Wanita
Shalihah (isteri shalihah) merupakan sebaik-baik dan semulia-mulia gelar yang
diberikan kepada wanita kekasih Allah. Titel atau gelar itu bukan sekadar nama
dan kebanggaan, tetapi dia adalah buah dari satu perjuangan panjang dalam
kehidupan seorang wanita. Masyarakat Muslim diingatkan, supaya waspada terhadap
khadra’uddiman, yaitu wanita cantik yang tumbuh dewasa di tempat yang buruk.
BANYAK
wanita mendambakan titel itu, tetapi sangat sedikit yang sampai kepada tujuan
yang dirindukan. Sebab, perjalanan panjang yang harus ditempuh oleh seorang
wanita meng-haruskannya melalui jalan yang terjal, berkelok, ber-batu, naik
bukit dan turun gunung, penuh onak dan duri. Kenanglah sejenak perjalanan hidup
para pemimpin wanita ahli sur-ga, yaitu sebaik-baik wa-nita sebagaimana sabda
Rasulullah Saw berikut ini.
“Sebaik-baik
wanita ialah Maryam binti Imran dan sebaik-baik wanita ialah Khadijah binti
Khuwailid.” (HR.
Bukhari Muslim). Dari Abu Musa ra. berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Lelaki
yang sempurna ba-nyak, tetapi tidak demikian halnya bagi wanita kecuali Asiah
istri Fir’aun dan Mar-yam binti Imran. Dan sesung-guhnya keutamaan Aisyah atas
wanita lainnya seperti ke-utamaan tsarid (lauk yang berminyak) atas makanan
lainnya.” (HR. Bukhari). Nabi Saw bersabda: “Fati-mah
adalah pemimpin wa-nita ahli surga”. (HR. Bukhari)
Kesemua
wanita yang disebut di dalam hadits-hadits di atas, yang diberi gelar sebagai
sebaik-baik wanita ahli surga (Mar-yam, Asiah, Khadijah, Aisyah dan Fatimah)
ada-lah wanita-wanita yang perjalanan hidupnya pe-nuh dengan ujian dan
tan-tangan. Mereka ditimpa banyak musibah dan bala bencana, baik dalam urusan
keluarga, masya-rakat dan musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya. Na-mun mereka tidak
ber-geming dari keimanan dan ketaatan kepada Allah Swt.
Apakah ciri
dan karakter yang dimiliki da-lam menjalankan ke-hidupan sehari-hari, se-hingga
dengan tegar ber-tahan dari segala amuk duniawi, dan mendapat-kan gelar mulia
se-bagai wanita/istri shalihah? Se-cara umum dijelaskan di dalam al-Qur’an,
Allah Swt berfirman:
“Kaum
laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wa-nita),
dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.
Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara
diri[ ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).” (Qs. An Nisaa’ 4: 34)
Inilah ayat yang me-nerangkan secara terpe-rinci tentang ihwal kaum wanita dalam ke-hidupan rumah tangga yang berada di bawah ke-pemimpinan kaum pria. Disebutkan bahwa ada dua jenis wa-nita: yang shalihah dan yang tidak shalihah. Lalu ciri shalihah antara lain adalah taat, yaitu taat ke-pada Allah Swt, kepada Rasul Nya dan taat kepada suami. Selain itu dia betah tinggal di rumah, bersikap ma’ruf kepada suami dan menjaga kehormatan diri di saat suaminya tidak ada di rumah.
Inilah ayat yang me-nerangkan secara terpe-rinci tentang ihwal kaum wanita dalam ke-hidupan rumah tangga yang berada di bawah ke-pemimpinan kaum pria. Disebutkan bahwa ada dua jenis wa-nita: yang shalihah dan yang tidak shalihah. Lalu ciri shalihah antara lain adalah taat, yaitu taat ke-pada Allah Swt, kepada Rasul Nya dan taat kepada suami. Selain itu dia betah tinggal di rumah, bersikap ma’ruf kepada suami dan menjaga kehormatan diri di saat suaminya tidak ada di rumah.
