Cerita Saya

Foto saya
Selalu belajar dan mencari ilmu yang berguna/bermanfaat untuk pribadi dan masyarakat.

Minggu, 21 Agustus 2011

Fenomena Rhamadan/RAMADAN PHENOMENON

Istilah ngabuburit berasal dari bahasa Sunda dengan akar kata “burit” yang artinya sebuah representasi waktu yang menunjukkan mulainya malam hari. Nah, sekarang istilah ngabuburit sudah dipakai oleh semua orang yang mengartikannya sebagai kegiatan mengisi waktu sampai tiba saatnya berbuka puasa.

Bahkan tren ini menjadi sebuah tradisi yang tak bisa dilepaskan dari bulan Ra*ma*dan. Beragam kegiatan dila*kukan selama ngabuburit, mulai dari kegiatan positif hingga kegiatan negative.

Meski tak ada kaitannya dengan budaya Minangkabau, toh istilah ngabuburit begitu akrab ditelinga masyarakat. Bahkan, bagi sebagian remaja belum merasa senang jika belum ngabuburit. Di kota Padang, misalnya para remaja menunggu waktu buka puasa dengan jalan-jalan sore atau sekedar duduk di pinggiran Pantai Padang. Sekilas memang tak ada yang salah dengan kegiatan ini, tapi jika diper*hatikan lebih saksama lagi terlihat aktivitas ngabuburit sering digunakan para remaja untuk berduaan dengan lawan jenisnya di tempat yang romantis dan agak sepi.

Fenomena ngabuburit saat Ramadan sudah memasyarakat, terutama pada anak-anak muda perkotaan. Pada saat sore tiba mereka keluar rumah dengan berkendaraan motor berbon*cengan dengan pasangannya atau bergerombol dan men*datangi tempat-tempat ramai dengan alasan menunggu waktu buka puasa. Padahal bukan itu sebenarnya hakekat ngabuburit yang dijalani oleh masyarakat Sunda tempo dulu.

Sekadar pengetahuan, anak-anak Sunda dahulunya selalu ngabuburit di tajug atau surau. Mereka bersemangat pergi ke tajug untuk salat Maghrib berjamaah dan mengaji. Selama ngabuburit itu, mereka di*bimbing oleh ajengan (kiyai) setempat. Mereka baru akan pulang ke rumah setelah salat Isya berjamaah. Prakteknya sekarang ini, ngabuburit justru diisi dengan kegiatan tidak bermanfaat seperti menonton televisi seharian, berpacaran atau kegiatan duniawi yang bersifat hura-hura.

Seperti halnya yang sering dilakukan para remaja di Kota Padang. Sepulang pesantren Ramadan yang diwajibkan Pemko Padang, biasanya anak-anak dan remaja tidur di rumah. Sorenya, menjelang berbuka puasa mereka ke plaza, Pantai Padang, di warnet atau berkeliling dengan kendaraan guna mengisi waktu kosong. Padahal, waktu kosong itu dapat digunakan untuk hal yang bermanfaat seperti mengaji, salat atau aktivitas dakwah lainnya.

Profesor Dadan Wildan Anas dari Universitas Galuh Ciamis juga pernah menye*butkan istilah ngabuburit ini diperkirakan sudah ada sejak abad XV silam. Pada abad ke-15, Kerajaan Mataram menata kota-kota dengan membuat sebuah pusat kegiatan masya*rakat berupa sebuah alun-alun, masjid, dan pasar serta fasilitas pendukung lainnya sehingga menarik warga untuk men*datanginya. Karena pusat keramaian di Alun-alun, maka menjadi lokasi paling favorit untuk ngabuburit.

Tradisi ngabuburit yang dilakukan masyarakat Sunda tempo dulu juga diisi dengan beragam permainan rakyat, misalnya petak umpet, gatrik, dan sebagainya. Untuk meme*riahkan suasana, anak-anak di daerah perkampungan biasanya bermain lodong atau jeblugan, yakni bermain perang-perangan dengan media bambu mirip sebuah meriam yang diisi dengan karbit hingga meng*hasilkan suara dentuman.
Pengaruh Teknologi

Tak dapat dipungkiri peru*bahan makna dan praktek ngabuburit selaras dengan perkembangan teknologi. Me*lalui sosialisasi media massa yang menampilkan keelokkan panorama alam di Indonesia menjadi pemicu perubahan tradisi ngabuburit. Sudah menjadi rutinitas bagi stasiun televisi menayangkan program acara ngabuburit sebelum waktu berbuka puasa tiba. Bahkan, sebuah konser musik yang digelar sebuah perusahaan rokok terkemuka juga meng*gunakan istilah ngabuburit sebagai tema acaranya. Alhasil, istilah ngabuburit kini seolah telah menjadi kata baku dalam pergaulan remaja saat bulan puasa tiba.

Ajaran Islam sebenarnya tidak mengenal istilah nga*buburit atau apa pun yang merujuk pada kegiatan serupa untuk menunggu waktu buka puasa. Jika saat ini, istilah ngabuburit kemudian dikaitkan dengan tradisi bulan Ramadan, hal ini akibat adanya proses akulturasi dalam penyebaran agam Islam. Maksudnya, ajaran Islam masuk dengan mem*perhatikan sisi tradisi lokal. Dalam hal ini adalah tradisi ngabuburit yang telah dikenal luas di tanah Sunda.

Di Arab sendiri, tidak me*ngenal kegiatan atau tradisi yang dilakukan masyarakat untuk menunggu waktu ber*buka puasa. Meski demikian, selama tujuan ngabuburit tersebut dilakukan untuk kegiatan yang positif dan menambah nilai keutamaan beribadah puasa, maka kegiatan ngabuburit tersebut sebenarnya tidaklah masalah. Misalnya, tujuannya adalah agar bisa saling ber*si*la*tura*him dengan diskusi dan mengaji ajaran islam lebih dalam.

Ngabuburit Lemahkan Moral Remaja

Fenomena ngabuburit yang salah kaprah ini tentu tidak boleh dibiarkan saja. Sebab, dengan membiarkan tradisi ini memasyarakat sama artinya dengan melegalkan generasi yang akan datang untuk me*nginterpretasikan bahwa nga*buburit adalah bagian dari manfaat puasa. Tak hanya itu, para remaja pun akan dibuat malas karena terbiasa mengha*biskan waktu dengan sia-sia Padahal sesungguhnya Islam tak pernah mengajarkan me*nunggu buka puasa dengan bersenang-senang, berpacaran dan menyia-nyiakan waktu.

Untuk itu, perlu peran serta keluarga, pemerintah, ulama dan semua elemen masyarakat meluruskan fenomena ini. Pada intinya, ngabuburit boleh dilakukan tapi dengan catatan tidak mengabaikan waktu dan dilakukan untuk kegiatan positif. Berikut diantaranya kegiatan ngabuburit yang diajarkan Islam, yakni men*dengarkan ceramah agama, berzikir, membaca Al-Qur’an, membagi panganan (sedekah) untuk buka puasa kepada tetangga atau kerabat dekat.

Media massa pun harus mendukung kegiatan positif ngabuburit. Puasa tidak sekedar menahan haus dan lapar saja, sebab Islam juga mengatur rukun puasa, manfaat puasa, keutamaan puasa, yang mem*batalkan puasa sampai adab berpuasa. Karena itu, peran media massa sangat besar untuk mengingatkan masyarakat bahwa ngabuburit itu tidak bermanfaat bagi puasa kita.

Ngabuburit Digital

Kemajuan teknologi infor*masi dan komunikasi menis*cayakan perubahan gaya hidup (life style) dalam kultur kese*harian. Begitupun yang terjadi dengan aktivitas ngabuburit yang selalu dipraktikkan masyarakat Muslim di seluruh Indonesia dengan kegiatan dan aktivitas beragam. Di era digital kali ini, bentuk atau wujud nga*buburit pun menjadi beragam sesuai dengan minat, kesena*ngan, hobi, dan kemampuan sang Muslim.

Ada banyak kegiatan yang dilakukan umat Islam kala dirinya mengisi waktu luang untuk menunggu berbuka (ifthar) puasa. Ada ribuan situs islami yang dapat dibrowsing melalui internet. Situs ini memuat artikel-artikel islami dan muslimah, konsultasi islami pengetahuan bisnis islami, belajar bahasa arab dan me*nyediakan berbagai rekaman ceramah islami yang dapat di download dengan gratis. Artikel maupun rekaman itu dida*patkan dari berbagai ceramah ustad di berbagai daerah. Cocok bila didengar sambil bekerja/belajar maupun menjadi teman di perjalanan.

MARINA OVVERA

(Mahasiswa Sosiologi Unand)


sumber : http://www.harianhaluan.com/index.ph...pini&Itemid=83

Penghalang rejeki/revenue barrier

Oleh : Wagimin Bin Wangsa Reja



Kita sudah berusaha semaksimal mungkin untuk dapat menggapai rezeki dengan berbagai potensi yang kita miliki. Kemampuan fisik kita mungkin tidak ada yang meragukan dan meremehkan. Pemikiran kita sudah mendapatkan bekal yang sangat cukup. Tak lupa juga kita senantiasa berdo’a. Tapi mengapa kok rezeki susah banget kita dapatkan. Kita datangi, e.. dia malah menjauh. Sudah ada di hadapan mata, mau kita ambil keburu di duluan yang lain. Sudah ada tangan, tinggal mau menikmati, ada yang merampas dengan kasar. Berlimpah rezeki sudah kita kumpulkan, pengeluaran selalu lebih besar dari pada pemasukkannya. Tanpa diduga, usaha yang dibangun puluhan tahun yang melimpah ruah dalam sekejap bisa lenyap. Ada musibah alam yang tidak kita kehendaki. Ada juga krisis yang melanda dunia yang berimbas juga terhadap usaha kita.



Kalau sudah demikian, apanya yang salah. Apa sebabnya? Berikut bisa kita renungkan, mungkin dan bisa jadi kita mengalami hal ini. Tahukah kita bahwa :



Rasullah telah bersabda:



"Seorang hamba dicegah dari rezeki akibat dosa yang diperbuatnya" (HR. Ahmad)



Saudaraku…

Tak bosan-bosannya kita bermaksiat, bergelimang dengan dosa. Sadarkah kita bahwa inilah yang menjadi penghalang rezeki itu.



Dalam hadits riwayat Ibnu Majah Rasulullah saw bersabda :

"Wahai segenap Muhajirin, ada lima hal yang membuat aku berlindung kepada Allah swt dan aku berharap kalian tidak mendapatkannya.



Pertama, tidaklah perbuatan zina tampak pada suatu kaum sehingga mereka akan tertimpa bencana wabah dan penyakit yang tidak pernah ditimpakan kepada orang-orang sebelum mereka.



Kedua, tidaklah suatu kaum mengurangi takaran dan timbangan melainkan mereka akan tertimpa paceklik, masalah ekonomi dan kedurjanaan penguasa.



Ketiga, tidaklah suatu kaum menolak membayar zakat melainkan mereka akam mengalami kemarau panjang. Sekiranya tidak karena binatang, niscaya mereka tidak akan diberi hujan.



Keempat, tidaklah suatu kaum melakukan tipuan (ingkar janji) melainkan akan Allah swt utus kepada mereka musuh yang akan mengambil sebagian yang mereka miliki.



Kelima, tidaklah para imam (pemimpin) mereka meninggalkan (tidak mengamalkan Al-Qur'an) melainkan akan Allah swt jadikan permusuhan antar mereka."



Rasulullah saw juga bersabda : "Jika engkau dapati Allah Azza wa Jalla memberikan limpahan kekayaan kepada seorang hamba padahal hamba itu tetap berada di dalam kemaksiatan, maka tak lain hal itu merupakan penundaan tindakan dari Nya" (HR Ahmad)

Selanjutnya beliau (Rasulullah saw) membaca ayat yang artinya : „Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka, sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa." (QS Al-An'aam : 44)



Imam Ahmad meriwayatkan, Abi Rafi' bercerita bahwa Rasulullah saw pernah melewati pekuburan Baqi. Lalu beliau berkata, "Kotorlah engkau, cis ... !" Aku menyangka kiranya beliau maksudkan diriku. Beliau bertutur, „Tidak, cuma inilah kuburan si fulan yang pernah kuutus untuk memungut zakat pada bani fulan lalu dia mencuri baju wol dan kini dia sedang dipakaikan baju yang serupa dari api neraka.



