Cerita Saya

Foto saya
Selalu belajar dan mencari ilmu yang berguna/bermanfaat untuk pribadi dan masyarakat.

Kamis, 24 Maret 2011

kutipan sunnah

Ikhlas
عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ: إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى. فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ.
[رواه إماما المحدثين أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبة البخاري وابو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري في صحيحيهما اللذين هما أصح الكتب المصنفة]

Dari Amirul Mukminin (Pemimpin Orang-Orang Percaya), Abi Hafs Umar bin Al Khattab, dia berkata: Aku mendengar Rasul Allah bersabda:

“Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Barangsiapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan kasih) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya (adalah) kepada (kasih) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita (lawan jenis) yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.” [HR. Bukhari Muslim]


Cinta Karena Allah

Iman adalah sesuatu yang hidup dan dinamis. Iman yang benar, keyakinan yang kuat akan mengantarkan pemiliknya merasakan halawatul iman -kelezatan dan manisnya iman-. Rasulullah saw. telah berjanji kepada siapa saja yang mampu melaksanakan tiga perkara, ia pasti akan mereguk lezatnya iman. Rasulullah saw. bersabda:

عن أنس بن مالك ـ رضي الله عنه ـ قال : قال النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ : ” لا يجد أحد حلاوة الإيمان ، حتى يحب المرء لا يحبه إلا لله ، وحتى أن يقذف في النار أحب إليه من أن يرجع إلى الكفر بعد إذ أنقذه الله ، وحتى يكون الله ورسوله أحب إليه مما سواهما ” . رواه البخاري .

Dari Anas bin Malik ra berkata: Nabi Muhammad saw bersabda: “Seseorang tidak akan pernah mendapatkan manisnya iman sehingga ia mencintai seseorang, tidak mencintainya kecuali karena Allah; sehingga ia dilemparkan ke dalam api lebih ia sukai daripada kembali kepada kekufuran setelah Allah selamatkan darinya; dan sehingga Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selainnya.” Imam Al Bukhari.

Penjelasan:

باب : الحب في الله : Mencintai karena Allah, tidak bercampur aduk dengan riya dan nafsu.

ولا يجد أحد حلاوة الإيمان : Seseorang tidak akan mendapatkan manisnya iman. Iman diserupakan dengan madu, karena keduanya memiliki kesamaan; Manis. Iman yang benar dalam hati akan mewujudkan rasa manis layaknya madu.

وحتى يكون الله ورسوله أحب إليه مما سواهما ” : Sehingga Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari pada selainnya.

محبة الله : إرادة طاعته ، ومحبة رسوله : متابعته : Mencintai Allah adalah dengan mentaati-Nya, sedangkan mencintai Rasulullah adalah dengan mengikutinya.

Cinta alami tidak masuk dalam bab ikhtiar (pilihan), maka yang dimaksudkan adalah cinta ‘aqli (logis) yaitu mendahulukan apa yang dikehendaki akal, dan yang menjadi pilihannya, meskipun bertentangan dengan hawa nafsu. Seperti orang sakit yang minum obat, ia mengambil dengan pilihannya, karena mengharapkan kesembuhan.

Penggunaan dhamir (kata ganti) pada kalimat سواهما selain keduanya, menunjukkan satu kesatuan.

Karena pernah ada seorang khatib (penceramah) yang mentatsniyahkan dhamir dalam ucapannya:

ومن عصاهما فقد غوى “Dan barang siapa yang mendurhakai keduanya maka ia telah tersesat.” Seketika Rasulullah saw. menyuruhnya untuk menggunakan dhamir mufrad yaitu dengan mengucapkan:

من عصى الله فقد غوى “Barang siapa yang mendurhakai Allah maka ia tersesat. Dipisah,

من عصى الرسول فقد غوى “Dan barang siapa yang mendurhakai Rasulullah maka ia tersesat.”

Penggabungan di sini menunjukkan bahwa yang diperhitungkan adalah kumpulan dua cinta. Berbeda dengan ungkapan khatib tadi, masing-masing maksiat berdiri sendiri.

