Cerita Saya

Foto saya
Selalu belajar dan mencari ilmu yang berguna/bermanfaat untuk pribadi dan masyarakat.

Selasa, 17 September 2013

Mengapa Rasul Ta’adud?

Oleh Saefullah — Rabu 13 Zulkaedah 1434 / 18 September 2013 11:37

NABI Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menikah dengan sembilan wanita. Ada beberapa pelajaran yang dapat kita petik dari poligami beliau ini. Pertama, beliau tidak menikahi wanita-wanita yang masih gadis, padahal beliau mampu untuk melakukannya. Gadis yang beliau nikahi hanya satu orang saja (Aisyah).
Sebagian istri beliau adalah janda-janda yang telah memiliki anak, seperti Ummu Salamah, Khodijah, yang lain adalah janda seperti Hafshah, Zainab, dll. Tujuan beliau menikahi ummahatul mukminin tersebut bukan untuk mencari kepuasan, kalau tujuannya mencari kepuasan pastilah beliau menikahi para gadis.
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan beliau menikahi banyak wanita agar sunnah-sunnah yang tidak tampak kecuali di rumah, bisa diriwayatkan secara utuh. Istri-istri beliau berperan dalam meriwayatkan sunnah-sunnah beliau saat di rumah dan para sahabat meriwayatkan sunnah-sunnah beliau ketika di luar rumah. Seandainya beliau hanya beristrikan empat wanita, dua, atau satu saja, maka sunnah-sunnah beliau di rumah hanya disandarkan pada orang yang sangat sedikit, sehingga Allah perintahkan beliau untuk menikahi sembilan perempuan agar riwayat-riwayat tersebut disandarkan kepada orang yang banyak (sehingga menguatkan riwayatk tersebut).
Tujuan lainnya adalah menundukkan hati kabilah-kabilah besar agar mereka memeluk Islam. Seperti pernikahan beliau dengan Zainab binti Huyai bin Akhtab radhiallahu ‘anha, kemudian masuklah segolongan orang Yahudi ke dalam Islam. Demikian juga pernikahan beliau dengan Zainab binti Jahsy radhiallahu ‘anha yang menjadikan kabilah dari Zainab ini masuk Islam. Juga pernikahan beliau dengan anak Abu Bakar dan Umar, yakni Aisyah dan Hafshah radhiallahu ‘anhum, sehingga hubungan beliau semakin dekat dengan dua sahabatnya ini layaknya menteri-menteri beliau.
Jadi Allah memerintahkan beliau menikahi banyak wanita memiliki hikmah dan pelajaran yang banyak, baik hikmah tersebut kita ketahui atau hikmah itu Allah simpan dalam ilmu-Nya saja, dan hal ini termasuk kekhususan bagi beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Di antara kekhususan lain bagi beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah bisa jadi beliau melewati dua atau tiga hari dalam keadaan berpuasa. Beliau berbuka ketika maghrib lalu melanjutkan puasanya di esok hari atau bahkan sampai lusa. Pada saat para sahabat mengetahui hal ini, mereka pun merasa khawatir dengan kondisi beliau, beliau menjawab “Aku berbeda dengan kalian. Saat aku tertidur Rabb ku memberiku makan dan minum.” Kekhususan lain bagi beliau adalah ketika beliau wafat di hari Senin, beliau baru dimakamkan di hari Rabu. Jasad beliau sama sekali tidak berubah, berbeda dengan orang lain jika mengalami hal serupa tanpa diberikan formalin dan keadaan kota Madinah yang sangat panas, keadaan fisik beliau tidak berubah sama sekali. [kisah muslim]

Bagaimana Rasul Bermandi Junub?