Dalam shahih Muslim dikatakan bahwa Rasulullah saw pernah bersabda : "Penduduk yang di dunia begelimang kesenangan sementara dia itu termasuk ahli neraka dihadirkan pada hari kiamat untuk kemudian dicelup dengan celupan neraka. Kemudian kepada mereka dikatakan, „Hai ibnu Adam, adakah kau lihat kebaikan ?" Dia menjawab, "Wallahi, tidak ya Rabbi !" Dan manusia yang di dunia paling sengsara hidupnya sementara dia itu calon penghuni surga akan dicelup dengan celupan surga. Lalu kepada mereka akan dikatakan, "Hai ibnu Adam, adakah kau peroleh kesengsaraan? Adakah kau temui kegetiran?" Dia menjawab, "Tidak, demi Allah ya Rabbi, tidak kudapati sama sekali.""



Sedangkan dalam shahih Muslim Rasulullah saw pernah bersabda tentang 3 golongan manusia yang pertama diadili di hari akhir. Golongan pertama adalah mereka yang mati syahid. Diantara mereka wajahnya tersungkur dan diseret ke neraka karena ternyata perang yang telah dilakukannya semata-mata hanya agar disebut pahlawan. Golongan kedua adalah orang yang sering membaca Al-Qur'an, rajin menuntut ilmu dan senantiasa mengamalkan pengetahuannya. Namun ternyata mereka juga tersungkur dan diseret ke dalam nereka. Mengapa ? Karena ternyata mereka hanya ingin mendapat gelar sebagai orang alim dan pintar.



Golongan ketiga adalah seorang laki-laki yang seluruh kekayaannya dia korbankan. Tetapi nasibnya sama dengan kedua golongan sebelumya, ia tersungkur dan diseret ke neraka, karena ia melakukan itu agar dikatakan dermawan.





Saudaraku…..



Kita harus menyadari akan hal ini, bahwa kemaksiatan yang telah dilakukan merupakan penghalang rezeki.



Akal kita juga tidak akan bisa menerima ilmu jika kita bermasiat, Imam Syafi’i duduk di depan Imam Malik. Dia membacakan sesuatu yang membuat Imam Malik kagum. Imam Malik sangat mengagumi kecepatannya dalam menangkap pelajaran, kecerdasannya dan pemahamannya yang sempurna. Imam Malik berkata, “Aku melihat, Allah telah meletakkan sinar dalam hatimu. Jangan padamkan sinar itu dengan kegelapan maksiat.” Imam Syafi’i menjawab, “Saya mengeluhkan hafalanku yang jelek kepada Waki’. Ia menasehatiku untuk meninggalkan maksiat. Waki’ berkata, ‘Ketahuilah bahwa ilmu itu anugerah dan anugerah Allah tidak diberikan kepada pelaku maksiat.”



Saudaraku….



“Seorang mukmin jika berbuat satu dosa, maka ternodalah hatinya dengan senoktah warna hitam. Jika dia bertobat dan beristighfar, hatinya akan kembali putih bersih. Jika ditambah dengan dosa lain, noktah itu pun bertambah hingga menutupi hatinya. Itulah karat yang disebut-sebut Allah dalam ayat,“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka." (HR Tarmidzi)



Saudaraku….



Bukankah kita telah mengikrarkan pengakuan kita sebagaimana dalam surat Al A’raaf ayat 172 yang artinya:

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",



Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda, "Tidaklah seorang hamba mengucapkan di pagi dan sore hari sebanyak tiga kali,

رَضِيْتُ بِاللهِ رَبًّا وَبِالإِسْلاَمِ دِيْنًا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا وَرَسُوْلاً

[Aku rela Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama dan Muhammad shallallahu’alaihi wasallam sebagai Nabi dan Rasul], melainkan sudah menjadi hak Allah untuk meridhainya pada hari Kiamat." (HR. Ahmad)



Kita harus bisa istiqomah dengan keimanan kita. Allah Berfirman:

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu." (QS. Fushshilat : 30)



Saudaraku…

Kita telah menyadari apa yang telah kita lakukan selama ini. Kini saatnya kita kembali kepada hakikat jalan yang sesungguhnya yang harus kita lalui. Kita harus mengakui dan menjadikan Al Qur’an sebagai pedoman kita sebagaimana dalam QS. Al Baqarah ayat 2. Saatnya kita menapaki jalan Islam, masuk ke dalam secara keseluruhan, kita celupkan diri kita ke dalam nilai-nilai Islam.



Dari Abdurrahman bin Abi Laila dari Shuhaib, ia berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Sungguh menakjubkan urusan seorang mukin, semua urusan baik baginya dan kebaikan ini tidak dimiliki oleh selain seorang mukmin. Apabila mendapat kesenangan ia bersyukur dan itulah yang terbaik untuknya. Dan apabila mendapat musibah ia bersabar dan itulah yang terbaik untuknya.” (HR. Imam Muslim)

Bila keimanan telah tertancap dan menghunjam dalam diri. Segala hal apapun menjadi baik bagi kita. Kita akan melihat segala sesuatunya dari kacamata iman. Kita akan bisa mengambil hikmah dari setiap kejadian yang kita alami.



Saudaraku… Mari kita beriman dan bertaqwa!

Niscaya janji Allah itu benar. Mari kita buktikan. Mari kita menikmati hakikat kekayaan yang sesungguhnya.

"Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya. Dan memberi-nya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya." (QS. Ath-Thalaq: 2-3).



Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS. Al A'raaf : 96)

Jeffri Junivan

penolong misterius/mysterious helper

Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.



"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.



Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.



Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.



"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.



Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.



Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.



Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.



"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.



Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.



"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.



"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.



Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.



"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.



"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.



Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.



Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?



Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.



Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!



"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.



Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.



"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.



"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.



"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.



"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.



"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.



Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.



"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."



"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.



Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.



"Sekarang pulanglah!" kata Ali.



Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.



"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.



Ali tersenyum dan mengangguk.



"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.



"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.



Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.



Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.



Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.



"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"



"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.



Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.



Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.

x

Rabu, 08 Juni 2011

ISLAM MEMANG AGAMA MUDAH, JANGAN DIMUDAH-MUDAHKAN/ISLAMIC RELIGION IS EASY

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:


إن الدين يسر ولن يشاد الدين إلا غلبه فسددوا وقاربوا وأبشروا واستعينوا بالغدوة والروحة وشيء من الدلجة رواه البخاري
"Sesungguhnya agama ini mudah, dan tidaklah seseorang berlebih-lebihan dalam urusan agama melainkan agama akan mengalahkannya, maka tepatkanlah, dekatkanlah, dan bergembiralah, minta bantuanlah dengan (melaksanakan ketaatan) di waktu pagi, sore, dan sebagian malam hari" (HR.Al-Bukhari rahimahullah)

Kosa kata hadits

واستعينوا بالغدوة والروحة وشيء من الدلجة (minta bantuanlah dengan (melaksanakan ketaatan) di waktu pagi, sore, dan sebagian malam hari): Ini adalah permisalan dari Nabi yang artinya minta pertolonganlah kepada Allah dalam ketaatan kepada-Nya dengan melakukan amalan-amalan shalih pada waktu semangat kalian, dan lapangnya hati kalian, yang mana engkau merasa menikmati ibadah tersebut dan tidak merasa bosan dan engkau sampai kepada keinginanmu. Sebagaimana musafir yang cerdas berjalan pada waktu-waktu di atas dan dia serta kendaraannya beristirahat pada selain waktu-waktu itu supaya sampai tujuan dengan tidak merasa capek. Wallahu A'lam.
Makna hadits:

Penulis kitab ini, (kitab Riyadhush Shalihin) yaitu Imam Nawawi rahimahullah membawakan di dalam Bab "Al-Qasdu fii al-'Ibadah"hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu "Sesungguhnya agama ini mudah". Maksudnya adalah bahwa agama yang dengannya Allah Subhanahu wa Ta'ala mengutus Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, yang dengannya manusia beriman dan beribadah kepada Rabb mereka, adalah agama yang mudah. Hal ini sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:


adalah
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْر.... (185)

"Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu…" (QS. Al-Baqarah: 185)

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman ketika memerintahkan hambanya berwudhu, mandi junub dan tayamum –ketika tidak ada air atau tidak mampu menggunakannya-:


مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ.... (6)

"Allah tidak ingin menyulitkan kamu…" (QS. Al-Maidah: 6)


وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ (78)

"Dan berjihadlah kamu di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu, dan Dia sekali-kali tidak menjadikan satu kesulitan pun untukmu dalam agama …" (QS. Al-Hajj: 78)

Maka nash-nash di atas, semuanya menunjukkan bahwa agama ini adalah mudah, dan memang demikianlah kenyataanya. Seandainya manusia memikirkan dan merenungkan ibadah-ibadah sehari-hari, niscaya ia akan mendapatkan bahwa shalat lima waktu adalah mudah (ringan), terbagi-bagi dalam waktu-waktu yang telah ditentukan, dan ia didahului dengan bersuci, yaitu bersuci badannya dan hatinya. Maka seseorang yang berwudhu ketika hendak menunaikan shalat lalu mengucapkan (do'a setelah wudhu):


أشهد ألا إله إلا الله وأشهد أن محمدا عبده ورسوله اللهم اجعلني من التوابين واجعلني من المتطهرين

"Aku bersaksi, bahwa tiada Ilaah (sesembahan) yang haq kecuali Allah, Aku bersaksi, bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang banyak bertaubat dan jadikanlah aku termasuk orang-orang (yang senang) bersuci."

Maka pertama dia telah mensucikan badannya kemudian berikutnya dia mensucikan hatinya dengan tauhid (Syahadat), lalu dia shalat.

Seandainya manusia juga berfikir dan merenung dalam masalah zakat, yaitu rukun ketiga dari rukun Islam dia akan mendapati bahwa zakat adalah hal yang mudah, karena:

Pertama: Zakat tidak diwajibkan kecuali pada harta-harta yang berkembang, atau yang semakna dengannya. Ia tidak diwajibkan pada semua harta, akan tetapi ia hanya diwajibkan pada harta yang berkembang dan bertambah seperti harta perdagangan atau yang semakna dengannya dalam hukum seperti emas dan perak sekalipun ia tidak bertambah. Adapun harta benda yang digunakan pemiliknya di dalam rumahnya (perabotan dan lain-lain), atau berupa kendaraannya, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:


ليس على المؤمن في عبده ولا فرسه صدقة (رواه البخاري في الزكاة و مسلم في الزكاة)

"Tidak ada kewajiban shadaqah (zakat) atas seorang mukmin pada budaknya dan kudanya." (HR. al-Bukhari dalam kitab Zakat dan Muslim dalam kitab Zakat)

Semua perabotan rumah, kasur, kendaraan dan yang lainnya dari barang-barang yang digunakan oleh pemiliknya secara khusus maka tidak ada kewajiban zakat padanya.

Kedua: Zakat yang harus dikeluarkan kadarnya sangat kecil sekali, yaitu 2,5% atau seperempat puluh dari harta kita.

Ketiga:Ketika kita membayar zakat maka zakat itu tidak akan mengurangi harta kita, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:


ما نقصت صدقة من مال (رواه مسلم في الصلة 69 وأحمد و الترمذي)

"Shadaqah tidak mengurangi harta sedikitpun."(HR. Muslim, kitab ash-Shilah 60 dan Ahmad di dalam al-Musnad dan at-Tirmidzi rahimahumullah)

Bahkan zakat akan memberikan keberkahan di dalam harta tersebut, megembangkan, menambah dan mensucikannya.

Lalu lihatlah pada ibadah puasa, maka ia juga ibadah yang mudah dan ringan. Ia tidak diwajibkan setahun penuh, atau setengah tahun, tidak pula seperempat tahun, akan tetapi ia hanya diwajibkan hanya satu bulan saja dalam setahun. Di samping itu ada kemudahan yang lebih besar lagi, yaitu ketika engkau sakit maka engkau boleh berbuka (tidak berpuasa), bila safar boleh berbuka (tidak berpuasa) dan apabila engkau tidak mampu berpuasa selama-lamanya (karena usia lanjut atau sakit yang tidak bisa diharapkan kesembuhannya) maka kewajibanmu hanya memberi makan (fidyah) seorang miskin untuk satu hari yang ditinggalkan.

Haji juga ibadah yang mudah,Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


. وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا....(97)

" Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah menunaikan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana…" (QS. Ali- Imraan: 97)

Dan barangsiapa yang tidak mampu, jika dia orang kaya dan memiliki harta maka hajinya digantikan (diwakilkan) oleh orang lain, dan jika tidak memiliki harta dan kemampuan fisik maka gugur kewajiban hajinya.