Dari hadits ini dapat diambil pelajaran:
Mencintai seseorang karena mencari ridha Allah, bukan cinta hafa nafsu dan melanggar syariat. Seperti cinta seseorang dalam ikut serta berjihad di jalan Allah, tidak untuk tujuan duniawi. Seperti cinta seseorang untuk beramal dan berjuang dalam organisasi. Dilakukan hanya untuk mencari keridhoan Allah swt
Memilih dilemparkan ke dalam api daripada kembali menjadi kafir. Orang yang telah sempurna imannya tidak akan ada yang bisa merubahnya menjadi kafir lagi. Ia tidak mengingkari ajaran agama yang telah diyakini seperti shalat yang telah Allah wajibkan, tidak menghalalkan apa yang telah Allah haramkan, seperti khamr, atau mengharamkan yang halal.
Mendahulukan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya mengalahkan selainnya. Orang yang sempurna imannya kepada Allah dan Rasul-Nya lebih kuat baginya daripada hak ayahnya, ibunya, anaknya, isterinya dan semua manusia. Karena mendapatkan petunjuk dari kesesatan, terbebaskan dari neraka hanya bisa karena Allah lewat seruan Rasul-Nya. Dan di antara ciri hal ini adalah membela Islam dengan ucapan dan perbuatan, mengamalkan syariat Islam, mengikuti sunnah dan berakhlak dengan akhlak Rasulullah saw. Allahu a’lam


Manusia pada hakekatnya makhluk sosial, saling membutuhkan untuk memenuhi keperluannya dan meningkatkan taraf hidupnya. Fitrah inilah yang ditegaskan oleh Islam. Islam memerintah kan untuk saling tolong menolong dalam kebaikan dan manfaat.

Lebih lagi terhadap sesama umat muslim. Bahkan Islam mengibaratkan persaudaraan dan pertalian sesama muslim itu seperti satu bangunan, di mana struktur dan unsur bangunan itu saling membutuhkan dan melengkapi, sehingga menjadi sebuah bangunan yang kokoh, kuat dan bermanfaat lebih.

Rasulullah saw. bersabda:

عن أبي موسى الأشعري ـ رضي الله عنه ـ عن النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ قال : ” المؤمن للمؤمن كالبنيان ، يشد بعضه بعضاً ، ثم شبك بين أصابعه ، وكان النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ جالساً ، إذ جاء رجل يسأل ، أو طالب حاجة أقبل علينا بوجهه ، فقال : اشفعوا تؤجروا ، ويقضي الله على لسان نبيه ما شاء ” . رواه البخاري ، ومسلم ، والنسائي

Dari Abu Musa Al Asy’ari ra. dari Nabi Muhammad saw bersabda:

“Orang mukmin itu bagi mukmin lainnya seperti bangunan, sebagiannya menguatkan sebagian yang lain. Kemudian Nabi Muhammad menggabungkan jari-jari tangannya. Ketika itu Nabi Muhammad duduk, tiba-tiba datang seorang lelaki meminta bantuan. Nabi hadapkan wajahnya kepada kami dan bersabda: Tolonglah dia, maka kamu akan mendapatkan pahala. Dan Allah menetapkan lewat lisan Nabi-Nya apa yang dikehendaki.” Imam Bukhari, Muslim, dan An Nasa’i.

Penjelasan:

Abu Musa, bernama asli Abdullah bin Qais.

المؤمن للمؤمن Sebagian mukmin atas sebagian mukmin lainnya, كالبنيان adalah seperti bangunan.

يشد بعضه بعضاً Sisi kesamaannya dengan bangunan adalah pada sikap saling menopang. ثم شبك بين أصابعه Inilah penjelasan tentang kemiripan keadaan kaum mukminin yang saling menguatkan.

Dari penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa siapapun yang ingin memberi penjelasan lebih detail dalam berbicara dapat menggunakan gerakan atau peragaan, agar lebih mudah dipahami dan berkesan dalam hati.

وكان النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ جالساً ، إذ جاء رجل يسأل ، أو طالب حاجة Ketika itu Nabi Muhammad duduk, tiba-tiba datang seorang lelaki meminta bantuan. Penggabungan kata thalib dengan haajah, dalam riwayat lain: kata thalib dibaca tanwin dan hajatan dibaca nashab (fathahatain).

أقبل علينا بوجهه Rasulullah saw. menghadapkan wajah mulianya kepada kami, lalu bersabda: اشفعوا tolonglah keperluan orang yang meminta bantuan ini, dengan kebaikan, maka تؤجروا kalian akan mendapatkan balasan. Firman Allah swt.:

“Barangsiapa yang memberikan syafa’at yang baik, niscaya ia akan memperoleh bahagian (pahala) dari padanya. dan barangsiapa memberi syafa’at yang buruk, niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) dari padanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” An Nisa’: 85

At Thabrani meriwayatkan dengan sanad shahih dari Mujahid berkata: “Ayat di atas berbicara tentang tolong menolong sesama manusia. Kesimpulan maknanya adalah bahwa orang yang memberikan pertolongan kepada orang lain, maka ia mendapatkan bagian kebaikan, dan barang siapa tolong menolong dalam kebatilan maka ia mendapatkan bagian dosa.

