B. JARINGAN ISLAM LIBERAL
Pergerakan kaum sekuler, pluralis, feminis dan genderis kian marak
menebarkan paham-paham sesatnya di Indonesia, salah satunya adalah kelompok
yang menamakan dirinya dengan kelompok JIL (Jaringan Islam Liberal). Kelompok
yang mengusung pemahaman baru yang mengkritisi konsep-konsep dasar Islam
tersebut dimotori oleh mereka yang mengaku dan diakui sebagai pakar cendikia
muslim. Sebut saja seperti Nurcholis Madjid (Cak Nur), Quraish Shihab, dan Ulil
Abshar Abdalla.
Ketiganya dikenal dan 'diakui' masyarakat luas sebagai tokoh-tokoh muslim
yang memiliki intelektual tinggi, namun menyimpan kekufuran dan kesesatan yang
patut diwaspadai dalam setiap ucapan, tindakan, dan hasil karyanya.
Gerakan yang berakar dari sebuah organisasi yang menamakan dirinya
Freemasonry ini lahir dengan berasaskan slogan Liberty, Egality, dan Fraternity
(Kebebasan, Persamaan, dan Persaudaraan). Gerakan ini sangat mengutamakan
persaudaraan yang bersifat universal dengan menghilangkan unsur etnis, bangsa,
dan kefanatisan agama.
Adapun beberapa teori yang mereka gembar-gemborkan melalui berbagai media,
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Teori Inklusivisme
yaitu teori tentang pemahaman yang mengakui bahwa di dalam agama-agama
selain Islam, terdapat juga kebenaran. Oleh karena itu mereka sangat menentang
teori Eksklusif bahwa keyakinan tentang jalan kebenaran hanya dapat ditemukan
dalam dien Islam.
Cak Nur dalam buku
Pluralitas Agama Kerukunan dalam Keragaman
(penerbit Kompas, hal. 6), menuliskan, "
Kendatipun cara, metode,
ataupun jalan keberagaman menuju Tuhan berbeda-beda, namun Tuhan yang hendak
kita tuju adalah Tuhan yang sama, Allah Yang Maha Esa."
2. Teori Relativisme
yaitu teori yang memiliki pemahaman bahwa tumbuhnya toleransi dalam beragama
akan tumbuh berdasarkan paham kenisbian bentuk-bentuk formal agama dan
pengakuan bersama akan kemutlakan suatu nilai yang universal, yang mengarah
kepada setiap manusia, yang sekiranya merupakan inti setiap agama.
3.
Fiqih Lintas Agama
yaitu kajian yang bertujuan untuk mengkritisi syari'at Islam yang menurut
mereka telah mengdiskreditkan penganut agama selain Islam. Mereka juga
beranggapan bahwa penerapan syari'at Islam akan menimbulkan keresahan umat,
tidak sesuai dengan HAM, dan mendatangkan ketidak-adilan. Beberapa yang mereka
tentang diantaranya adalah hukum potong tangan, hukum poligami, hukum hak
waris, dan hukum perkawinan.
4.
Hermeneutika
yaitu metode pemahaman yang awalnya merupakan metode pemahaman terhadap
bibel namun diterapkan juga untuk memahami al-Qur'an. Metodologi ini sarat akan
implikasi filosofis, teologis, dan metodologi yang muncul dalam konteks
keberagaman dan pengalaman sejarah bangsa Yahudi dan Nasrani.
Kelompok ini juga sudah tak segan mengkritik berbagai syari'at, merendahkan
kemuliaan Rasulullah saw, dan sejumlah penentangan lainnya. Allah Ta'ala
berfirman,
Artinya,
"…Agar Dia melakukan suatu urusan yang mesti dilaksanakan,
yaitu agar orang yang binasa itu binasanya dengan keterangan yang nyata dan
agar orang yang hidup itu hidupnya dengan keterangan yang nyata. Sesungguhnya
Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui." (QS al-Anfal, 8 :
42)
Imam Ishaq bin Rahawaih rahimahullah berkata, "
Kaum muslimin telah
bersepakat bahwa orang yang mencela Allah dan Rasul-Nya, atau menolak sesuatu
yang diturunkan Allah, atau membunuh diantara para nabi Allah, maka dia kafir
karenanya—meski ia mengakui seluruh apa yang diturunkan Allah."
Al-Khaththabi ra berkata, "
Aku tidak mengetahui seorangpun diantara
kaum muslimin yang berselisih pendapat tentang wajibnya membunuh orang yang
menghina Allah dan agama."