Maka kesimpulannya adalah bahwa agama ini mudah (ringan), mudah dari awalnya dan juga mudah apabila ada hal-hal yang menuntut adanya kemudahan. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada 'Imran bin Hushain radhiyallahu 'anhu:


صل قائما فإن لم تستطع فقاعدا فإن لم تستطع فعلى جنب (رواه البخاري وأبوداود و الترمذي)

"Shalatlah dengan berdiri, kalau engkau tidak mampu maka dengan duduk, dan jika tidak mampu maka dengan berbaring (miring)."(HR. al-Bukhari, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi rahimahumullah)

Maka sekali lagi agama Islam ini mudah.

Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melanjutkan sabada beliau: ولن يشاد الدين أحد إلا غلبه maksudnya tidaklah seseorang berlebih-lebihan (menyusahkan diri) dalam agama kecuali dia akan kalah, bosan, capek, dan lemah lalu pada akhirnya dia meninggalkannya.

Inilah makna sabda beliau shallallahu 'alaihi wasallam" ولن يشاد الدين أحد إلا غلبه " maksudnya, apabila engkau menyusahkan diri dalam beragama, bersikap ektsrim, maka agama akan mengalahkanmu, dan engkau akan binasa. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:


هلك المتنطعون قالها ثلاثا.رواه مسلم

"Binsahlah orang-orang yang ekstrim (dalam beragama). Beliau mengucapkannya 3 kali." (HR. Muslim)

Kemudian beliau shallallahu 'alaihi wasallam melanjutkan sabdanya:
فسددوا وقاربوا وأبشروا

"Maka tepatkanlah, atau dekatkanlah (miripkanlah), dan bergembiralah."

Maknanya adalah lakukanlah sesuatu dengan tepat sesuai dengan ketentuan, dan benar. Maka jika kamu tidak mampu melakukan yang demikian maka usahakan mendekatinya (mendekati yang benar) oleh sebab itu beliau bersabda:"dekatkanlah (miripkanlah)". Huruf wawu (dan) dalam hadits ini artinya auw (atau). Yakni, tepatkanlah jika memungkinkan, jika tidak memungkinkan maka miripkanlah (mendekati yang benar).

Sabda beliau shallallahu 'alaihi wasallam:"Dan bergembiralah" maksudnya bergembiralah kalian jika kalian telah tepat dan benar (dalam beragama) atau mirip dengan yang benar. Maka bergembiralah dengan pahala yang besar, kebaikan, dan pertolongan dari Allah 'Azza wa Jalla.

Dan uslub (cara bebicara) seperti ini sering digunakan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang mana beliau memberikan kabar gembira kepada para Shahabat radhiyallahu 'anhum dengan apa-apa yang menyenangkan (menggembirakan) mereka. Oleh sebab itu hendaknya setiap manusia berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memberikan rasa senang dan gembira di hati saudara-saudarnya sesuai dengan kemampuan dengan kabar gembira, wajah yang riang dan lainnya.

Pelajaran yang bisa diambil dari hadits di atas:

1. Islam adalah agama yang penuh kemudahan dan berusaha menghilangkan segala bentuk kesulitan, dan inilah salah satu keutamaan ummat Islam yang dirahmati. Allah Subhanahu wa Ta'ala sendiri telah melepaskan/menghilangkan segala bentuk balenggu dan ikatan dari diri mereka sebagaimana yang pernah mengekang ummat-ummat terdahulu. Maka, Dia mengutus Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam dengan membawa agama yang palaing baik, lurus dan toleran.

2. Setiap orang yang berlebihan (ekstrim) dalam beragama akan terhenti di tengah jalan. Sebab, berlebihan akan mengakibatkan kejenuhan dan kebosanan. Berlebihan dalam ibadah juga akan mengakibatkan kebosanan atau pengabaian terhadap hal yang lebih utama atau menunda pelaksanaan kewajiban dari waktunya. Misalnya, orang yang sholat semalam suntuk, lalu tertidur di akhir malam hingga ketinggalan sholat shubuh atau tidak ikut shalat shubuh berjama'ah di Masjid.

3. Hadits di atas menunjukkan disunahkannya mengambil keringanan dalam syari'at pada waktunya (waktu dibolehkannya keringanan tersebut). Karena mengambil sesuatu yang berat pada saat diberikan keringanan merupakan perbuatan yang berlebihan. Misalnya, orang yang meninggalkan tayammum pada saat dia tidak boleh (tidak mampu) menggunakan air karena sakit misalnya, tentunya hal ini akan membahayakannya.

Sederhana (pertengahan) dalam ibadah akan mengantarkan kepada keridhaan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan mendorong pelakunya untuk terus beribadah kepada-Nya tanpa bosan.

Sumber: disarikan dari Syarah Riyadhush Shalihin karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah dan Bahjautun Nazhirin karya Syaikh Salim al-Hilali hafizhahullah edisi terjemah. diposting oleh Abu Yusuf Sujono)

ORANG FAKIR DAN MISKIN JUGA BISA BERSEDEKAH/Fakir AND POOR PEOPLE CAN ALSO charity

Dari Abu Dzar radhiyallahu 'anhu:


أن ناساً من أصحاب رسول الله قالوا للنبي : يا رسول الله ذهب أهل الدثور بالأجور؛ يُصلُّون كما نصلي، ويصومون كما نصوم، ويـتـصـدقــون بفـضـول أمـوالهم. قـال : { أولـيـس قـد جعـل الله لكم ما تصدقون؟ إن لكم بكل تسبيحة صدقة، وكل تكبيرة صدقة، وكل تحميدة صدقة، وكل تهليلة صدقة، وأمر بالمعروف صدقة، ونهي عن المنكر صدقة، وفي بضع أحـد كم صـدقـة }. قالوا : يا رسول الله، أيأتي أحدنا شهوته ويكون له فيها أجر؟ قال: { أرأيتم لو وضعها في حرام، أكان عليه وزر؟ فكذلك إذا وضعها في الحلال، كان له أجر }.[رواه مسلم:1006].

" Sesungguhnya sejumlah orang dari shahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam (yang dimaksud dengang mereka adalah para shahabat Rasulullah yang fakir dari kalangan Muhajirin) berkata kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:“ Wahai Rasulullah, orang-orang kaya telah pergi dengan membawa pahala yang banyak, mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka puasa sebagaimana kami puasa dan mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka (sedang kami tidak dapat melakukannya)." (Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam) bersabda:" Bukankah Allah telah menjadikan bagi kalian jalan untuk bersedekah? Sesungguhnya setiap tashbih (Tashbih adalah ucapan Subhanallah) merupakan sedekah, setiap takbir merupakan sedekah, setiap tahmid merupakan sedekah, setiap tahlil merupakan sedekah, amar ma’ruf nahi munkar merupakan sedekah dan pada kemaluan kalian (maksudnya adalah melakukan jima’ dengan istri) merupakan sedekah." Mereka bertanya:'Ya Rasulullah, apakah salah seorang di antara kami menyalurkan syahwatnya, dia akan mendapatkan pahala?' Beliau bersabda: 'Bagaimana pendapat kalian seandainya dia menyalurkannya di jalan yang haram, bukankah baginya dosa?' Demikianlah halnya jika dia menyalurkannya pada jalan yang halal, maka dia mendapatkan pahala.'" (Riwayat Muslim: 1006(

Hadits ini diriwayatkan dari Abu Dzar radhiyallahu 'anhu, mengabarkan bahwa beberapa orang Shahabat radhiyallahu 'anhum mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Mereka adalah orang-orang fakir dari kalangan Shahabat, mereka berkata kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:


يا رسول الله، ذهب أهل الدثور بالأجور

"Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, orang-orang kaya telah pergi dengan membawa pahala yang banyak."

Maksudnya:Bahwa orang-orang kaya telah pergi (mendahului/mengungguli kami) dengan membawa pahala di sisi Allah Jalla wa 'Ala, karena mereka memiliki harta yang banyak, yang dengannya mereka bersedekah, dan sedekah keutamaannya sangat besar.

Mereka berkata:


يصلون كما نصلي، ويصومون كما نصوم، ويتصدقون بفضول أموالهم

"Mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka puasa sebagaimana kami puasa dan mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka."

Maksudnya:Bahwa Allah Jalla wa 'Ala membedakan/mengunggulkan mereka dikarenakan mereka bersedekah. Maka mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami puasa, akan tetapi mereka lebih unggul dibandingkan kita dengan sedekah mereka. Maka orang-orang kaya itu pergi dengan membawa pahala sedekah.

Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjelaskan kepada mereka bahwa makna sedekah itu luas, beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:


أوليس قد جعل الله لكم ما تصدقون به

" Bukankah Allah telah menjadikan bagi kalian jalan untuk bersedekah?"

Dalam sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ini ada motivasi untuk mendengarkan sesuatu yang Allah jadikan untuk orang fakir –bahkan untuk kaum muslimin secara umum baik yang fakir maupun yang kaya- berupa macam-macam sedekah yang tidak termasuk sedekah dengan harta.

Dan ini berdasarkan makna sedekah syari'at, karena sedekah secara syari'at bukanlah sedekah dengan harta, akan tetapi sedekah dengan harta adalah bagian dari makna sedekah.

Makna sedekah:

Sedekah adalah menyampaikan kebaikan atau manfaat kepada orang lain, oleh sebab itu Allah Jalla wa 'Ala disifati dengan al-Mutashaddiq (Yang bersedekah) kepada hamba-Nya. Sebagaimana yang telah valid di dalam Shahih Muslim bin al-Hajjaj rahimahullah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ketika ditanya tentang masalah shalat Qashar ketika safar, beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:


صدقة من الله

"Sedekah dari Allah
Mereka (para Shahabat radhiyallahu 'anhum) berkata:
يا رسول الله، هانحن قد أمنا، والله –جل وعلا- يقول في سورة النساء): فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا) وقد أمنا.

"Wahai Rasulullah, sekarang kami telah aman, padahal Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam surat an-Nisaa':…Maka tidaklah mengapa kamu menqashar shalat(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir.'(QS. An-Nisaa': 101) Sementara kami kini telah aman."

Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:


صدقة من الله عليكم، فاقبلوا صدقته .

"Sedekah dari Allah untuk kalian, terimalah sedekah-Nya."

Maka Allah Jalla wa 'Ala bersedekah kepada para hamba-Nya. Maknanya adalah Dia menyampaikan kebaikan, dan sesuatu yang bermanfaat bagi mereka. Maka sekali lagi makna sedekah dalam syari'at maknanya adalah umum, yaitu menyampaikan kebaikan dan manfaat kepada orang lain. Karena makna sedekah adalah umum maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mencontohkan:


إن بكل تسبيحة صدقة، وكل تكبيرة صدقة، وكل تحميدة صدقة، وكل تهليلة صدقة .

"Sesungguhnya setiap tashbih (Tashbih adalah ucapan Subhanallah) merupakan sedekah, setiap takbir merupakan sedekah, setiap tahmid merupakan sedekah, setiap tahlil merupakan sedekah."

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mencontohkan dengan empat kalimat (zikir) di atas karena dua alasan:

Pertama:Keempatnya merupakan bentuk zikir lisan, maka beliau mencontohkan dengan kempat dzikir di atas dan tidak mencontohkan dengan bentuk zikir yang lain karena keempatnya adalah sebaik-baik zikir, sebagaimana telah valid dalam hadits shahih bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bertsabda:


أحب الكلام إلى الله أربع: سبحان الله، والحمد لله، ولا إله إلا الله، والله أكبر .

"Perkataan yang paling dicintai di sisi Allah ada empat:'Subhanallahu, Alhamdulillah, Laa Ilaaha Illallahu, dan Allahu Akbar.'"

Kedua:Keempatnya adalah sarana yang paling agung dari jenis zikir untuk mendekatkan diri kepada Allah Jalla wa 'Ala, dan denganya seseorang bersedekah kepada dirinya sendiri. Maka beliau bersabda:" Sesungguhnya setiap tashbih adalah sedekah.", karena di dalamnya ada pahala yang besar, maka dengan tasbih seseorang telah menyampaikan kebaikan dan pahala kepada dirinya sendiri. Dan demikian pula dengan tahmid, tahlil dan takbir.

Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beralih kepada jenis sedekah yang manfaatnya dirasakan oleh orang lain, beliau bersabda:


وأمر بمعروف صدقة، ونهي عن منكر صدقة

"Amar Ma’ruf (mengajak kepada kebaikan) merupakan sedekah dan Nahi Munkar (melarang/mencegah dari yang munkar) merupakan sedekah."