Ats-Tsauri
dan Qata-dah mengatakan: Arti menjaga kehormatan diri di saat suami tidak ada
di rumah adalah menjaga segala sesuatu yang mesti dipelihara, baik berkenaan
dengan kehormatan diri maupun harta. Sementara itu Ibnu Jarir dan al-Baihaqi
meriwayatkan ha-dits dari Abu Hurairah yang menyatakan bahwa Nabi Saw bersabda:
“Sebaik-baik
wanita adalah yang menawan hati-mu bila engkau pandang, taat manakala engkau
perintah, dan menjaga hartamu serta memelihara kehormatan diri-nya ketika
engkau tidak ada di rumah.” Kemudian Rasulullah Saw. membaca ayat tersebut di atas. (Qs. An Nisaa’ 4:
34).
Syeikh
Muhammad Abduh mengatakan bahwa yang dimaksud dengan menjaga kehormatan diri di
sini adalah menutup apa yang dapat membuat malu ketika diperlihatkan atau
diungkapkan. Artinya, menjaga segala sesuatu yang secara khusus berke-naan
dengan rahasia suami istri, serta tidak menceritakan rahasia su-aminya kepada
siapa-pun kecuali kepada orang yang benar-benar dipercaya ka-rena ingin mencari
solusi keruwetan rumah tangga.
Secara
syar’i, yang juga bisa dikategorikan da-lam hal ini adalah keha-rusan
merahasiakan se-gala sesuatu yang berkait-an dengan hubungan intim suami istri,
termasuk di da-lamnya menceritakan hal-hal yang tidak senonoh. Jangan seperti
khadrau’ud-diman, seperti yang sering ditayangkan infotainment tv, mengumbar
segala au-rat keluarga sehingga o-rang jijik mendengarnya.
Apatah lagi
bila sam-pai ke bentuk-bentuk peri-laku yang mereka laksana-kan sebagai
pasangan sua-mi isteri yang tidak layak didengar oleh selain me-reka. Selain
itu juga dapat difahami bahwa ungkapan yang disebut oleh al-Qur-’an di atas,
merupakan salah satu ungkapan yang memiliki arti kiasan yang amat mendalam:
meng-hentak kaum wanita yang keras hati, namun bisa di-fahami rahasianya oleh
mereka yang berhati lembut.
Kaum wanita
me-mang memiliki naluri yang demikian lembut, dimana anda sekalian bisa
mene-robos hati mereka hanya dengan menyentuh ujung jarinya saja. Jantung
me-reka memiliki nadi-nadi peka yang segera memom-pakan darah ke raut wajah
mereka manakala mene-rima rangsangan.
Maka tidak
dibenar-kan menghubungkan lang-sung kalimat hifzhul ghaib (menjaga harta dan
kehor-matan diri) dengan kalimat bima hafizhallah (sebagai-mana Allah menjaga
diri-nya). Sebab perpindahan yang demikian drastis dari penuturan rahasia diri
yang tersembunyi ke arah penuturan penjagaan Allah yang demikian jelas
memalingkan seseorang untuk berfikir secara ber-kepanjangan tentang hal-hal
yang berada di balik tabir-tabir rahasia pribadi suami istri. Yakni, hal-hal
yang tersembunyi dan rahasia, untuk dialihkan pada pengawasan Allah Azza
wajalla.
Penghormatan
yang diberikan kepada kaum wanita melalui kesaksian Allah tersebut di atas,
di-maksudkan agar mereka tetap terjaga dari jamahan tangan-tangan kotor,
pan-dangan mata jahil, atau pergunjingan, di saat sua-mi mereka tidak berada di
rumah, melalui bujukan, rayuan berupa lembaran-lembaran uang, mobil mewah,
rumah indah atau beberapa kerat roti.
