juga turut memperjuangkan kemerdekaan bumi-bumi Islam yang lainnya.
Negara-negara yang tercatat sebagai pemberi pengakuan pertama kepada RI selain Mesir adalah Syria, Iraq, Lebanon, Yaman, Saudi Arabia dan Afghanistan. Selain negara-negara tersebut Liga Arab (Arab League) juga berperan penting dalam Pengakuan RI. Secara resmi keputusan sidang Dewan Liga Arab tanggal 18 November 1946 menganjurkan kepada semua negara anggota Liga Arab (Arab League) supaya mengakui Indonesia sebagai negara merdeka yang berdaulat. Alasan Liga Arab memberikan dukungan kepada Indonesia merdeka didasarkan pada ikatan keagamaan, persaudaraan serta kekeluargaan.
Dukungan dari Liga Arab dijawab oleh Presiden Soekarno dengan menyatakan bahwa antara negara-negara Arab dan Indonesia sudah lama terjalin hubungan yang kekal “karena di antara kita timbal balik terdapat pertalian agama”. Sementara pernyataan Sutan Syahrir atas dukungan negara-negara Arab yang diungkapkan di Harian Ikhwanul Muslimin, Mesir pada 5 Oktober 1947 … “Adalah suatu kenyataan adanya kecenderungan mengembang dalam ummat Islam di dunia ke arah persatuan dan peleburan dalam satu persudaraan Islam yang bertujuan memutuskan rantai-rantai penjajahan asing … Indonesia menyokong Pakistan sepenuhnya. Indonesia negeri Islam dan akan berjuang di barisan kaum Muslimin.”
Pengakuan Mesir dan negara-negara Arab tersebut melewati proses yang cukup panjang dan heroic. Begitu informasi proklamasi kemerdekaan RI disebarkan ke seluruh dunia, pemerintah Mesir mengirim langsung konsul Jenderalnya di Bombay yang bernama Mohammad Abdul Mun’im ke Yogyakarta (waktu itu Ibukota RI) dengan menembus blokade Belanda untuk menyampaikan dokumen resmi pengakuan Mesir kepada Negara Republik Indonesia. Ini merupakan pertama kali dalam sejarah perutusan suatu negara datang sendiri menyampaikan pengakuan negaranya kepada negara lain yang terkepung dengan mempertaruhkan jiwanya. Ini juga merupakan Utusan resmi luar negeri pertama yang mengunjungi ibukota RI.
Pengakuan dari Mesir tersebut kemudian diperkuat dengan ditandatanganinya Perjanjian Persahabatan Indonesia – Mesir di Kairo. Situasi menjelang penandatanganan perjanjian tersebut duta besar Belanda di Mesir ”menyerbu’ masuk ke ruang kerja Perdana Menteri Mesir Nokrasi Pasha untuk mengajukan protes sebelum ditandatanganinya perjanjian tersebut. Kedatangan Duta besar Belanda bertujuan mengingatkan Mesir tentang hubungan ekonomi Mesir dan Belanda serta janji dukungan Belanda terhadap Mesir dalam masalah Palestina di PBB. Menanggapi protes dan ancaman Belanda tersebut PM Mesir memberikan jawaban sebagai berikut: ”menyesal kami harus menolak protes Tuan, sebab Mesir selaku negara berdaulat dan sebagai negara yang berdasarkan Islam tidak bisa tidak mendukung perjuangan bangsa Indonesia yang beragama Islam. Ini adalah tradisi bangsa Mesir dan tidak dapat diabaikan”. Raja Farouk Mesir juga menyampaikan alasan dukungan Mesir dan Liga Arsb kepada Indonesia dengan mengatakan ”karena persaudaran Islamlah, terutama, kami membantu dan mendorong Liga Arab untuk mendukung perjuangan bangsa Indonesia dan mengakui kedaulatan negara itu”.
Dengan adanya pengakuan Mesir tersebut Indonesia secara de jure adalah negara berdaulat. Masalah Indonesia menjadi masalah Internasional. Belanda sebelumnya selalu mengatakan masalah Indonesia “masalah dalam negeri Belanda”. Pengakuan Mesir dan Liga Arab mengundang keterlibatan pihak lain termasuk PBB dalam penyelesaian masalah Indonesia.
Suatu kondisi yang patut kita kritisi selang beberapa tahun dari kemerdekaan Indonesia, Israel memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 14 Mei 1948 pada pukul 18.01. Sepuluh menit kemudian, pada pukul 18.11, Amerika Serikat langsung mengakuinya. Pengakuan atas Israel juga dinyatakan segera oleh Inggris, Prancis dan Uni Soviet. Seharusnya hal yang sama bisa saja dilakukan oleh Amerika Serikat, Inggris, Prancis dan Uni Soviet untuk mengakui kemerdekaan Indonesia pada saat itu.
Tetapi hal tersebut tidak terjadi, justru negara-negara Muslim lah yang berkontribusi konkret dalam mengakui dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Buktinya pada 11 November 1945 melalui pidato dari radio Delhi, Jinnah menginstruksikan agar tentara India Muslim tidak ikut bertempur melawan pejuang Indonesia. Akibatnya, empat hari kemudian, 400 orang tentara India Muslim melakukan disersi. Di Surabaya disersi itu melibatkan Kapten Mohammad Zia Ul-Haqq yang belakangan menjadi Presiden Pakistan. Pada 8 November itu juga Masyumi menghubungi Raja Ibnu Suud dan memohon agar beliau memaklumkan kemerdekaan Indonesia kepada jama’ah haji yang sedang wuquf di Padang Arafah dan meminta agar jama’ah haji mendoakan perjuangan bangsa Indonesia.
Simpati rakyat Mesir terhadap perjuangan di Indonesia antara lain juga diperlihatkan pada rapat umum partai-partai politik dan organisasi massa pada 30 Juli 1947, di antara pembicara bahkan terdapat (Presiden) Habib Burguiba dari Tunisia dan Allal A Fassi, pemimpin Maroko. Rapat umum itu menyetujui satu resolusi. Antara lain: (1). Pemboikotan barang-barang buatan Belanda di seluruh negara-negara Arab; (2). Pemutusan hub diplomatik antara negara-negara Arab dan Belanda. (3). Penutupan pelabuhan-pelabuhan dan lapangan-lapangan terbang di wilayah Arab terhadap kapal-kapal dan pesawat-pesawat Belanda (secara konkret poin ini dilaksanakan di Terusan Suez); (3). Pembentukan tim-tim kesehatan untuk menolong korban-korban agresi Belanda (secara konkret Mesir mengirim misi Bulan Merah ke Indonesia lengkap dengan obat, alat kesehatan dan tim dokter).
Setiap aksi Belanda di tanah air kita yang mengancam kemerdekaan Indonesia disambut dengan demonstrasi-demonstrasi anti Belanda di negara-negara Timur Tengah. Mengingat perjalanan sejarah tersebut, adalah suatu keharusan bangsa dan negara Indonesia berperan aktif dalam menyelesaian krisis di Palestina, Libanon dan negara-negara Islam lainnya khususnya di Timur Tengah. Karena ternyata Indonesia mendapatkan pengakuan internasional karena berhasil meng-image-kan diri sebagai negara berdasarkan ajaran Islam. Oleh karena itu, adalah hal yang wajar ummat Islam di Indonesia mendapatkan akomodasi lebih baik dari negara saat ini karena bangsa ini dimerdekakan oleh semangat ukhuwah Islamiyyah dari negara-negara muslim
Sedangkan Vatikan baru mengakui kemerdekaan Indonesia satu bulan setelah pengakuan oleh Mesir tersebut. Yakni, pada 6 Juli 1947 ditandai dengan pembukaan kedutaan yang disebut “Apostolic Delegate” dan menugaskan Georges-Marie-Joseph – Hubert-Ghislain de Jonghe d’Ardoye, M.E.P sebagai Duta Besar Vatikan pertama di Jakarta untuk masa 1947 hingga 1955
By on March 17, 2013 