Ini adalah pemberian contoh terhadap bentuk sedekah yang manfaatnya sampai kepada orang lain, yaitu amar ma'ruf nahi munkar.

Al-Ma'ruf: Adalah sesuatu yang diketahui kebaikannya, dan hal itu (baik dan tidaknya sesuatu) didasarkan pada penilaian syari'at. Maka sesuatu yang dikenal dalam syari'at bahwa hal itu baik, maka dia adalah ma'ruf. Dan al-Munkar adalah kebalikannya, yaitu sesuatu yang dikenal dalam syari'at dengan keburukannya/kejelekannya. Maka siapa saja yang memerintahkan/mengajak kepada sesuatu yang baik menurut syari'at maka dia telah melakukan amar ma'ruf, dan amar ma'ruf yang paling tinggi adalah mengajak kepada tauhid. Dan barang siapa yang melarang/mencegah dari kemunkaran –yaitu sesuatu yang buruk menurut syari'at, dan kemunkaran yang paling besar adalah syirik- maka dia telah melakukan nabi munkar. Jadi setiap amar ma'ruf adalah sedekah bagimu dan setiap nahi munkar adalah sedekah. Dan mengajari/mendidik manusia masuk ke dalam kategori ini, dan ia termasuk jenis sedekah.

Maka barangsiapa yang menekuni ilmu baik mempelajari ataupun mengajarkannya, maka dia telah bersedekah kepada dirinya sendiri dan kepada orang lain pada setiap waktu yang dilaluinya. Oleh sebab itu, ahli ilmu (orang yang berilmu) adalah orang yang paling banyak pahalanya, jika niatnya benar.

Sabda beliau:


وفي بضع أحدكم صدقة

" Dan dalam kemaluan kalian (maksudnya adalah melakukan jima’ dengan istri) merupakan sedekah."

Sabda beliau: بضع adalah kiasan yang maknanya adalah kemaluan laki-laki. Dan ini adalah bentuk keindahan dan adab yang tinggi dalam perkataan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, yang mana beliau menyebutkan sesuatu yang malu untuk disebutkan atau tidak pantas disebutkan dengan menggunakan kata kiasan yang bisa menunjukkan kepada makna yang diinginkan. Dan ini mengajari kita untuk memiih perkataan yang paling baik dan paling halus ketika berkomunikasi dengan orang lain.

Sabda beliau shallallahu 'alaihi wasallam:


وفي بضع أحدكم صدقة

" Dan pada kemaluan kalian (maksudnya adalah melakukan jima’ dengan istri) merupakan sedekah."

Maknanya:Di dalam perbuatan seorang suami mendatangi istrinya dengan farji (kemaluannya) merupakan sedekah. Maka hal itu membuat heran para Shahabat radhiyallahu 'anhum, maka mereka pun berkata:


يا رسول الله أيأتي أحدنا شهوته، ويكون له فيها أجر؟! .

"Ya Rasulullah, apakah salah seorang di antara kami menyalurkan syahwatnya, dia akan mendapatkan pahala?"

Maknanya: Apakah salah seorang di antara kita menyalurkan syahwatnya dan menumpahkan air maninya pada kemaluan istri adalah sedekah?

Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab:


أرأيتم لو وضعها في حرام

"Bagaimana pendapat kalian seandainya dia menyalurkannya pada tempat yang haram."

Maksudnya meyalurkan syahwatnya atau air maninya pada tempat yang haram. Nabi melanjutkan sabdanya:


أكان عليه وزر؟ فكذلك إذا وضعها في حلال كان له أجر وهذا


"Bukankah baginya dosa?" Demikianlah halnya jika dia menyalurkannya pada jalan yang halal, maka dia mendapatkan pahala."

Maksudnya, apa yang dilakukan oleh seseorang dari perbuatan-perbuatan ini yang termasuk kategori syahwat, apabila dia melakukannya pada tempat yang halal maka dia akan mendapatkan pahala. Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala menguji hambaNya dengan syahwat ini, lalu dia menyalurkannya pada tempat yang halal dan dia menjauhkan dirinya dari manyalurkannya pada yang haram maka dia akan diberi pahala oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dan ini makna yang zhahir (nampak secara sekilas).

Para ulama berbeda pendapat di dalam masalah ini:Apakah seseorang mendapatkan pahala dengan sekedar menyalurkan syahwatnya pada tempat yang halal ataukah dia mendapatkan pahala dengan menyalurkannya pada yang halal dan disertai dengan niat

Sebagian ulama berkata:"Syahwat ini yang dengannya Allah menguji hamba-Nya, apabila disalurkan pada tempat yang halal maka dia akan mendapatkan pahala sekalipun tanpa niat, berdasarkan zhahir (makna yang nampak secara sekilas) dalam hadits ini. Dan niat secara umum, yaitu niat Islamnya sudah mencukupinya, karena dengan Islam tercapailah niat ketaatan kepada Allah Jalla wa 'Ala, dalam apa yang dia lakukan maupun apa yang ia tinggalkan."

Sebagian ulama lain berkata:Hadits ini dibawa kepada hadits-hadits yang lain, yaitu dia akan diberi pahala apabila memalingkan dirinya dari yang haram kepada yang halal dengan niat. Maka apabila dia menalingkan dirinya dari terjatuh ke dalam perzinaan kepada perbuatan halal (berjima' dengan istrinya), maka dia akan diberi pahala atas perbuatannya itu. Karena hadits-hadits yang lain, kaidah umum dan demikian juga sebagian ayat al-Qur'an menunjukkan bahwa dia hanya diberi pahala atas apa yang dia niatkan dalam rangka memperoleh Wajah Allah Jalla wa 'Ala."

Telah valid dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda:


إنك لن تنفق نفقة تبتغى بها وجه الله إلا أجرت عليها

"Sesungguhnya tidaklah engkau memberikan nafkah dengan niat untuk mendapatkan Wajah Allah, melainkan engkau pasti akan diberi pahalanya.”

Demikan juga Allah Jalla wa 'Ala berfirman:


(لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا )

"Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma´ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar."(QS. An-Nisaa': 114)

Maka ayat ini menunjukkan di syaratkannya niat untuk mendapatkan ridha Allah Subhanahu wa Ta'ala, demikian juga hadits di atas menunjukkan bahwa pemberian nafkah –apabila diniatkan untuk mendapatkan Wajah Allah maka seorang hamba akan diberikan pahala karenanya. Maka kebanyakan ulama membawa zhahir hadits ini kepada hadits-hadits lain, yang menunjukkan bahwa seorang hamba yang memalingkan dirinya dari yang haram menuju yang halal akan diberi pahala dengan disertai niat. Karena amalan tergantung niatnya.
Kandungan Hadist :

1. Para Shahabat radhiyallahu 'anhum sangat antusias dalam berlomba-lomba kepada kebajikan.

2. Seseorang ketika menyebutkan sesuatu semestinya menyebutkan alasannya. Karena para Shahabat radhiyallahu 'anhum ketika mengatakan :" orang-orang kaya telah pergi dengan membawa pahala yang banyak."Mereka menjelaskan alasannya, dengan perkataan mereka:" mereka shalat sebagaimana kami shalat,…" dan seterusnya.

3. Segala ucapan yang mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah sedekah, seperti tasbih, tahmid, takbir, tahlil, amar ma'ruf nahi munkar semuanya adalah sedekah.

4. Anjuran untuk memperbanyak dzikir-dzikir di atas, karena setiap kalimat darinya dinilai sebagai sedekah yang mendekatkan seseorang kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.

5. Mencukupkan pada apa-apa yang halal dan meninggalkan yang haram, menjadikan yang halal tersebut sebagai sarana pendekatan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan sebagai sedekah sebagaimana sabda beliau:" dan pada kemaluan kalian (maksudnya adalah melakukan jima’ dengan istri) merupakan sedekah."

6. Boleh meminta klarifikasi atau kejelasan tentang suatu berita walaupun berita tersebut berasal dari orang yang jujur, berdasarkan perkataan para Shahabat:" Apakah salah seorang di antara kami menyalurkan syahwatnya, dia akan mendapatkan pahala?"

7. Metode pendidikan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang sangat baik, dengan mengemukakan ucapannya lewat pertanyaan sehingga yang diajak bicara merasa puas dan merasa tenang hatinya. Di antaranya ialah sabda beliau shallallahu 'alaihi wasallam ketika ditanya tentang menjual kurma basah dengan kurma kering:"Apakah berkurang (ukurannya) ketika kering?"Mereka menjawab:"Ya." Kemudian beliau melarang hal itu.

(Sumber: Diterjemahkan dari Syarah hadits Arbai'in an-Nawawi oleh Syaikh Shalih bin 'Abdul 'Aziz Alu Syaikh hafizhahullah dari http://www.rouqyah.com/archive/index.php/t-63877.html. Dengan beberapa tambahan dari Syarah Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah oleh Abu Yusuf Sujono)

TERNYATA BAHAGIA ITU MUDAH/HAPPY TURN OUT THAT EASILY

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:


( من أصبح منكم آمناً في سربه ، معافى في جسده ، عنده قوت يومه ، فكأنما حيزت له الدنيا بأسرها )

"Barangsiapa di antara kalian yang memasuki waktu pagi hari dalam keadaan aman pada dirinya, sehat jasmaninya dan dia memiliki makanan pada hari itu, maka seolah oleh dia diberi dunia dengan berbagai kenikmatannya.

Hadits ini diriwayatkan oleh Salamah bin 'Ubaidillah bin Mihshan al-Khathmiy , dari bapaknya radhiyallahu 'anhu –dan dia termasuk Shahabat- berkata:"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
(مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِي سِرْبِهِ ، مُعَافًى فِي جَسَدِهِ ، عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ ، فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا)

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari rahimahullah dalam al-Adabul Mufrad no. 300, at-Tirmidzi dalam as-Sunan no. 2346 dan beliau berkata:"Hadits hasan gharib."

Syaikh al-Albani rahimahullah berkata setelah mentakhrij hadits ini dari sejumlah Shahabat radhiyallahu 'anhum:"Dan secara garis besar, maka hadits ini hasan Insyaa Allah, dengan penggabungan dua hadits dari dua Shahabat Anshar dan Ibnu 'Umar radhiyallahu 'anhum. Wallahu A'lam" (as-Silsilah ash-Shahihah 2318). Demikian juga yang dinyatakan oleh Syaikh Salim al-Hilali hafizhahullah di dalam Bahjatun Nazhirin Syarh Riyadhush Shalihin ketika mensyarah (menjelaskan) hadits ini (hadits no. 511).

Sabda beliau:أصبح Maknanya adalah memasuki waktu pagi pada hari itu. Di dalamnya ada isyarat bahwa seorang mukmin hendaknya tidak gelisah dan khawatir dengan urusannya di masa mendatang, karena sesungguhnya urusannya ada di tangan Allah, Dialah yang mengatur semua urusan dan Dialah yang mentakdirkan segala sesuatu. Dan wajib bagi setiap mukmin untuk husnu zhan (berprasangka baik kepada Allah) dan untuk optimis dengan kebaikan.

Syaikh al-Mubar Kafuury rahimahullah (ini yang benar bukan Mubarakfury sebagaimana yang sering kita dengar, karena Mubar Kafur adalah salah satu nama tempat di India) berkata di dalam syarh hadits ini:"Sabda Nabi: ( من أصبح منكم ) /barang siapa memasuki waktu pagi di antara kalian:'maksudnya adalah kalian wahai kaum mukminin.'

Sabda beliau ( آمناً )/aman:"Maknanya adalah tidak takut dari musuh."

Sabda beliau (في سِربه):Maknanya adalah (aman) dalam dirinya. Dan ada yang mengatakan:'As-Sirbu artinya adalah kelompok atau lingkungan, maka maknanya aman dalam keluarga dan orang-orang yang berada dalam tanggungan nafkahnya.'" Dan ada yang mengatakan bahwa السرب dengan memfathahkan huruf siin, menjadi as-Sarbu maka maknanya adalah di jalannya. Dan ada pula yang memfathahkan huruf siin dan ra', menjadi as-Sarabu artinya adalah aman di dalam rumahnya dan tempat tinggalnya. Demikan yang disebutkan oleh al-Qory rahimahullah dari beberapa ulama yang mensyarah (menjelaskan) hadits ini. Maksudnya dia aman jiwanya dari pembunuhan, aman rumahnya dari pencurian dan aman kehormatannya dari pelecehan.