Jadi,
wanita-wanita shalihah ialah wanita yang menjaga harta dan kehor-matan dirinya
ketika su-aminya tidak di rumah, sebagaimana Allah telah menjaga mereka. Itulah
yang menjadi sifat shalihah kepada mereka. Sebab se-orang wanita yang sha-lihah
akan selalu men-dapat pengawasan dari Allah Swt, dan ketakwaan yang mereka
miliki me-nyebabkan mereka bisa menjadi wanita-wanita yang terpelihara dari
sifat khianat dan mampu men-jaga amanat.
Oleh karena
itulah yang dimaksud dengan Wanita Shalihah dalam ayat di atas adalah mereka
yang selalu taat kepada Allah Swt, Rasul Nya, suaminya dan tidak
mem-perturutkan hawa nafsu-nya dalam hidup harian-nya. Apabila dikaitkan arti
ayat yang disebutkan di atas tepat sekali untuk menggambarkan ihwal kaum wanita
masa kini yang senang membeberkan rahasia-rahasia rumah tangga sendiri, atau
rumah tangga orang lain (gosip wanita sinetron) dan tidak bisa menjaga harta
dan kehormatan dirinya mana-kala suami mereka tidak berada di rumah bukanlah termasuk
dalam koridor wanita shalihah.
Jangan
seperti khad-rau’uddiman, seperti yang sering ditayangkan infotai-ment tv,
mengumbar segala aurat keluarga sehingga orang jijik mendengarnya. Jika diamati
dengan seksa-ma keterangan diatas, ma-ka dapat disimpulkan bah-wa isteri yang
shalihah mempunyai karakter se-bagai berikut:
1.
Menaati Allah dan Rasul Nya
Dengan ketaatannya itulah sebagai aset terbesar baginya untuk meraih ganjaran tertinggi sebagai buah dari ilmu dan iman-nya. Yaitu surga yang pe-nuh dengan kenikmatan, dia kekal didalamnya se-lama-lamanya. Allah Swt. berfirman:
Dengan ketaatannya itulah sebagai aset terbesar baginya untuk meraih ganjaran tertinggi sebagai buah dari ilmu dan iman-nya. Yaitu surga yang pe-nuh dengan kenikmatan, dia kekal didalamnya se-lama-lamanya. Allah Swt. berfirman:
(Hukum-hukum
ter-sebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barang-siapa taat kepada
Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah me-masukkannya kedalam syurga yang mengalir
didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah
kemenangan yang besar. (Qs. An Nisaa’, 4: 13)
Firman Allah
lagi: “Dan barangsiapa yang men-taati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan
bersama-sa-ma dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu:
nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang
shalih. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (Qs. An Nisaa’, 4:
69)
Abu Hurairah
ra ber-kata, Rasulullah Saw ber-sabda: “Semua ummatku akan masuk surga
kecuali yang enggan (tidak mau). Pa-ra sahabat bertanya: Siapa-kah yang enggan
itu wahai Rasulullah? Beliau men-jawab: Barang siapa yang ta’at kepadaku
(mengikuti Sunnahku), dialah yang akan masuk surga, dan barang siapa yang
mendurhakaiku, maka dialah yang yang enggan masuk surga.” (HR Bukhari)
Maka demikian pula seorang wanita atau isteri, dia akan masuk surga de-ngan menaati Allah dan Rasul-Nya dengan se-benar-benarnya.
Maka demikian pula seorang wanita atau isteri, dia akan masuk surga de-ngan menaati Allah dan Rasul-Nya dengan se-benar-benarnya.
2. Menaati
Suami
Ketaatan kepada su-aminya merupakan pin-tu keselamatan baginya un-tuk meraih kenikmatan yang kekal dan abadi di surga. Rasulullah Saw bersabda:
Ketaatan kepada su-aminya merupakan pin-tu keselamatan baginya un-tuk meraih kenikmatan yang kekal dan abadi di surga. Rasulullah Saw bersabda:
“Jika
seorang isteri itu telah menunaikan shalat lima waktu, dan shaum (puasa) di
bulan Ramadhan, dan men-jaga kemaluannya dari yang haram serta taat kepada
suaminya, maka akan di-persilakan: masuklah ke surga dari pintu mana saja kamu
suka.” (HR.