※TUBUH KITA DI ALAM KUBUR ※




Sesungguhnya mayat di dalam kubur akan melewati beberapa fase perubahan.
Dan secara ringkas beberapa fase tersebut sejak malam pertama masuk ke kuburan hingga 25 tahun setelahnya.

Berikut ini fase tersebut:

♥ Malam Pertama: Dikuburan pembusukan berawal pada daerah perut dan kemaluan.

SUBHANALLAH..

"Perut dan kemaluan'' adalah dua hal yang terpenting yang anak cucu adam ini saling bergulat dan menjaganya di dunia.

Dua hajat yang karenanya ALLAH Azza Wa Jalla membuat manusia merugi di dunia, akan membusuk pada malam pertamanya di kuburan.

Setelah itu, mulailah ''jasad berubah warna'' menjadi hijau kehitaman.

Setelah ''berbagai make up'' dan alat-alat kecantikan membuatnya memiliki ragam pesona, nanti tubuh manusia hanya akan memiliki satu warna saja.

♥ Malam Kedua: Dikuburan, mulailah anggota-anggota tubuh membusuk seperti: limpa, hati, paru-paru dan lambung.

♥ Hari Ketiga: Dikuburan mulailah anggota-anggota tubuh itu mengeluarkan bau busuk tidak sedap.

♥ Seminggu Setelahnya: Wajah mulai tampak membengkak, dua mata, kedua bibir dan pipi.

♥ Setelah 10 hari: Tetap terjadi pembusukan, pada kali ini pada anggota-anggota tubuh tersebut perut, lambung, limpa.

♥ Setelah Dua Minggu: Rambut mulai rontok.

♥ Setelah 15 Hari: Lalat hijau mulai bisa mencium bau busuk dari jarak 5 km dan ulat-ulat pun mulai menutupi seluruh tubuhnya.

♥ Setelah Enam Bulan: Anda tidak akan menemukan kecuali rangka tulang saja.

♥ Setelah 25 Tahun: Rangka tubuh ini akan berubah menjadi semacam biji dan di dalam biji tersebut, Anda akan menemukan satu tulang yang sangat kecil yang disebut "ADJBUDZ DZANAB'' (tulang ekor).

Dari tulang inilah kita akan dibangkitkan oleh ALLAH Azza Wa Jalla pada hari kiamat.

Lantas...
Apa yang membuat kita lancang berbuat maksiat kepada ALLAH Azza Wa Jalla?
Apa yang kita patut sombongkan ya akhina wa ukhtina?

Menangislah ingat dosa.

Astaghfirullahal'adzim

Inilah tubuh yang selama ini kita jaga.

Inilah tubuh yang kita berbuat maksiat kepada ALLAH dengannya.

Oleh karena itulah.
Jangan biarkan umur kita melewati jasad ini sia-sia, karena dia akan mendapatkan kejadian seperti itu.

Marilah sama-sama kita memohon keteguhan kepada ALLAH untuk kita sekalian.

Yaa ALLAH...
Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hati kami di atas agama-MU.

Yaa ALLAH...
Jadikanlah kuburan kami sebagai satu taman dari taman-taman syurga dan jangan jadikan dia sebagai satu lubang dari lubang-lubang api neraka.

Aamin Ya Rabbal alamiin...

Wallahu 'alam bishawwab.
Powered By Blogger

Entri Populer