Rasa aman adalah salah satu nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala yang paling besar yang dikaruniakan kepada hamba-Nya setelah nikmat Iman dan Islam. Dan tidak akan merasakan kenikmatan hidup, orang yang kehilangan nikmat aman ini. Seperti orang-orang yang hidup di suatu Negara yang kehilangan rasa aman di dalamnya. Atau seperti orang-orang yang yang hidup di tengah-tengah peperangan yang merusak harta benda dan menghilangkan nyawa, ia tidur di bawah gemuruh suara pesawat perang, dan dentuman meriam, bahkan salah seorang di antara mereka menempelkan tangannya di atas jantungnya, menunggu kematian yang bisa saja mendatangi mereka setiap saat. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


( الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ )).{الأنعام}.

” Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kelaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Al-An`aam:82)

Allah Subhanahu wa Ta’ala menjanjikan keamanan bagi orang-orang yang beriman, apabila mereka merealisasikan tauhid, mengikhlashkan (memurnikan) keimanan, dan melakukan amal shalih. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:


( وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم فِي الأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ)). [ النور ].

” Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (An-Nuur: 55)

Sabda beliau shallallahu 'alaihi wasallam معافى في بدنه: Maksudnya adalah sehat, selamat dari sakit dan penyakit baik secara lahir maupun batin. Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan di dalam Musnadnya dari hadits Anas radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah membaca do’a:


( اللهم إني أعوذ بك من البرص والجنون والجذام ، ومن سيئ الأسقام )).

”Ya Alloh sesunguhnya aku berlindung kepada-Mu dari penyakit belang, gila dan penyakit kusta serta dari sejelek-jeleknya penyakit”.

Dan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam senantiasa memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala keselamatan dalam agama, dunia, jiwa, keluarga, dan harta beliau setiap pagi dan sore. Dan beliau shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan para Shahabatnya untuk membacanya juga. Imam Abu Dawud rahimahullah meriwayatkan dari hadits ‘Abdullah bin’Umar radhiyallahu 'anhuma, dia berkata:


( لم يكن النبي صلى الله عليه وسلم يدع هؤلاء الدعوات حين يمسي وحين يصبح.

” Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tak pernah meninggalkan doa-doa ini ketika pagi dan sore:


(اَللَّهُمَّ إِنَِي أَسْأَلُكَ الْعَافِيَةَ فِي الدِّنْيَا وَاْلآخِرَةِ اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي دِيْنِي وَدُنْيَايَ وَأَهْلِي وَمَالِي اَللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِي وَآمِنْ رَوْعَاتِي اَللَّهُمَّ احْفَظْنِي مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ وَمِنْ خَلْفِي وَعَنْ يَمِيْنِي وَعَنْ شِمَالِي وَمِنْ فَوْقِي وَأَعُوْذُ بِعِظَمَتِكَ مِنْ أَنْ أَغْتَالَ مِنْ تَحْتِي))

Ya Allah, sesungguhnya Saya memohon kepada-Mu keselamatan di dunia dan di akhirat. Ya Allah, sesungguhnya saya memohon kepadamu ampunan dan keselamatan dalam agama dan dunia saya, keluarga, dan harta saya.Ya Allah, tutupilah kejelekan saya dan tentramkanlah hati saya. Ya Allah, lindungilah dari depan dan dari belakang saya, sebelah kanan dan kiri saya dari atas kepala saya, serta dengan keagungan-Mu aku berlindung dari upaya makar atas saya dari bawah saya.’”

Shahih, di dalam kitab Takhriijul Misykah (27). [Abu Daud, 40-Kitab Al Adab, hadits (101), Bab Ma Yaqulu Idza Ashbah, hadits (5074). Ibnu Majah, 34- Kitab Adu’a, 14- Bab Ma Yad'ur-Rajulu Idza Ashbaha wa Idza Amsaa, hadits 3871].

Imam at-Tirmidzi di dalam Sunannya meriwayatkan sebuah hadits dari Mu’adz bin Rifa’ah dari bapaknya berkata:”Abu Bakar radhiyallahu 'anhu naik ke atas mimbar, kemudian beliau menangis lalu berkata:’Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berdiri di atas mimbar pada tahun pertama lalu menangis, lalu beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:


( سلوا الله العفو والعافية فإن أحداً لم يُعط بعد اليقين خيراً من العافية )).
”Mintalah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala ampunan dan keselamatan, karena sesungguhnya tidaklah seseorang dikaruniai sesuatu yang lebih baik setelah dikaruniai keyakinan (iman) dibandingkan dengan keselamatan.”

Dan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengabarkan bahwa kebanyakan manusia melalaikan dan terpedaya dengan nikmat ini. Imam al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan dalam Shahihnya dari hadits ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata:”Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:


( نعمتان مغبون فيهما كثير من الناس : الصحة والفراغ )).

”Dua kenikmatan yang kebanyakan manusia terpedaya dengan keduanya; nikmat sehat dan waktu luang.”

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah memberikan bimbingan kepada ummatnya untuk memanfaatkan kesehatannya sebelum datangnya sakit. Imam al-Hakim rahimahullah meriwayatkan dalam al-Mustadrak dari hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:


( اغتنم خمساً قبل خمس.. وذكر منها :صحتك قبل سقمك )).

”Manfaatkan lima perkara sebelum datang lima perkara, beliau menyebutkan di antaranya:”Sehatmu sebelum datang sakitmu.”

Dan Ibnu ‘Umar radhiyallahu 'anhuma, sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari berkata:


( إذا أصبحت فلا تنتظر المساء ، وإذا أمسيت فلا تنتظر الصباح ، وخذ من صحتك لمرضك ، ومن حياتك لموتك )).

”Jika kamu berada di sore hari jangan tunggu pagi hari, dan jika kamu berada di pagi hari jangan tunggu sore hari, gunakanlah kesehatanmu untuk (persiapan saat) sakitmu dan kehidupanmu untuk kematianmu.”(Riwayat Bukhari)

Dan orang-orang yang mengunjungi Rumah Sakit kaum Muslimin, lalu melihat ujian yang menimpa saudara-saudaranya sesama muslim berupa penyakit kronis yang para Dokter tidak sanggup mengobati sebagian penyakit-penyakit tersebut, niscaya dia akan memuji Allah ‘Azza wa Jalla setiap pagi dan sore atas nikmat sehat ini. Maka sungguh Mahabenar Allah Subhanahu wa Ta'alayang berfirman]:


( وَآَتَاكُمْ مِنْ كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ )){إبراهيم}.

” Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).”(QS. Ibrahim: 34)

Sabda beliau shallallahu 'alaihi wasallam:(( عند قوت يومه )) maksudnya adalah dia memiliki makanan yang cukup untuk dikonsumsi dan bisa menghidupinya. Makanan adalah salah satu nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala yang sangat besar, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman


( فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَذَا الْبَيْتِ * الَّذِي أَطْعَمَهُم مِّن جُوعٍ وَآمَنَهُم مِّنْ خَوْفٍ )).{قريش}.

” Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka’bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.”(QS. Quraisy: 3-4)

Sedangkan menurut Syaikh al-Mubar Kafuury rahimahullah maknanya adalah dia memiliki makanan yang cukup yang dia dapatkan dengan cara yang halal.

Dan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam senantiasa berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dari kelaparan. Imam Abu Dawud rahimahullah meriwayatkan di dalam kitab Sunan Abi Dawud dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berdo’a:


( اللهم اجعل رزق آل محمد قوتاً )).

”Ya Allah jadikanlah kecukupan rizki pada keluarga Muhammad.”

Sabda beliau shallallahu 'alaihi wasallam: (فكأنما حيزت) maknanya adalah dikumpulkan untuknya, dan di dalam kitab al-Misykah ada tambahan بحذافيرها menurut al-Qariy maknanya adalah dengan sempurna. Dan maknanya seolah-olah dia dikarunia dunia dengan segala isinya. (Tuhfatul ahwadzi)

Al-Munawi rahimahullah berkata:”Barangsiapa yang Allah mengumpulkan pada dirinya kesehatan jasmaninya, keamanan dalam hatinya, kecukupan dalam makanannya, dan keselamatan keluarganya maka Allah telah mengumpulkan untuknya seluruh nikmat yang barangsiapa mendapatkanya dia seolah-olah telah memiliki dunia sekalipun tidak mendapatkan nikmat selain itu. Maka hendaknya dia tidak menyambut hari itu melainkan dengan syukur kepada Allah dengan memanfaatkan nikmat tersebut untuk ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, bukan dengan bermaksiat kepada-Nya atau bukan dengan lalai dari dzikir kepada-Nya.”(Faidhu al-Qadhir)

Dari penjelasan yang telah lalu jelaslah bahwa siapa saja yang terkumpul di dalam dirinya ketiga hal ini, maka pada hari itu seolah-olah dia memiliki dunia seluruhnya. Dan sebenarnya pada kebanyakan manusia telah terkumpul ketiga hal ini dan bahkan mereka memiliki lebih banyak lagi dibandingkan dengan yang disebutkan dalam hadits ini, namun demikian mereka mengingkarinya dan meremehkan apa yang mereka rasakan dan apa yang mereka dapatkan. Maka mereka sebagaimana yang Allah Subhanahu wa
Ta'ala:


( يَعْرِفُونَ نِعْمَةَ اللَّهِ ثُمَّ يُنْكِرُونَهَا وَأَكْثَرُهُمُ الْكَافِرُونَ )) {النحل}.

” Mereka mengetahui ni'mat Allah, kemudian mereka mengingkarinya dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang kafir.”(QS. An-Nahl: 83)
( أَفَبِنِعْمَةِ اللَّهِ يَجْحَدُونَ )){النحل}.

”Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah?”(QS. An-Nahl: 71)

Dan obat dari penyakit ini adalah dengan melihat kepada orang-orang yang tidak mendapatkan kenikmatan ini, atau yang tidak mendapatkan sebagian dari nikmat ini, sebagaimana yang diwasiatkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim rahimahumallah dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:


( انظروا إلى من أسفل منكم ، ولا تنظروا إلى من هو فوقكم ، فهو أجدر ألا تزدروا نعمة الله)).

”Lihatlah orang yang lebih rendah (kenikmatannya) darimu dan janganlah melihat kepada yang lebih banyak (kenikmatannya) darimu agar kamu tidak mencela nikmat yang Allah anugerahkan kepadamu.”

Ibnu Hajar dan ulama yang lainnya rahimahullah berkata:”Hadits ini mencakup macam-macam kebaikan, karena seseorang apabila melihat kepada orang yang lebih unggul daripada dirinya dalam masalah dunia niscaya hawa nafsunya akan meminta yang seperti itu, lalu dia menganggap remeh nikmat Allah yang dirasakannya dan akhirnya dia bersikeras untuk mencari tambahan untuk menyamainya (orang lain yang lebih unggul) atau mirip dengannya. Dan ini ada pada kebanyakan manusia. Adapun apabila dia melihat orang yang lebih rendah darinya dalam masalah duniawi maka akan nampak dengan jelas nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala pada dirinya sehingga dia pun bersyukur, tawadhu’ (merendahkan diri) dan melakukan kebaikan.”

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan dalam kitab Shahihnya dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiyallahu 'anhuma, bahwasanya seseorang bertanya kepada beliau radhiyallahu 'anhuma:


ألسنا من فقراء المهاجرين ، فقال عبدالله : ألك امرأة تأوي إليها ؟ قال: نعم. قال : ألك مسكن تسكنه ؟ قال: نعم.
قال: فأنت من الأغنياء. قال فإن لي خادماً . قال : فأنت من الملوك.

”Bukankah kita termasuk orang-orang fakir dari kalangan Muhajirin?” Maka ‘Abdullah berkata:’Apakah engkau memiliki istri yang engkau bersandar kepadanya?’ Dia menjawab:’Ya.’ ‘Abdullah bertanya lagi:’Apakah engkau memiliki rumah untuk tempat tinggalmu?’ Dia menjawab:’Ya.’ Maka ‘Abdullah pun berkata:’Jadi engkau adalah orang kaya.’ Orang itu berkata lagi:’Sesungguhnya aku juga memiliki pembantu.’ ‘Abdullah pun berkata:’Maka engkau termasuk salah seorang raja.’

Walhamdullillahi Rabbil ‘Alamin, wa Shallallahu wa Sallama ‘Alaa Nabiyyinaa wa Habiibinaa Muhammadin wa ‘Alaa Aalihi wa Shahbihi Ajma’iin

(Sumber: Diterjemahkan الدُوروُ المنتقاه من الكلمات الملقاه dan حديث من أصبح منكم آمنا في سربه dari http://www.islam-qa.com/ar/ref/114984. Posting oleh Abu Yusuf Sujono)

MUNGKINKAH MENGETAHUI HADITS PALSU TANPA MELIHAT SANAD?/BE AWARE OF COUNTERFEIT REGARDLESS Sanad hadith?