Oleh Saefullah — Selasa 18 Jamadilawal 1433 / 10 April 2012 08:45

islampos.com–KONDISI junub, pastilah akan terjadi pada setiap orang dewasa. Mungkin sehabis jima, perempuan yang baru selesai haid, ataupun bermimpi basah. Satu hal yang juga pasti adalah tentu saja wajibnya seorang Mukmin dewasa untuk membersihkan badannya. Bukan sembarang bersih-bersih. Ini adalah mandi junub. Bagaimana gerangan Rasul Muhammad saw melakukan mandi junub?
Allah Ta’ala berfirman: “Dan jika kalian junub maka bersucilah (mandilah),” (QS. Al-Maidah: 6).
Dari Aisyah -radhiallahu anha- dia berkata: “Kebiasaan Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam jika beliau mandi junub adalah: Beliau memulainya dengan mencuci kedua tangan beliau, kemudian beliau menuangkan air dengan tangan kanan ke atas tangan kiri lalu mencuci kemaluanya, kemudian beliau berwudhu seperti wudhu untuk shalat, kemudian beliau mengambil air lalu memasukkan jari-jemarinya ke semua pangkal rambut. Sampai setelah beliau memandang bahwa airnya sudah merata mengenai semua rambut beliau, beliau lalu menyiram kepalanya sebanyak tiga kali tuangan, kemudian beliau mencuci seluruh tubuh beliau, kemudian akhirnya mencuci kedua kaki beliau,” (HR. Al-Bukhari no. 248 dan Muslim no. 316).
Dari Maimunah bintu Al-Harits -radhiallahu anha- dia berkata: “Aku pernah membawa air mandi untuk junub kepada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam-. Lalu beliau memulai dengan membasuh dua telapak tangannya sebanyak dua atau tiga kali. Kemudian beliau memasukkan tangannya ke dalam wadah berisi air, lalu menuangkan air tersebut pada kemaluan beliau, dan beliau mencucinya (kemaluan) dengan tangan kiri. Setelah itu, beliau menggosokkan tangan kiri ke tanah dengan gosokan yang kuat. Kemudian beliau berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat. Kemudian beliau menuangkan air ke kepala beliau sebanyak tiga kali sepenuh telapak tangan, lalu beliau mencuci seluruh tubuhnya. Kemudian beliau bergerak mundur dari tempat beliau berdiri, lalu beliau mencuci kedua kakinya. Kemudian aku mengambilkan handuk untuk beliau, tetapi beliau menolaknya,” (HR. Al-Bukhari pada banyak tempat, di antaranya no. 259 dan Muslim no. 723).

Tata Cara Mandi Junub Khusus Wanita


SETIAP perempuan, yang sudah baligh, tentu saja akan mendapatkan siklus bulanan yang tetap, menstruasi. Selesai menstruasi, seorang Muslimah diwajibkan mandi junub atau masyrakat kita menyebutnya keramas. Untuk yang sudah menikah, mandi junub sepertinya hampir tidak mungkin dilakukan satu bulan sekali. Mungkin sepekan sekali. Mungkin sehari sekali. Nah, bagaimana seorang Muslimah harus melakukan mandi junub?
Tata cara mandi bagi wanita, dibedakan antara mandi junub dan mandi setelah haid atau nifas. Untuk tata cara mandi junub bagi wanita, sama dengan tata cara mandi bagi laki-laki, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Hanya saja, wanita yang mandi junub dibolehkan untuk menggelung rambutnya, sebagaimana disebutkan dalam hadis dari Ummu Salamah, beliau bertanya:

“Wahai Rasulullah, aku seorang wanita yang gelungan rambutnya besar. Apakah aku harus membuka gelungan rambutku ketika mandi junub?”
Beliau menjawab: “Jangan (kamu buka). Cukuplah kamu menyela-nyelai kepalamu dengan air tiga kali, kemudian guyurlah kepala dan badanmu dengan air, sehingga kamu telah suci.” (HR. Muslim no. 330).
Dan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Kami ( istri-istri Nabi) apabila salah seorang diantara kami junub, maka dia mengambil (air) dengan kedua telapak tangannya tiga kali lalu menyiramkannya di atas kepalanya, kemudian dia mengambil air dengan satu tangannya lalu menyiramkannya ke bagian tubuh kanan dan dengan tangannya yang lain ke bagian tubuh yang kiri,” (HR.  Bukhari: 277 dan Abu Dawud: 253).
Berikut ini, ringkasan tata cara mandi junub seorang Muslimah yang disunnahkan adalah sebagai berikut:
1. Niat (Menurut para ulama niat itu tempatnya di hati).
2. Mencuci tangan terlebih dahulu sebanyak tiga kali sebelum tangan tersebut dimasukkan dalam bejana atau sebelum mandi.
3. Membersihkan kemaluan dan kotoran yang ada dengan tangan kiri.
4. Mencuci tangan setelah membersihkan kemaluan dengan menggosokkan ke tanah (atau lantai) atau dengan menggunakan sabun.
5. Berwudhu dengan wudhu yang sempurna seperti ketika hendak shalat.
6. Menyiramkan air ke atas kepalanya tiga kali.
7. Mengguyur air pada kepala sebanyak tiga kali hingga sampai ke pangkal rambut atau kulit kepala dengan menggosok-gosokkannya dan menyela-nyelanya (Tidak wajib bagi wanita untuk mengurai ikatan rambutnya).
8.  Mengguyur air ke seluruh badan dimulai dari sisi yang kanan setelah itu yang kiri.
Sementara untuk mandi karena haidh dan nifas, tata caranya sama dengan mandi junub namun ditambahkan dengan beberapa hal berikut ini:
Pertama: Dianjurkan Menggunakan Sabun.
Hal ini berdasarkan hadis Aisyah radhiallahu ‘anha, yang bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang mandi wanita haid. Beliau menjelaskan:
Kalian hendaklah mengambil air dan daun bidara, lalu wudhu dengan sempurna. Kemudian  menyiramkan air pada kepalanya, lalu menggosok-gosoknya agak keras hingga mencapai akar rambut kepalanya. Kemudian menyiramkan air pada kepalanya. Kemudian engkau mengambil kapas bermisik, lalu bersuci dengannya.” (HR. Bukhari no. 314 & Muslim no. 332)
Kedua: Melepas gelungan, sehingga air bisa sampai ke pangkal rambut
Hadis di atas merupakan dalil dalam hal ini: “…lalu menggosok-gosoknya agak keras hingga mencapai akar rambut kepalanya..”
Hadis ini menunjukkan tidak cukup dengan hanya mengalirkan air seperti halnya mandi junub, namun harus juga digosok, seperti orang keramas memakai sampo. Allahu alam. [berbagai sumber]