Hanbal berkata, "
Aku mendengar Abu Abdullah yaitu Imam Ahmad bin
Hanbal berkata, "Barangsiapa mencaci nabi saw dan melecehkannya—baik dia
seorang muslim atau kafir—maka dia wajib dibunuh. Saya berpandangan bahwa dia
langsung dibunuh dan tidak perlu untuk diminta untuk bertaubat terlebih dahulu."
Umar bin Abdul Aziz pernah berkata, "
Dia dibunuh, Karena orang yang
telah mencaci nabi telah murtad dari Islam, karena seorang muslim tidak akan
mencaci nabi saw."
Ibnu Taymiyyah dalam kitab Ash-Sharim al-Maslul mengatakan,
"
Sesungguhnya mencaci Allah dan mencaci Rasul-Nya adalah kekafiran, zhahir
maupun bathin, sama saja apakah si pencaci meyakini haramnya apa yang dia
lakukan, ataukah ia lalai akan keyakinannya. Inilah madzhab golongan fuqaha'
dan seluruh golongan ahlussunnah wal jama'ah yang mengatakan bahwa iman adalah
qaulun wa 'amalun (perkataan dan perbuatan)."
Kesempatan yang terbentang luas dan lemahnya pengawasan serta mulai
bobroknya institusi ke-Islaman pada hari ini, telah memberi akses kemudahan
bagi kaum liberal untuk mengobok-obok tatanan hukum perundangan di Indonesia.
Seperti yang terjadi beberapa waktu lalu, Mahkamah Konstitusi telah membatalkan
Pasal 43 UU No. 1/1974 yang keputusan ini berarti pelanggaran dalam hukum
syara'. Adapun bunyi Pasal 43 UU No.1/1974 menurut MK bunyinya seharusnya
adalah sebagai berikut, "
Anak yang dilahirkan diluar perkawinan
mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta
dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu
pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai
hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya. Konteks
tambahan terhadap diakui adanya pertalian nasab antara seorang anak hasil di
luar perkawinan dengan laki-laki (bapak biologisnya) itulah yang telah
dipertanyakan kepada MK, karena hal ini mengundang kecurigaan telah berhasil
terinfiltrasinya lembaga itu oleh campur-tangan kaum liberal.
C. AHMADIYAH
Ahmadiyah ialah satu agama yang meyakini adanya nabi sesudah Nabi Muhammad
saw yaitu Mirza Gulam Ahmad dan memiliki kitab suci yang disebut at-Tadzkirah.
Kesesatan-kesesatannya:
1. Penodaan Agama Ahmadiyah dengan Nabi Palsunya Mirza Ghulam Ahmad
(1835-1908M)
Mirza Ghulam Ahmad mengaku diutus Allah (sesudah Nabi Muhammad
saw):
اِنَّا اَرْسَلْنَا
اَحْمَدَ اِلَى قَوْمِهِ فَاَعْرَضُوْا وَقَالُوْا كَذَّابٌ اَشِرٌ
Artinya,
"Sesungguhnya Kami mengutus Ahmad kepada kaumnya, akan
tetapi mereka berpaling dan mereka berkata: seorang yang amat pendusta lagi
sombong." (
Tadzkirah, halaman 385)
Bandingkan dengan ayat al-Qur'an:
Artinya,
"Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya
(dengan memerintahkan): "Berilah kaummu peringatan sebelum datang
kepadanya azab yang pedih" (QS. Nuh, 71 : 1)
Dalam
Tadzkirah itu, Mirza Ghulam Ahmad berdusta, mengatas-namakan
Allah yang telah mengutus Ahmad (yaitu Mirza Ghulam Ahmad) kepada kaumnya.
Mirza Ghulam Ahmad telah berdusta, mengangkat dirinya sebagai Rasul utusan
Allah, disejajarkan dengan Nabi Nuh as yang telah Allah utus. Hingga di
ayat-ayat buatan Mirza Ghulam Ahmad dibuat juga seruan dusta atas nama Allah
agar Mirza Ghulam Ahmad membuat perahu.
2. Mirza Ghulam Ahmad mengaku diutus Allah untuk seluruh
manusia (sesudah Nabi Muhammad saw)
Dengan menukil ayat:
قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فَاتَّبِعُوْ نِىْ يُحْبِبْكُمُ
اللهُ – وَقُلْ يَآاَيُّهَا النَّاسُ اِنِّى رَسُوْلُ اللهِ اِلَيْكُمْ جَمِيْعًا
Artinya,
"Katakanlah (wahai Ahmad), jika kamu (benar-benar)
mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihimu dan katakanlah,
"Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua."