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:"Pertanyaan seperti ini sangat berharga dan berbobot, yang mengetahui hal itu hanyalah orang-orang yang mendalam pengetahuannya terhadap hadits-hadits yang shahih, dan pengetahuan itu sudah mendarah daging dalam dirinya. Maka jadilah dia memiliki kemampuan, memiliki spesialisasi yang mendalam terhadap pengetahuan hadits-hadits dan atsar (riwayat dari selain Nabi), dia juga mengetahui sejarah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, mengetahui petunjuk beliau dalam hal-hal yang beliau perintahkan dan apa yang beliau larang. Dia juga mengetahui kabar/berita dari beliau shallallahu 'alaihi wasallam, apa yang beliau dakwahkan, apa yang beliau cintai, apa yang beliau benci, dan apa yang beliau syri'atkan untuk ummatnya, yang mana dia seolah-olah bergaul dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam seakan-akan dia adalah salah seorang Shahabat Nabi.

Maka orang yang seperti ini keadaannya, dia mengetahui ciri-ciri atau keadaan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, petunjuknya, ucapan-ucapannya, dan apa yang boleh disampaikan dan apa yang tidak boleh disampaikan, dari sesuatu yang tidak diketahui oleh selainnya. Dan ini adalah kondisi seorang pengikut terhadap orang yang diikutinya…..Sampai beliau rahimahullah berkata:"Dan akan Kami beritahukan beberapa perkara yang global, yang dengannya dapat diketahui bahwa hadits tersebut palsu. Di antaranya:

1. Terkandung di dalamnya perkataan-perkataan yang kacau dan tidak beraturan, yang tidak mungkin Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berbicara dengan perkataan-perkataan semisal itu.

2. Didustakan oleh panca indera; seperti hadits (palsu):


" الباذنجان لما أُكِل له " .

"Terong itu tergantung niat yang memakannya."

3. Buruknya makna hadits dan keadaannya yang menggelikan, seperti hadits (palsu):


" لو كان الأرز رجلاً ؛ لكان حليمًا " الحديث .

"Sekiranya beras adalah seorang laki-laki maka niscaya dia akan menjadi laki-laki yang lembut."

4. Pertentangannya yang nyata dengan hadits yang shahih dan terang, maka setiap hadits yang di dalamnya ada kerusakan, kezhaliman, kesia-siaan, pujian kepada kebathilan, celaan terhadap kebenaran dan lain-lain, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berlepas diri diri hadits-hadits yang semacam itu.

Aku (Ibnul Jauzi rahimahullah) berkata:"Dan penafsiran "Pertentangannya dengan ushul (pokok) agama" yang digunankan Ibnul Qayyim lebih utama dibandingkan penafsiran orang yang menafsirkannya dengan "tidak adanya hadits itu di dalam kitab-kitab Islam."

5. Mengaku/mengklaim bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melakukan sesuatu perbuatan yang terang dan jelas di hadapan para semua Shahabat radhiyallahu 'anhum, dan para Shahabat bersepakat untuk menyembunyikan hadits tersebut dan tidak menyampaikannya. Ibnul Qayyim rahimahullah mencontohkan dengan perkataan Rafidhah tentang wasiat beliau kepada 'Ali radhiyallahu 'anhu.

6. Perkataan tersebut sama sekali tidak mirip dengan ucapan para Nabi 'alaihimussalam, lebih-lebih kalau dibandingkan dengan ucapan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.

7. Disebutkan dalam hadits tersebut waktu tertentu (bulan, atau tahun tertentu) seperti ucapan:"Jika datang tahun ini dan itu maka akan terjadi seperti ini dan seperti ini, Jika datang bulan ini dan itu maka akan terjadi seperti ini dan seperti ini." Sebagaimana dalam hadits (palsu):
" إذا انكسف القمر في المحرم؛ كان الغلاء ، والقتال ، وشغل السلطان ، وإذا انكسف في صَفَر ؛ كان كذا وكذا " .

"Jika terjadi gerhana bulan pada bulan Muharran maka akan terjadi kenaikan harga, peperangan, dan kesibukan Raja. Dan jika terjadi pada bulan Shafar maka akan terjadi ini dan itu."

8. Hadits-hadits tentang Shalat nishfu Sya'ban

9. Hadits-hadits tentang shalat-shalat tertentu pada hari-hari atau malam-malam khusus.

10. Hadits-hadits yang menceritakan tentang kisah Khidir dan tentang hidupannya beliau saat ini, tidak ada satu pun hadits yang shahih.

(Sumber: هل يمكن معرفة الحديث الموضوع بضابط من غير أن يُنْظَر في سنده ؟ dari http://salahmera.com/vb/showthread.php?t=1715 dengan ringkasan. Oleh Abu Yusuf Sujono)

HIKMAH DI BALIK BUSANA /BEHIND THE WISDOM OF CLOTHING



Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


(صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا …. وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا ) رواه أبو داود .

“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: ……Para wanita yang berpakaian tapi telanjang (tipis atau tidak menutup seluruh aurat), berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya.” (HR. Abu Dawud) dan beliau shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:


( لا تقبل صلاة حائض إلا بخمار ) رواه الإمام أحمد وأبو داود والترمذي وابن ماجه

”Tidak diterima shalat perempuan yang sudah haidh (balighah) kecuali dengan menggunakan kerudung.”(HR. Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah rahimahumullah)

Penelitian ilmiah modern telah membuktikan bahwa tabarruj-nya (bersoleknya) perempuan dan telanjangnya (tidak menutup aurat) mereka dianggap sebagai sumber malapetaka baginya, yang mana data statistik terbaru menunjukkan adanya penyebaran penyakit kanker (terutama kanker kulit, terj) pada anggota tubuh yang telanjang (tidak tertutup) dari tubuh wanita, khususnya wanita-wanita yang memakai pakaian pendek (mini). Telah beredar di Majalah Kesehatan Inggris:”Sesunguhnya kanker Melanoma, yang dahulu ia adalah salah satu jenis kanker yang langka, sekarang meningkat/bertambah. Dan bahwasanya jumlah penderitanya pada wanita, khususnya para wanita di awal remajanya semakin meningkat, yang mana mereka (para wanita) terjangkiti kanker tersebut pada kaki-kaki mereka. Dan bahwasanya sebab inti dari tersebarnya penyakit ini adalah tersebarnya pakaian-pakaian seragam yang mini, yang menjadikan tubuh wanita terkena sinar Matahari dalam waktu yang lama, sepanjang tahun. Dan kaos kaki yang tipis tidak cukup untuk menghalangi sinar Matahari tersebut mengenai kaki mereka.”

Majalah tersebut meminta para dokter ahli Epidemiologi (ilmu yang mempelajari seberapa sering penyakit menimpa suatu kelompok yang berbeda dan apa penyebab dari penyakit itu) untuk bergabung dengan mereka dalam mengumpulkan maklumat (informasi-informasi) tentang penyakit ini. Dan sepertinya penyakit ini lebih dekat kalau dikatakan sebagai malapetaka, dan itu mengingatkan kita dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:


(وَإِذْ قَالُواْ اللَّهُمَّ إِن كَانَ هَـذَا هُوَ الْحَقَّ مِنْ عِندِكَ فَأَمْطِرْ عَلَيْنَا حِجَارَةً مِّنَ السَّمَاء أَوِ ائْتِنَا بِعَذَابٍ أَلِيمٍ ) سورة الأنفال : 32

”Dan (ingatlah), ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata: "Ya Allah, jika betul (Al Qur'an) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih.” (QS. Al-Anfaal: 32)

Dan adzab yang pedih atau sebagiannya telah turun dalam bentuk kanker yang buruk, yang ia adalah jenis kanker yang paling buruk. Dan penyakit ini timbul karena membiarkan anggota tubuh terkena sengatan sinar Matahari dan secara khusus sinar Ultraviolet dalam rentang waktu yang lama dan itulah yang terjadi pada pakaian mini atau pakaian panti (bikini). Dan kalau diperhatikan maka kanker tersebut menimpa seluruh tubuh dan dengan kadar yang bertingkat-tingkat. Awalnya muncul bercak hitam kecil dan terkadang sangat kecil, dan kebanyakan muncul ditumit atau betis, dan terkadang di mata. Kemudian menyebar ke seluruh tubuh disertai bertambah dan berkembangnya penyakit itu di tempat awal kemunculannya. Kemudian ia menyerang kelenjar limpa (kelenjar getah bening) di atas paha lalu menyerang darah dan akhirnya ia bersarang di hati dan merusaknya.

Dan terkadang ia bersarang di seluruh tubuh, di antaranya tulang-belulang, organ dalam dan ginjal, dan terkadang diikuti dengan hitamnya air kencing disebabkan rusaknya ginjal akibat serangan kanker ganas tersebut.

Dan terkadang berpindah ke janin (bayi) yang ada di perut ibunya, dan penyakit ini tidak memberikan tempo (jeda) yang lama kepada pengidapnya, sebagaimana pula pengobatan dengan operasi tidak memberikan jaminan keselamatan (kesembuhan) seperti pada kanker-kanker yang lain, yang mana kanker jenis ini tidak mempan diobati dengan terapi sinar X.

Dari sini nampak jelaslah hikmah syari’at Islam dalam mewajibkan wanita memakai busana yang sopan yang menutupi seluruh tubuhnya dengan pakaian yang longgar, tidak ketat, dan tidak tipis, yang disertai dengan toleransi bolehnya terbuka wajah dan telapak tangan.

Maka menjadi jelaslah bahwa pakaian kehormatan diri dan pakaian kesopanan (busana muslimah yang syar’i) adalah pencegah terbaik dari adzab dunia yang terealisaikan dalam bentuk penyakit ini, dan lebih khusus lagi ia (busana syar’i) sebagai pencegah dari adzab akhirat. Kemudian apakah setelah adanya dukungan (penguatan) dari ilmu pengetahuan modern terhadap apa yang telah ditetapkan oleh Syari’at yang mulia ini ada dalil-dalil yang dijadikan landasan untuk pembolehan bersolek dan membuka aurat?!!

(Sumber: Diterjemahkan dari: مرض يصيب المرأةالمتبرجة karya Muhammad Kamil ‘Abdushshomad dari http://www.eajaz.com/agaz%20snaah/mart.htm oleh Abu Yusuf Sujono)

Artikel senyum/Articles smile

UNTUK UBAN
Seorang laki-laki memasuki apotek dan bertanya kepada apoteker:"Apakah engkau memiliki sesuatu untuk rambut putih?" Maka apoteker mejawab:"Ya aku punya, yaitu pemuliaan dan penghormatan." (Ahlaa al-Ibtisamaat, Manshur bin Nashir al-'Awaaji hal. 316)

AKU HANYA INGIN MEMECAHKAN TONGKAT
Seorang hakim bertanya kepada terdakwa:”Kenapa engkau memukul tetanggamu dengan tongkat?” Si terdakwa menjawab:”Aku tidak bermaksud memukulnya, aku hanya ingin memecahkan tongkatku saja.” (Ahlaa Ibtisaamaat: 270)

JANGAN KAU SEBUT NAMAMU
Seorang polisi menangkap seorang pencuri kelas kakap, di tengah perjalanannya menuju kantor polisi sang polisi bertanta kepada pencuri tersebut:”Siapa namamu?” Maka berteriaklah isteri pencuri yang berjalan di belakang keduanya:”Jangan kau beritahu namamu wahai Shabir!” (Ahlaa Ibtisaamaat: 270)

KALAU KAU MATI AKU AKAN MEMAAFKANMU
Seorang hakim berkata kepada terdakwa:”Pengadilan memutuskan hukuman 20 tahun kepada terdakwa.” Terdakwa pun berkata:”Akan tetapi aku adalah laki-laki tua, aku tidak bisa menjamin kalau aku bisa hidup dalam rentang waktu itu.” Hakim menjawab:”Tidak mengapa, nanti kalau kamu mati kami akan memaafkanmu.”(Ahlaa Ibtisaamaat: 300)

KAPAN ENGKAU MAKAN NAK?
Seorang tamu berkata:”Kapan engkau makan wahai anak kecil?” Si anak menjawab:”Segera setelah engkau pulang, paman.”(Ahlaa Ibtisaamaat: 297)

