Cerita Saya

Foto saya
Selalu belajar dan mencari ilmu yang berguna/bermanfaat untuk pribadi dan masyarakat.

Minggu, 21 Agustus 2011

Fenomena Rhamadan/RAMADAN PHENOMENON

Istilah ngabuburit berasal dari bahasa Sunda dengan akar kata “burit” yang artinya sebuah representasi waktu yang menunjukkan mulainya malam hari. Nah, sekarang istilah ngabuburit sudah dipakai oleh semua orang yang mengartikannya sebagai kegiatan mengisi waktu sampai tiba saatnya berbuka puasa.

Bahkan tren ini menjadi sebuah tradisi yang tak bisa dilepaskan dari bulan Ra*ma*dan. Beragam kegiatan dila*kukan selama ngabuburit, mulai dari kegiatan positif hingga kegiatan negative.

Meski tak ada kaitannya dengan budaya Minangkabau, toh istilah ngabuburit begitu akrab ditelinga masyarakat. Bahkan, bagi sebagian remaja belum merasa senang jika belum ngabuburit. Di kota Padang, misalnya para remaja menunggu waktu buka puasa dengan jalan-jalan sore atau sekedar duduk di pinggiran Pantai Padang. Sekilas memang tak ada yang salah dengan kegiatan ini, tapi jika diper*hatikan lebih saksama lagi terlihat aktivitas ngabuburit sering digunakan para remaja untuk berduaan dengan lawan jenisnya di tempat yang romantis dan agak sepi.

Fenomena ngabuburit saat Ramadan sudah memasyarakat, terutama pada anak-anak muda perkotaan. Pada saat sore tiba mereka keluar rumah dengan berkendaraan motor berbon*cengan dengan pasangannya atau bergerombol dan men*datangi tempat-tempat ramai dengan alasan menunggu waktu buka puasa. Padahal bukan itu sebenarnya hakekat ngabuburit yang dijalani oleh masyarakat Sunda tempo dulu.

Sekadar pengetahuan, anak-anak Sunda dahulunya selalu ngabuburit di tajug atau surau. Mereka bersemangat pergi ke tajug untuk salat Maghrib berjamaah dan mengaji. Selama ngabuburit itu, mereka di*bimbing oleh ajengan (kiyai) setempat. Mereka baru akan pulang ke rumah setelah salat Isya berjamaah. Prakteknya sekarang ini, ngabuburit justru diisi dengan kegiatan tidak bermanfaat seperti menonton televisi seharian, berpacaran atau kegiatan duniawi yang bersifat hura-hura.

Seperti halnya yang sering dilakukan para remaja di Kota Padang. Sepulang pesantren Ramadan yang diwajibkan Pemko Padang, biasanya anak-anak dan remaja tidur di rumah. Sorenya, menjelang berbuka puasa mereka ke plaza, Pantai Padang, di warnet atau berkeliling dengan kendaraan guna mengisi waktu kosong. Padahal, waktu kosong itu dapat digunakan untuk hal yang bermanfaat seperti mengaji, salat atau aktivitas dakwah lainnya.

Profesor Dadan Wildan Anas dari Universitas Galuh Ciamis juga pernah menye*butkan istilah ngabuburit ini diperkirakan sudah ada sejak abad XV silam. Pada abad ke-15, Kerajaan Mataram menata kota-kota dengan membuat sebuah pusat kegiatan masya*rakat berupa sebuah alun-alun, masjid, dan pasar serta fasilitas pendukung lainnya sehingga menarik warga untuk men*datanginya. Karena pusat keramaian di Alun-alun, maka menjadi lokasi paling favorit untuk ngabuburit.

Tradisi ngabuburit yang dilakukan masyarakat Sunda tempo dulu juga diisi dengan beragam permainan rakyat, misalnya petak umpet, gatrik, dan sebagainya. Untuk meme*riahkan suasana, anak-anak di daerah perkampungan biasanya bermain lodong atau jeblugan, yakni bermain perang-perangan dengan media bambu mirip sebuah meriam yang diisi dengan karbit hingga meng*hasilkan suara dentuman.
Pengaruh Teknologi

Tak dapat dipungkiri peru*bahan makna dan praktek ngabuburit selaras dengan perkembangan teknologi. Me*lalui sosialisasi media massa yang menampilkan keelokkan panorama alam di Indonesia menjadi pemicu perubahan tradisi ngabuburit. Sudah menjadi rutinitas bagi stasiun televisi menayangkan program acara ngabuburit sebelum waktu berbuka puasa tiba. Bahkan, sebuah konser musik yang digelar sebuah perusahaan rokok terkemuka juga meng*gunakan istilah ngabuburit sebagai tema acaranya. Alhasil, istilah ngabuburit kini seolah telah menjadi kata baku dalam pergaulan remaja saat bulan puasa tiba.