(
Tadzkirah, hal. 352)
(
Ayat-ayat tersebut adalah
rangkaian dari beberapa ayat suci al-Qur'an, yaitu surat Ali Imran ayat 31 dan
surat al-A'raf ayat 158).
Semua ayat ini dibajak dengan perubahan, penambahan, dan pengurangan, lalu
dirangkaikan menjadi ayat-ayat dalam kitab suci Ahmadiyah "
TADZKIRAH".
3. Ghulam Ahmad membajak ayat-ayat al-Qur'an tentang Nabi Isa
as namun dimaksudkan untuk dirinya
وَ لِنَجْعَلَهُ اَيَةً لِّلنَّاسِ وَرَحْمَةً مِّنَّا وَكَانَ
اَمْرًامَقْضِيًّا – يَاعِيْسَى اِنِّى مُتَوَفِّيْكَ وَرَافِعُكَ اِلَىَّ وَ
مُطَهِّرُكَ مِنَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا وَجَاعِلُ الَّذِيْنَ اتَّبَعُوْكَ فَوْقَ
الَّذِيُنَ كَفَرُوْا اِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ – ثُلَّةٌ مِنَ اْلاَوَّ لِيْنَ
وَثُلَّةٌ مِنَ اْلآَخِرِيْنَ
Artinya,
"Dan agar Kami dapat menjadikannya suatu tanda bagi
manusia dan sebagai rahmat dari Kami, dan hal itu adalah suatu perkara yang
sudah diputuskan – Wahai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada
akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku dan mensucikanmu dari orang-orang
yang kafir dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang
yang kafir hingga hari kiamat – Yaitu Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu,
dan segolongan besar (pula) dari orang yang kemudian."(
Tadzkirah,
hal. 396)
(
Ayat-ayat tersebut adalah
rangkaian dari beberapa ayat suci al-Qur'an, yaitu surat Maryam ayat 21, Ali
Imran ayat 55, dan al-Waqi'ah ayat 39-40). Semua ayat ini dibajak dengan
perubahan, penambahan, dan pengurangan, lalu dirangkaikan menjadi ayat-ayat
dalam Kitab Suci Ahmadiyah "
TADZKIRAH".
4. Ahmadiyah memiliki kitab suci sendiri namanya Tadzkirah,
yaitu kumpulan wahyu suci (wahyu muqoddas)
Mirza Ghulam Ahmad mengaku diberi wahyu oleh Allah,
اِنَّ السَّمَوَاتِ وَالاَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا-
قُلْ اِنَّمَا اَناَ بَشَرٌ يُّوْحَى اِلَيَّ َانَّمَآ اِلَهُكُمْ اِلَهٌ وَاحِدٌ
Artinya,
"Bahwasanya langit dan bumi itu keduanya adalah sesuatu
yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya–katakanlah,
"Sesungguhnya aku (Ahmad) ini manusia, yang diwahyukan kepadaku
bahwasannya Tuhan kalian adalah Tuhan Yang Maha Esa." (
Tadzkirah,
hal. 245)
Ayat-ayat buatan Mirza Ghulam Ahmad itu dicomot dari sana-sini dengan
mengadakan pengurangan dari ayat-ayat suci al-Qur'an dan penyambungan yang
semau-maunya yaitu surat al-Anbiya' ayat 30 dan surat al-Kahfi ayat 110,
Artinya:
"Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui
bahwasanya langit dan bumi itu keduanya adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan
antara keduanya." (QS. al-Anbiya, 21 : 30)
Dan firman-Nya,
Artinya:
"Katakanlah: "Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang
manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu
itu adalah Tuhan Yang Esa." (QS. al-Kahfi, 18 : 110)
Semua ayat ini dibajak dengan perubahan maksud, pengurangan, lalu
dirangkaikan menjadi ayat-ayat dalam kitab suci Ahmadiyah "
TADZKIRAH".
Ketika ayat al-Qur'an bicara
"qul" (katakanlah), disitu
maksudnya adalah Nabi Muhammad
saw, sehingga manusia yang diberi wahyu
dalam ayat al-Qur'an itu adalah Nabi Muhammad
saw. Namun secara licik,
Mirza Ghulam Ahmad telah memelintir maksud ayat al-Qur'an itu. Ketika dia
masukkan ke dalam apa yang dia klaim sebagai wahyu untuk dirinya, maka manusia
yang diberi wahyu itu adalah Mirza Ghulam Ahmad. Ini jelas-jelas Mirza Ghulam
Ahmad telah berdusta atas nama Allah SWT, sekaligus menyelewengkan dan menodai
kitab suci umat Islam, al-Qur'anul Karim, dengan cara keji.