Ahmad)
Diriwayatkan
dari Ummu Salamah, bahwasa-nya Asma datang kepada Nabi dan berkata:
Sesungguhnya aku adalah utusan dari kaum wanita Muslim, semua mereka berkata
dan berpendapat sebagaimana aku Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah telah
mengutusmu kepada laki-laki dan wanita, kami telah beriman kepadamu dan
mengikutimu, (namun) ka-mi kaum wanita merasa dibatasi dan dibelenggu. Padahal
kamilah yang menunggu rumah mereka, tempat menyalurkan nafsu mereka, kamilah
yang mengandung anak-anak mereka, sedang mereka dilebihkan dengan sholat
berjamaah, menyaksikan jenazah dan berjihad di jalan Allah.
Dan apabila
mereka ke luar berjihad, kamilah yang menjaga harta me-reka dan kamilah yang
me-melihara anak-anak me-reka, maka apakah kami tidak mendapatkan bagian pahala
mereka wahai Rasulullah? Maka berpalinglah Rasulullah ke-pada para sahabatnya
dan bertanya: Apakah tadi ka-mu sudah mendengar pertanyaan sebaik itu dari
seorang perempuan tentang agamanya? Mereka menjawab: Ya, Demi Allah wahai
Rasulullah, kemu-dian beliau bersabda: Pergilah engkau wahai Asma dan
beritahukanlah kepada wanita-wanita yang mengutusmu bahwa layanan baik salah
seorang kamu kepada suaminya, meminta keridhaannya dan menuruti kemauannya menyamai
(pahala) amal-an laki-laki yang engkau sebutkan tadi. Maka Asma pun pergi
sambil bertahlil dan bertakbir karena gembiranya dengan apa yang diucapkan
Rasulullah ke-padanya. (Al Istii’aab, Ibnu ‘Abd al Bar)
Dari Ibnu
Abbas ra ia berkata, wakil wanita ber-kata: “Wahai Rasulullah, saya wakil
dari kaum wanita untuk berjumpa denganmu. Sesungguhnya jihad hanya diwajibkan
atas kaum laki-laki saja, sekiranya mereka menang mereka memperoleh pahala dan
sekiranya mereka terbunuh, maka mereka senantiasa hidup dan diberi rizki di
sisi Rabb mereka. Sedangkan kami golongan wanita menjalankan tugas (berkhidmat)
untuk mereka, maka adakah bagian kami dari yang tersebut? Maka Rasulullah
menjawab, Sam-paikanlah kepada siapa saja dari kaum wanita yang eng-kau temui,
bahwa taat kepada suami dan mengakui hak sua-mi adalah menyamai yang demikian
itu, dan amat sedikitlah di antara kamu yang mampu melaksana-kannya.” (HR
al Bazzar)
3. Melayani Suami
Sebagian isteri sangat taat kepada suaminya, tapi kurang pandai melayani suami dengan sebaik-baik-nya. Maka jika taat kepada suami dan pandai me-layaninya, hal itu merupa-kan kemuliaan tersendiri yang mengangkat derajat-nya meraih keselamatan di dunia dan akhirat.
3. Melayani Suami
Sebagian isteri sangat taat kepada suaminya, tapi kurang pandai melayani suami dengan sebaik-baik-nya. Maka jika taat kepada suami dan pandai me-layaninya, hal itu merupa-kan kemuliaan tersendiri yang mengangkat derajat-nya meraih keselamatan di dunia dan akhirat.
Ummu Salamah
ra berkata, Rasulullah Saw bersabda: “Tiap-tiap isteri yang mati diridhai
oleh suaminya, maka ia akan masuk surga.” (HR. at-Tirmidzi dan Ibnu
Majah).