Syafaat hasanah yang disebutkan dalam ayat di atas adalah pertolongan dalam kebaikan, melindungi hak sesama muslim, menghilangkan keburukan atau mendapatkan kebaikan, mencari ridha Allah, tidak ada risywah atau suap. Pada masalah yang mubah atau boleh atau tidak terlarang, tidak untuk menggagalkan salah satu had atau hukum pidana yang telah Allah tetapkan, tidak pula untuk menghilangkan hak orang lain.

Qadhi Iyadh berkata: Tidak ada pengecualian dari ruang pertolongan yang dianjurkan kecuali dalam masalah had atau pidana yang telah Allah tetapkan. Maka dalam masalah yang tidak ada ketentuan had terutama bagi orang yang tidak sengaja, dan dikenal sebagai orang bersih, pertolongan sangat dianjurkan. Selanjutnya ia mengatakan: Adapun bagi orang yang terbiasa dengan tindakan destruktif, terkenal sebagai ahlul bathil maka tidak berlaku syafaat bagi mereka, agar dapat menjadi pencegah kemaksiatannya.

Ungkapan Iyadh ini didukung oleh riwayat Imam Bukhari dan Muslim dalam kitab shahihnya dari Aisyah ra.

” أن قريشاً أهمهم شأن المرأة المخزومية التي سرقت في عهد النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ فقالوا : من يكلم فيها رسول الله ـ صلى الله عليه وسلم ؟ فكلمه أسامة ،فقال رسول الله ـ صلى الله عليه وسلم -أتشفع في حد من حدود الله تعالى ؟ ثم قام فخطب ، ثم قال : إنما أهلك من كان قبلكم أنهم كانوا إذا سرق فيهم الشريف تركوه ، وإذا سرق فيهم الضعيف أقاموا عليه الحد ، وأيم الله لو أن فاطمة بنت محمد سرقت لقطعت يدها “

“Bahwa suku Quraisy disibukkan oleh seorang wanita dari Bani Mahzum yang mencuri pada masa Rasulullah saw. Lalu mereka mencari siapa yang bisa berbicara dengan Rasulullah saw. Maka Usamah menyampaikan hal ini kepada Rasulullah saw. Rasulullah saw bersabda: Apakah kamu hendak memberi pertolongan dalam hukum pidana Allah? Kemudian Rasulullah berdiri dan berkhutbah: “Sesungguhnya hancurnya umat sebelum kalian adalah bahwa mereka itu jika ada orang mulia yang mencuri mereka biarkan, dan jika ada orang yang lemah mencuri mereka tegakkan hukum pidana. Demi Allah, jika Fatimah binti Muhammad mencuri maka akan aku potong tangannya.”

ويقضي الله على لسان نبيه ما شاء Dan Allah menetapkan lewat lisan Nabi-Nya apa yang dikehendaki, artinya meluluskan hajat atau tidak meluluskannya adalah ketentuan dan takdir Allah.

Dari hadits ini dapat diambil pelajaran, di antaranya:

1. Keutamaan tolong menolong antara sesama mukmin, saling menguatkan satu dengan yang lain dengan pertolongan pada hal-hal yang berguna dan bermanfaat. Rasulullah saw telah bersabda: المؤمن للمؤمن كالبنيان

2. Anjuran kepada kebaikan dengan dikerjakan langsung, atau memfasilitasinya. Rasulullah saw menganjurkan syafaat atau memfasilitasi orang lain untuk berbuat baik.

3. Syafaat ditujukan kepada pembesar atau pembuat kebijakan untuk menghilangkan kesulitan, memberi manfaat dan membantu yang lemah. Sebab tidak semua orang dapat berkomunikasi dengannya, dan mampu mendesaknya, atau menjelaskan keinginannya. Pernah ada orang yang meminta syafaat atau pertolongan kepada Rasaulullah saw. -padahal beliau tidak pernah menolak seorangpun- namun beliau menawarkan kepada para sahabatnya untuk membantu orang tersebut. Allahu a’lam (ut)
Powered By Blogger

Entri Populer