KELEDAI SALING MENGENAL
Seorang laki-laki kampung melewati sekelompok orang, dan ia menaiki keledai, maka salah seorang di antara mereka kepadanya:”Aku kenal keledaimu, tapi aku tidak mengenalmu.” Maka ia menjawab:”Sesama keledai saling mengenal.” (Ahlaa Ibtisaamaat: 300)

ITU BUKANLAH BUKTI YANG CUKUP
Seorang hakim bertanya kepada saksi:”Apakah engkau melihat tembakan?” Saksi menjawab:”Tidak, akan tetapi aku mendengarnya.” Hakim berkata:”Itu bukan bukti yang cukup.” Maka seketika itu juga saksi pun memutar badannya membelakangi hakim dan ia tertawa dengan tawa yang keras, maka hakim pun berkata:”Kenapa engkau tertawa?” Saksi menjawab:”Apakah anda melihat aku tertawa?” Hakim menjawab:”Tidak, akan tetapi aku mendengarnya.” Saksi pun berkata:”Itu bukan bukti yang cukup.” (Ahlaa Ibtisaamaat: 300)

RUMAH BARU
Seseorang mengirimkan surat kepada temannya, di dalamnya tertulis:”Aku akan membangun rumah baru dengan batu-batu dari rumah lama, dan aku kan tinggal di rumah yang lama sampai bangunan rumah yang baru jadi.” (Ahlaa Ibtisaamaat: 300)

TIDAK BISA BACA
Petugas perpustakaan berkata kepada anak ksecil:"Harap diam! Karena pengunjung perpustakaan tidak bisa membaca." Sang anak pun berkata:"Kasihan sekali mereka, sungguh aku sudah bisa membaca di usia delapan tahun." (Ahlaa Ibtisaamaat: 309)

INGATANKU KUAT
Ingatanku kuat sekali, hanya ada tiga hal saja yang aku tidak bisa mengingatnya:"Pertama, aku tidak bisa mengingat wajah, kedua aku tidak bisa mengingat-ingat nama dan yang masih ada ketiga, namun aku lupa apa itu." (Ahlaa al-Ibtisamaat, Manshur bin Nashir al-'Awaaji hal. 156

KALAU DIA MATI KABARI KAMI
Sebagian orang pandir menjenguk orang sakit, ketika hendak pulang mereka menoleh ke arah keluarga si sakit lalu berkata kepada mereka:"Jangan kalian lakukan sebagaimana apa yangkalian lakukan terhadap si Fulan, dia (Fulan) mati sedangkan kalian tidak mengabari kami. Apabila orang ini (si sakit) mati, maka kabarilah kami agar kami bisa menyolatinya." (Ahlaa al-Ibtisamaat, Manshur bin Nashir al-'Awaaji hal. 317)

SETENGAH BIAYA
Seorang laki-laki bertanya kepada temannya:"Sungguh aku tidak memiliki uang kecuali setengah dari hutangku yang aku pinjam dari tetanggaku, dan aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Padahal sudah dekat jatuh tempo pengembalian hutang itu." Temannya berkata kepadanya:"Tenang saja, utus anakmu dengan membawa setengah hutangnmu itu untuk membayarkannya. Karena anak kecil itu selalu membayar separuh (setengah). Kalau tidak percaya tanya pak kondektur angkutan umum."(Ahlaa al-Ibtisamaat, Manshur bin Nashir al-'Awaaji hal. 157)

MAINANKU PECAH
Seorang anak berkata kepada ibunya:"Anak tetangga telah memecahkan mainanku." Ibunya bertanya:"Bagaimana hal itu terjadi?" Sang anak menjawab:"Aku memukul kepalanya dengan mainanku."(Ahlaa al-Ibtisamaat, Manshur bin Nashir al-'Awaaji hal. 154-155)

Denda Dalam Kacamata Syari'ah/Fines In Shariah Glasses

Pendahuluan

Di tengah-tengah masyarakat sering kita jumpai berbagai bentuk denda berkaitan dengan transaksi muamalah. Seorang karyawan yang tidak masuk kerja tanpa izin akan diberikan sanksi berupa pemotongan gaji. Telat membayar angsuran kredit motor juga akan mendapatkan denda setiap hari, dengan nominal rupiah tertentu. Seorang penerjemah buku juga akan didenda dengan nominal tertentu setiap harinya oleh penerbit, jika buku ternyata belum selesai diterjemahkan sampai batas waktu yang telah disepakati. Percetakan yang tidak tepat waktu juga dituntut untuk membayar denda dengan jumlah tertentu. Bayar listrik sesudah tanggal 20 juga akan dikenai denda oleh pihak PLN.

Hukum Denda

Bagaimanakah hukum dari berbagai jenis denda di atas, apakah diperbolehkan secara mutlak, ataukah terlarang secara mutlak, ataukah perlu rincian? Inilah tema bahasan kita pada edisi ini. Persyaratan denda sebagaimana di atas diistilahkan oleh para ulama dengan nama syarth jaza’i.

Hukum persyaratan semisal ini berkaitan erat dengan hukum syarat dalam transaksi dalam pandangan para ulama. Ulama tidak memiliki titik pandang yang sama terkait dengan hukum asal berbagai bentuk transaksi dan persyaratan di dalamnya, ada dua pendapat.

Pendapat pertama menyatakan bahwa hukum asalnya adalah terlarang, kecuali persyaratan-persyaratan yang dibolehkan oleh syariat. Adapun pendapat kedua menegaskan bahwa hukum asal dalam masalah ini adalah sah dan boleh, tidak haram dan tidak pula batal, kecuali terdapat dalil dari syariat yang menunjukkan haram dan batalnya.

Singkat kata, pendapat yang lebih tepat adalah pendapat yang kedua, dengan alasan sebagai berikut:

a. Dalam banyak ayat dan hadits, kita dapatkan perintah untuk memenuhi perjanjian, transaksi, dan persyaratan, serta menunaikan amanah. Jika memenuhi dan memperhatikan perjanjian secara umum adalah perkara yang diperintahkan, maka bisa ditarik kesimpulan bahwa hukum asal transaksi dan persyaratan adalah sah. Makna dari sahnya transaksi adalah maksud diadakannya transaksi itu terwujud, sedangkan maksud pokok dari transaksi adalah dijalankan.

b. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kaum muslimin itu berkewajiban melaksanakan persyaratan yang telah mereka sepakati.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)

Makna kandungan hadits ini didukung oleh berbagai dalil dari al-Quran dan as-Sunnah. Maksud dari persyaratan adalah mewajibkan sesuatu yang pada asalnya tidak wajib, tidak pula haram. Segala sesuatu yang hukumnya mubah akan berubah menjadi wajib jika terdapat persyaratan.
Pendapat inilah yang dipilih oleh Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah dan muridnya, Ibnul Qayyim. Ibnu Taimiyyah mengatakan, “Segala syarat yang tidak menyelisihi syariat adalah sah, dalam semua bentuk transaksi. Semisal penjual yang diberi syarat agar melakukan sesuatu atau meninggalkan sesuatu dalam transaksi jual-beli, baik maksud pokoknya adalah penjual ataupun barang yang diperdagangkan. Syarat dan transaksi jual-belinya adalah sah.”

Ibnul Qayyim mengatakan, “Kaidah yang sesuai dengan syariat adalah segala syarat yang menyelisihi hukum Allah dan kitab-Nya adalah syarat yang dinilai tidak ada (batil). Adapun syarat yang tidak demikian adalah tergolong syarat yang harus dilaksanakan, karena kaum muslimin berkewajiban memenuhi persyaratan yang telah disepakati bersama, kecuali persyaratan yang menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal. Inilah pendapat yang dipilih oleh guru kami, Ibnu Taimiyyah.”

Berdasar keterangan di atas, maka syarat jaza’i adalah diperbolehkan, asalkan hakikat transaksi tersebut bukanlah transaksi utang-piutang dan nominal dendanya wajar, sesuai dengan besarnya kerugian secara riil.

Fatwa-Fatwa Para Ulama

Berikut ini adalah kutipan dua fatwa para ulama:

1. Keputusan Majma’ Fikih Islami yang bernaung di bawah Munazhamah Mu’tamar Islami, yang merupakan hasil pertemuan mereka yang ke-12 di Riyadh, Arab Saudi, yang berlangsung dari tgl 23–28 September 2000. Hasil keputusannya adalah sebagai berikut:

Keputusan pertama. Syarth jaza’i adalah kesepakatan antara dua orang yang mengadakan transaksi untuk menetapkan kompensasi materi yang berhak didapatkan oleh pihak yang membuat persyaratan, disebabkan kerugian yang diterima karena pihak kedua tidak melaksanakan kewajibannya atau terlambat dalam melaksanakan kewajibannya.

Keputusan kedua. Adanya syarth jaza’i (denda) yang disebabkan oleh keterlambatan penyerahan barang dalam transaksi salam tidak dibolehkan, karena hakikat transaksi salam adalah utang, sedangkan persyaratan adanya denda dalam utang-piutang dikarenakan faktor keterlambatan adalah suatu hal yang terlarang. Sebaliknya, adanya kesepakatan denda sesuai kesepakatan kedua belah pihak dalam transaksi istishna’ adalah hal yang dibolehkan, selama tidak ada kondisi tak terduga.

Istishna’ adalah kesepakatan bahwa salah satu pihak akan membuatkan benda tertentu untuk pihak kedua, sesuai dengan pesanan yang diminta. Namun bila pembeli dalam transaksi ba’i bit-taqshith (jual-beli kredit) terlambat menyerahkan cicilan dari waktu yang telah ditetapkan, maka dia tidak boleh dipaksa untuk membayar tambahan (denda) apa pun, baik dengan adanya perjanjian sebelumnya ataupun tanpa perjanjian, karena hal tersebut adalah riba yang haram.

Keputusan ketiga. Perjanjian denda ini boleh diadakan bersamaan dengan transaksi asli, boleh pula dibuat kesepakatan menyusul, sebelum terjadinya kerugian.

Keputusan keempat. Persyaratan denda ini dibolehkan untuk semua bentuk transaksi finansial, selain transaksi-transaksi yang hakikatnya adalah transaksi utang-piutang, karena persyaratan denda dalam transaksi utang adalah riba senyatanya.

Berdasarkan hal ini, maka persyaratan ini dibolehkan dalam transaksi muqawalah bagi muqawil (orang yang berjanji untuk melakukan hal tertentu untuk melengkapi syarat tertentu, semisal membangun rumah atau memperbaiki jalan raya).

Muqawalah adalah kesepakatan antara dua belah pihak, pihak pertama berjanji melakukan hal tertentu untuk kepentingan pihak kedua dengan jumlah upah tertentu dan dalam jangka waktu yang tertentu pula. Demikian pula, persyaratan denda dalam transaksi taurid (ekspor impor) adalah syarat yang dibolehkan, asalkan syarat tersebut ditujukan untuk pihak pengekspor.

Demikian juga dalam transaksi istishna’, asalkan syarat tersebut ditujukan untuk pihak produsen, jika pihak-pihak tersebut tidak melaksanakan kewajibannya atau terlambat dalam melaksanakan kewajibannya.

Akan tetapi, tidak boleh diadakan persyaratan denda dalam jual-beli kredit sebagai akibat pembeli yang terlambat untuk melunasi sisa cicilan, baik karena faktor kesulitan ekonomi ataupun keengganan. Demikian pula dalam transaksi istishna’ untuk pihak pemesan barang, jika dia terlambat menunaikan kewajibannya.

Keputusan kelima. Kerugian yang boleh dikompensasikan adalah kerugian finansial yang riil atau lepasnya keuntungan yang bisa dipastikan. Jadi, tidak mencakup kerugian etika atau kerugian yang bersifat abstrak.

Keputusan keenam. Persyaratan denda ini tidak berlaku, jika terbukti bahwa inkonsistensi terhadap transaksi itu disebabkan oleh faktor yang tidak diinginkan, atau terbukti tidak ada kerugian apa pun disebabkan adanya pihak yang inkonsisten dengan transaksi.

Keputusan ketujuh. Berdasarkan permintaan salah satu pihak pengadilan, dibolehkan untuk merevisi nominal denda jika ada alasan yang bisa dibenarkan dalam hal ini, atau disebabkan jumlah nominal tersebut sangat tidak wajar.

2. Fatwa Haiah Kibar Ulama Saudi.
Secara ringkas, keputusan mereka adalah sebagai berikut, “Syarth Jaza’i yang terdapat dalam berbagai transaksi adalah syarat yang benar dan diakui sehingga wajib dijalankan, selama tidak ada alasan pembenar untuk inkonsistensi dengan perjanjian yang sudah disepakati.