Dari
Abdullah bin Abi Aufa ia berkata, Mu’adz di-utus ke Yaman atau Syam dan dia
melihat orang-orang Nashrani bersujud kepada pembesar-pem-besar dan kepada
pendeta-pendetanya. Maka beliau berkata dalam hatinya sesungguhnya Rasulullah
lebih layak untuk di-agungkan (daripada me-reka). Maka tatkala ia datang kepada
Rasulullah ia berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku melihat orang-orang
Nashrani bersujud kepada pembesar-pembesar dan kepada pendeta-pendetanya, dan
aku berkata dalam hatiku sesungguhnya engkaulah yang lebih layak untuk
diagungkan (daripada mereka) lalu beliau bersabda: Andaikata aku boleh
memerintahkan seseorang bersujud kepada seseorang, maka sung-guh akan
kuperintahkan isteri bersujud kepada suami-nya dan seorang isteri belum
dikatakan menunaikan kewajibannya terhadap Allah sehingga menunaikan
kewajibannya terhadap suami seluruhnya, sehingga andai-kan (suaminya)
memerlu-kannya di atas kendaraan, sungguh ia tidak boleh menolaknya. (HR
Ahmad)
4.
Menjaga Kehormatan Diri
Ciri keempat inilah yang merupakan kunci dari keshalihan seorang isteri yang berada di bawah pengawasan suaminya yang shalih. Lelaki yang memiliki isteri dengan ka-rakteristik seperti ini ber-arti telah memiliki harta simpanan yang terbaik.
Ciri keempat inilah yang merupakan kunci dari keshalihan seorang isteri yang berada di bawah pengawasan suaminya yang shalih. Lelaki yang memiliki isteri dengan ka-rakteristik seperti ini ber-arti telah memiliki harta simpanan yang terbaik.
Dari Abu
Umamah ra, dari Nabi Saw beliau ber-sabda: “Tidak ada yang paling bermanfaat
bagi se-orang (lelaki) Mukmin se-su-dah bertaqwa kepada Allah daripada memiliki
isteri yang shalihah, yaitu jika ia di-perintah ia taat, jika ia dipan-dang
menye-nangkan hati, dan jika ia digilir ia tetap ber-buat baik, dan jika ia
diting-galkan (suaminya) ia tetap menjaga suaminya dalam hal dirinya dan harta
suaminya.” (HR Ibnu Majah)
Dari Ibn Abbas ra Rasulullah Saw bersabda: “Ada empat perkara siapa yang memilikinya berarti mendapat kebaikan di dunia dan akhirat, yaitu hati yang bersyukur, lisan yang selalu berzikir, tubuh yang bersabar ketika ditimpa bala bencana (musibah) dan isteri yang ti-dak menjerumuskan suami-nya dan merusakkan harta bendanya.” (HR Thabrani dengan isnad Jayyid).
Dari Ibn Abbas ra Rasulullah Saw bersabda: “Ada empat perkara siapa yang memilikinya berarti mendapat kebaikan di dunia dan akhirat, yaitu hati yang bersyukur, lisan yang selalu berzikir, tubuh yang bersabar ketika ditimpa bala bencana (musibah) dan isteri yang ti-dak menjerumuskan suami-nya dan merusakkan harta bendanya.” (HR Thabrani dengan isnad Jayyid).
Wanita
paling baik ada-lah wanita (isteri) yang apabila engkau meman-dangnya
menggembirakan-mu, apabila engkau menyu-ruhnya dia pun menaati, dan apabila
engkau pergi dia juga memelihara dirinya dan menjaga hartamu. (HR Abu Dawud. Derajat hadits oleh
al Hakim dinyatakan shahih).
Semoga para
akhwat mampu memiliki karakter tersebut sehingga melayak-kannya mendapat pahala
yang telah dijanjikan Allah Swt. Mereka menjadi par-tner dalam perjuangan fi
sabilillah, dan menjadi pendamping setia dikala suka dan duka bersama suami
yang dicintainya.
Amien Ya
Rabbal Alamin.
Wallahu’alam…