Oleh Saefullah — Jumat 21 Safar 1434 / 4 Januari 2013 14:34

Tata Cara Shalat Dhuha


Oleh Saefullah — Sabtu 29 Safar 1434 / 12 Januari 2013 07:03


“Shalat dhuha itu (shalatul awwabin) shalat orang yang kembali kepada Allah, setelah orang-orang mulai lupa dan sibuk bekerja, yaitu pada waktu anak-anak unta bangun karena mulai panas tempat berbaringnya,” (HR Muslim).
“Setiap pagi setiap persendian salah seorang diantara kalian harus (membayar) sadhaqah; maka setiap tasbih adalah sadhaqah, setiap tahmid adalah sadhaqah, setiap tahlil adalah sadhaqah, setiap takbir adalah sadhaqah, amar ma’ruf adalah sadhaqah, mencegah kemungkaran adalah sadhaqah, tetapi dua raka’at dhuha sudah mencukupi semua hal tersebut,” (HR Muslim).
SHALAT Dhuha adalah shalat sunnat yang dilakukan seorang muslim ketika matahari sedang naik. Kira-kira, ketika matahari mulai naik kurang lebih 7 hasta sejak terbitnya (kira-kira pukul tujuh pagi) hingga waktu dzuhur. Jumlah raka’at shalat dhuha bisa dengan 2,4,8 atau 12 raka’at. Dan dilakukan dalam satuan 2 raka’at sekali salam
  1. Berniat.
  2. Takbiratul Ihram.
  3. Membaca doa Iftitah.
  4. Membaca surat al Fatihah.
  5. Membaca satu surat didalam Al-Quran.
  6. Ruku’ dan membaca tasbih tiga kali.
  7. I’tidal dan membaca bacaannya.
  8. Sujud pertama dan membaca tasbih tiga kali
  9. Duduk diantara dua sujud dan membaca bacaannya
  10. Sujud kedua dan membaca tasbih tiga kali
  11. Setelah rakaat pertama selesai, lakukan rakaat kedua sebagaimana cara diatas, kemudian Tasyahhud akhir setelah selesai maka membaca salam dua kali.
Rakaat-rakaat selanjutnya dilakukan sama seperti contoh diatas.
Do’a setelah Shalat Dhuha:
“Allaahumma innad dhuha dhuhaauka, wal-jamaala jamaaluka, wal-qudrota qudratuka, wal-’ishmata ‘ishmatuka. In kaana rizqii fil-ardhi fa akhrijhu, wa in kaana fissamaa’i fa anzilhu, wa in kaana haraaman fa thahhirhu, bi haqqi dhuhaaika wa jamaalika wa qudratika, ya Allah”.
Artinya:
“Ya Allah, sesungguhnya masa pagi ini adalah masa pagiMU, keindahan ini adalah keindahanMU, kuasa ini adalah kekuasaanMU, kenyamanan ini adalah kenyamananMU. Seandainya rizki saya tersembunyi di dalam bumi maka keluarkanlah, jika di langit turunkanlah, jika haram bersihkanlah, berkat kesejatian masa pagiMU, keindahanMU, dan kekuasaanMU, ya Allah.”
Powered By Blogger

Entri Populer