Jika ada alasan yang diakui secara syar’i, maka alasan tersebut mengugurkan kewajiban membayar denda sampai alasan tersebut berakhir.

Jika nominal denda terlalu berlebihan menurut konsesus masyarakat setempat, sehingga tujuan pokoknya adalah ancaman dengan denda, dan nominal tersebut jauh dari tuntutan kaidah syariat, maka denda tersebut wajib dikembalikan kepada jumlah nominal yang adil, sesuai dengan besarnya keuntungan yang hilang atau besarnya kerugian yang terjadi.

Jika nilai nominal tidak kunjung disepakati, maka denda dikembalikan kepada keputusan pengadilan, setelah mendengarkan saran dari pakar dalam bidangnya, dalam rangka melaksanakan firman Allah, yaitu surat an-Nisa’: 58.” (Taudhih al-Ahkam: 4/253–255)

Jadi, anggapan sebagian orang bahwa syarth jaza’i secara mutlak itu mengandung unsur riba nasi’ah adalah anggapan yang tidak benar. Anggapan ini tidaklah salah jika ditujukan untuk transaksi-transaksi yang pada asalnya adalah utang-piutang, semisal jual-beli kredit dan transaksi salam. [Oleh: Ustadz Abu ‘Ukkasyah Aris Munandar, S.S.]

[Sumber: www.pengusahamuslim.com & dipublikasikan oleh: Ekonomisyariat.com]

Asyura' Dalam Perspektif Islam, Syi'ah & Kejawen..!! /Ashura 'The Islamic Perspective

Ulama Ahlussunnah sepakat bahwa pada hari 10 Muharram disyari'atkan untuk berpuasa. Ibnu Abbas menceritakan :
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tiba di Madinah, lalu beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura' ( tanggal 10 Muharram), maka beliau bertanya: "Hari apakah ini?" Mereka menjawab: "Ini adalah hari yang baik. Ini adalah hari dimana Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuhnya, maka Musa shallallahu 'alaihi wasallam berpuasa pada hari itu karena syukur kepada Allah. Dan kami berpuasa pada hari itu untuk mengagungkannya." Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Aku lebih berhak atas Musa daripada kalian", maka Nabi berpuasa Asyura' dan memerintah-kan puasanya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Harus Menyalahi Ahli Kitab

Para sahabat berkata kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam : "Ya Rasulullah, sesung-guhnya Asyura' itu hari yang diagungkan oleh orang Yahudi dan Nasrani", maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tahun depan insya Allah kita akan puasa (juga) pada hari yang kesembilan." (HR. Muslim (1134) dari Ibnu Abbas).

Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Abbas dari jalur lain, sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam :
"Berpuasalah pada hari Asyura' dan selisihilah orang-orang Yahudi itu, berpuasalah sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya." (Fathul Bari, 4/245). Imam Syafi'i juga meriwayatkan hadits di atas, makanya beliau di dalam kitab Al-Um dan Al-Imla' menyatakan kesun-nahan puasa tiga kali tanggal 8, 9 dan 10 Muharram. (Al-Ibda', Ali Mahfudz hal. 149, Fathul Bari 4/246).

Keutamaan Asyura'

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ditanya tentang puasa Asyura', maka beliau menjawab:
"Ia menghapuskan dosa tahun yang lalu." (HR. Muslim (1162), Ahmad 5/296, 297).

Karena itu, pantas jika Ibnu Abbas menyatakan : "Saya tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berpuasa pada suatu hari karena ingin mengejar keutamaannya selain hari ini (Asyura') dan tidak pada suatu bulan selain bulan ini (maksudnya: Ramadhan)." (HR. Al-Bukhari (2006), Muslim (1132)).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah bulan Allah yang bernama Muharram. (HR. Muslim,1163).

B. Bid'ah-bid'ah Asyura'

10 Muharram 61 H adalah hari terbu-nuhnya Abu Abdillah Al-Husen bin Ali (ra) di padang Karbala. Karena peristiwa berdarah ini, setan berhasil menciptakan dua kebid'ahan sekaligus.

Pertama : Bid'ah Syi'ah

Asyura' dijadikan oleh Syi'ah sebagai hari berkabung, duka cita, dan menyiksa diri sebagai ungkapan dari kesedihan dan penyesalan. Pada setiap Asyura', mereka memperingati kematian Al-Husen dan melakukan perbuatan-perbuatan yang tercela seperti berkumpul, menangis, meratapi Al-Husen secara histeris, membentuk kelompok-kelompok untuk pawai berkeliling di jalan-jalan dan di pasar-pasar sambil memukuli badan mereka dengan rantai besi, melukai kepala dengan pedang, mengikat tangan dan lain sebagainya. (At-Tasyayyu' Wasy-Syi'ah, Ahmad Al-Kisrawiy Asy-Syi'iy, hal. 141, Tahqiq Dr. Nasyir Al-Qifari).

Kedua : Bid'ah Jahalatu Ahlissunnah

Sebagai tandingan dari apa yang dilakukan oleh orang Syi'ah di atas, orang Ahlussunnah yang jahil (Bodoh) menjadikan hari Asyura' sebagai hari raya, pesta dan serba ria.

Menurut Ahmad Al-Kisrawi Asy-Syi'iy: "Dua budaya (bid'ah) yang sangat kontras ini, menurut literatur yang ada bermula pada jaman dinasti Buwaihi (321H - 447 H.) yang mana masa itu terkenal dengan tajamnya pertentangan antara Ahlus-sunnah dan Syi'ah. Orang-orang jahalatu (bodoh) Ahlussunnah menjadikan Asyura' sebagai hari raya dan hari bahagia sementara orang-orang Syi'ah menjadikannya sebagai hari duka cita, mereka berkumpul membacakan syair-syair haru kemudian menangis dan menjerit." (At-Tasyayyu' Wasy-Syi'ah hal.142)

Sementara Syekh Ali Mahfudz mengatakan bahwa di Kufah ada kelompok Syi'ah yang sampai ghuluw (berlebihan) dalam mencintai Al-Husen (ra) yang dipelopori oleh Al-Mukhtar bin Abi Ubaid Ats-Tsaqafi (tahun 67 H dibunuh oleh Mush'ab bin Az-Zubair) dan ada kelompok Nashibah (yang anti Ali beserta keturunannya), yang diantaranya adalah Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi. Dan telah disebut di dalam hadits shahih.
"Sesungguhnya (akan muncul) di Tsaqif (kepala suku dari Hawazin) seorang pendusta dan pembantai."

Pendusta tadi adalah Al-Mukhtar yang memperselisihkan keimamahan Ibnul Hanafiyah, dan pembantai tadi adalah Al-Hajjaj yang membenci Alawiyyin, maka yang Syi'ah tadi menciptakan bid'ah duka cita sementara yang Nashibah menciptakan bid'ah bersuka ria. (Al-Ibda' hal. 150)

Bid'ah-bid'ah tersebut berbentuk :

Menambah belanja dapur.
Banyak riwayat yang mengatakan :"Barangsiapa yang meluaskan (nafkah) kepada keluarganya pada hari Asyura', maka Allah akan melapangkan (rizkinya) selama setahun itu." (HR. At-Thabraniy, Al-Baihaqi dan Ibnu Abdil Barr). Asy-Syabaniy berkata: semua jalurnya lemah, Al-Iraqi berkata : sebagian jalur dari Abu Hurairah dishahihkan oleh Al-Hafidz Ibnu Nashir, jadi menurutnya ini hadits hasan, sedangkan Ibnul Jauzi menulisnya di dalam kumpulan hadits palsu. (Tamyizuth-Thayyib minal Khabits, no. 1472, Tanbihul Ghafilin, 1/367). Sementa-ra itu imam As-Suyuthi dengan tegas mengatakan : "Telah diriwayatkan tentang keutamaan meluaskan nafkah sebuah hadits dhaif, bisa jadi sebabnya adalah ghuluw di dalam mengagungkan-nya, dari sebagian segi untuk menandingi orang-orang Rafidhah (Syi'ah) karena syetan sangat berambisi untuk memalingkan manusia dari jalan lurus. Ia tidak peduli ke arah mana -dari dua arah- mereka akan berpaling, maka hendaklah para pelaku bid'ah menghin-dari bid'ah-bid'ah sama sekali." (Al-Amru Bil Ittiba', hal.88-89)
Imam Ahmad mengatakan ketika ditanya : "Hadits ini tidak ada asalnya, ia tidak bersanad kecuali apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Uyainah dari Ibnul Muntasyir, sementara ia adalah orang Kufah, ia meriwayatkan dari seorang yang tidak dikenal." (Al-Ibda', Ali Mahfudz, 150)

Memakai celak (sifat mata).

Mandi.
Mereka meriwayatkan sebuah hadits: "Barangsiapa yang memakai celak pada hari Asyura', maka ia tidak akan mengalami sakit mata pada tahun itu. Dan barangsiapa mandi pada hari Asyura', ia tidak akan sakit selama tahun itu." (Hadits ini palsu menurut As-Sakhawi, Mulla Ali Qari dan Al-Hakim) (Al-Ibda', hal. 150-151)

Mewarnai kuku.

Bersalam-salaman. Imam As-Suyuthi mengatakan : " Semua perkara ini (no.2-5) adalah bid'ah munkarah, dasarnya adalah hadits palsu atas nama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ." ( Al-Amru bil Ittiba', hal.88)

Mengusap-usap kepala anak yatim.

Memberi makan seorang mukmin di malam Asyura'. Mereka tidak segan-segan membuat hadits palsu dengan sanad dari Ibnu Abbas yang mirip dengan haditsnya orang Syi'ah yang berbunyi:
"Barangsiapa berpuasa pada hari Asyura' dari bulan Muharram, maka Allah memberinya (pahala) sepuluh ribu malaikat, sepuluh ribu haji dan umrah dan sepuluh ribu orang mati syahid. Dan barangsiapa memberi buka seorang mukmin pada malam Asyura', maka seakan-akan seluruh umat Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam berbuka di rumahnya sampai kenyang." (Hadits palsu dinyatakan oleh imam As-Suyuthi dan Asy-Syaukani, no. 34, lihat Tanbihul Ghafilin, 1/366).

Membaca do'a Asyura' seperti yang tercantum dalam kumpulan do'a dan Majmu' Syarif yang berisi minta panjang umur, kehidupan yang baik dan khusnul khotimah. Begitu pula keyakinan mereka bahwa siapa yang membaca do'a Asyura' tidak akan meninggal pada tahun tersebut adalah bid'ah yang jahat. (As-Sunan wal Mubtada'at, Muhammad Asy-Syuqairi, hal.134).

Membaca "Hasbiyallah wani'mal wakil" pada air kembang untuk obat dari berbagai penyakit adalah bid'ah.

Shalat Asyura'. Haditsnya adalah palsu, seperti yang disebutkan oleh As-Suyuthi di dalam Al-La'ali Al-Mashnu'ah (As-Sunan wal Mubtada'at, 134).
C. Asyuro dalam Tradisi dan Kultur Kejawen

Bulan Suro banyak diwarnai oleh orang Jawa dengan berbagai mitos dan khurafat, antara lain :
Keyakinan bahwa bulan Suro adalah bulan keramat yang tidak boleh dibuat main-main dan bersenang-senang seperti hajatan pernikahan dan lain-lain yang ada hanya ritual.

Ternyata kalau kita renungkan dengan cermat apa yang dilakukan oleh orang Jawa di dalam bulan Suro adalah merupakan akulturasi Syi'ah dan animisme, dinamisme dan Arab jahiliyah. Dulu,orang Quraisy jahiliyah pada setiap Asyura' selalu mengganti Kiswah Ka'bah (kain pembungkus Ka'bah) (Fathul Bari, 4/246). Kini, orang Jawa mengganti kelambu makam Sunan Kudus. Alangkah miripnya hari ini dan kemarin.

Di dalam Islam, Asyura' tidak diisi dengan kesedihan dan penyiksaan diri (Syi'ah), tidak diisi dengan pesta dan berhias diri (Jahalatu Ahlissunnah) dan tidak diisi dengan ritual di tempat-tempat keramat atau yang dianggap suci untuk tolak bala' (Kejawen) bahkan tidak diisi dengan berkumpul-kumpul. Namun yang ada hanyalah puasa Asyura' dengan satu hari sebelumnya atau juga dengan sehari sesudahnya. Waallahu-a'lam.

[Oleh Ustadz Abu Hamzah A. Hasan Bashori, Lc. M. Ag]
Powered By Blogger

Entri Populer