Ajaran Islam sebenarnya tidak mengenal istilah nga*buburit atau apa pun yang merujuk pada kegiatan serupa untuk menunggu waktu buka puasa. Jika saat ini, istilah ngabuburit kemudian dikaitkan dengan tradisi bulan Ramadan, hal ini akibat adanya proses akulturasi dalam penyebaran agam Islam. Maksudnya, ajaran Islam masuk dengan mem*perhatikan sisi tradisi lokal. Dalam hal ini adalah tradisi ngabuburit yang telah dikenal luas di tanah Sunda.

Di Arab sendiri, tidak me*ngenal kegiatan atau tradisi yang dilakukan masyarakat untuk menunggu waktu ber*buka puasa. Meski demikian, selama tujuan ngabuburit tersebut dilakukan untuk kegiatan yang positif dan menambah nilai keutamaan beribadah puasa, maka kegiatan ngabuburit tersebut sebenarnya tidaklah masalah. Misalnya, tujuannya adalah agar bisa saling ber*si*la*tura*him dengan diskusi dan mengaji ajaran islam lebih dalam.

Ngabuburit Lemahkan Moral Remaja

Fenomena ngabuburit yang salah kaprah ini tentu tidak boleh dibiarkan saja. Sebab, dengan membiarkan tradisi ini memasyarakat sama artinya dengan melegalkan generasi yang akan datang untuk me*nginterpretasikan bahwa nga*buburit adalah bagian dari manfaat puasa. Tak hanya itu, para remaja pun akan dibuat malas karena terbiasa mengha*biskan waktu dengan sia-sia Padahal sesungguhnya Islam tak pernah mengajarkan me*nunggu buka puasa dengan bersenang-senang, berpacaran dan menyia-nyiakan waktu.

Untuk itu, perlu peran serta keluarga, pemerintah, ulama dan semua elemen masyarakat meluruskan fenomena ini. Pada intinya, ngabuburit boleh dilakukan tapi dengan catatan tidak mengabaikan waktu dan dilakukan untuk kegiatan positif. Berikut diantaranya kegiatan ngabuburit yang diajarkan Islam, yakni men*dengarkan ceramah agama, berzikir, membaca Al-Qur’an, membagi panganan (sedekah) untuk buka puasa kepada tetangga atau kerabat dekat.

Media massa pun harus mendukung kegiatan positif ngabuburit. Puasa tidak sekedar menahan haus dan lapar saja, sebab Islam juga mengatur rukun puasa, manfaat puasa, keutamaan puasa, yang mem*batalkan puasa sampai adab berpuasa. Karena itu, peran media massa sangat besar untuk mengingatkan masyarakat bahwa ngabuburit itu tidak bermanfaat bagi puasa kita.

Ngabuburit Digital

Kemajuan teknologi infor*masi dan komunikasi menis*cayakan perubahan gaya hidup (life style) dalam kultur kese*harian. Begitupun yang terjadi dengan aktivitas ngabuburit yang selalu dipraktikkan masyarakat Muslim di seluruh Indonesia dengan kegiatan dan aktivitas beragam. Di era digital kali ini, bentuk atau wujud nga*buburit pun menjadi beragam sesuai dengan minat, kesena*ngan, hobi, dan kemampuan sang Muslim.

Ada banyak kegiatan yang dilakukan umat Islam kala dirinya mengisi waktu luang untuk menunggu berbuka (ifthar) puasa. Ada ribuan situs islami yang dapat dibrowsing melalui internet. Situs ini memuat artikel-artikel islami dan muslimah, konsultasi islami pengetahuan bisnis islami, belajar bahasa arab dan me*nyediakan berbagai rekaman ceramah islami yang dapat di download dengan gratis. Artikel maupun rekaman itu dida*patkan dari berbagai ceramah ustad di berbagai daerah. Cocok bila didengar sambil bekerja/belajar maupun menjadi teman di perjalanan.

MARINA OVVERA

(Mahasiswa Sosiologi Unand)


sumber : http://www.harianhaluan.com/index.ph...pini&Itemid=83
Powered By Blogger

Entri Populer