5. Merusak aqidah/keyakinan Islam
Mirza Ghulam Ahmad mengaku bahwa Allah itu berasal dari Mirza Ghulam Ahmad,
اَنْتَ مِنِّىْ وَاَناَ مِنْكَ
Artinya,
"Kamu berasal dari-Ku dan Aku dari-Mu." (
Tadzkirah,
hal. 436)
Mirza Ghulam Ahmad mengaku berkedudukan sebagai anak Allah. Hal ini berarti
menganggap Allah mempunyai anak,
أَنْتَ مِنِّى بِمَنْزِلَةِ وَلَدِىْ
Artinya,
"Kamu di di sisi-Ku pada kedudukan anak-Ku." (
Tadzkirah,
hal. 636)
6. Menganggap semua
orang Islam yang tidak mempercayai Mirza Ghulam Ahmad sebagai Rasul adalah
musuh.
سَيَقُوْلُ الْعَدُوُّ لَسْتَ مُرْسَلاً
Artinya,
"Musuh akan berkata, "Kamu (Mirza Ghulam Ahmad)
bukanlah orang yang diutus (Rasul)." (
Tadzkirah, hal. 402)
7. Memutar -balikkan
ayat-ayat al-Qur'an
تَبَّتْ يَدَآ اَبِيْ لَهَبٍ وَّتَبَّ مَاكَانَ لَهُ اَنْ يَّدْخُلَ
فِيْهَا اِلاَّ خَائِفًا
Artinya,
"Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia
akan binasa-Dia itu tidak masuk ke dalamnya (neraka), kecuali dengan rasa
takut."
Di dalam al-Qur'an, bunyi ayatnya,
Artinya,
"Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia
akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia
usahakan.
" (QS. al-Lahab, 111 : 1-2)
8. Selain golongannya maka dianggap kafir dan dilaknat
Dalam
Tadzkirah, halaman 748-749 disebutkan,
لَعْنَةُ اللهِ عَلَى الَّذِىْ كَفَرَ
Artinya,
"Laknat Allah ditimpakan atas orang yang kufur."
أَنْتَ اِمَامٌ مُّبَارَكٌ لَعْنَةُ اللهِ عَلَى مَنْ كَفَرَ
Artinya,
"Kamu adalah Imam yang diberkahi, laknat Allah ditimpakan
atas orang yang kufur."
بُوْرِكَ مَنْ مَّعَكَ وَمَنْ حَوْلَكَ
Artinya,
"Kamu adalah Imam yang diberkahi, laknat Allah ditimpakan
atas orang yang kufur."
D. LDII
Lembaga ini didirikan oleh Nurhasan Ubaidah Lubis yang bernama asli Mohamad
Madigol bin Abdul Aziz yang menggelari dirinya sendiri sebagai amirul mu'minin.
Setelah kepulangannya belajar ilmu
manqul dari Mekah selama 10 tahun,
ia mulai mengajarkan ilmunya tersebut. Namun ia memiliki kebiasaan untuk
mengkafir-kafirkan para ulama yang berada di luar kelompoknya dengan kata-kata
yang keji. Selain itu ia juga acapkali membakar kitab-kitab kuning rujukan para
ulama tersebut.
Karena dianggap telah menimbulkan keresahan di berbagai tempat, akhirnya
pada 29 Oktober 1971 keluarlah SK Jaksa Agung RI No. Kep-089/D.A/10/1971 yang
berisi pelarangan Islam Jama'ah menyebarkan pahamnya di seluruh Indonesia.
Namun pada 13 Januari 1972, lembaga tersebut muncul kembali dengan berganti
nama menjadi LEMKARI (Lembaga Karyawan Islam). Dan kembali berganti nama
menjadi Lembaga Karyawan Dakwah Islam (LKDI) di tahun 1981 melalui mausyawarah
besarnya yang ke-2.
Di tahun 1988, gubernur Jawa Timur, Soelarso membekukan aktivitas lembaga
tersebut di Jawa Timur dengan SK No. 618 tahun 1988. Namun dua tahun kemudian
lembaga yang masih tetap mengembangkan sayapnya tersebut menggelar kembali
musyawarah besarnya yang ke-4 yang dihadiri oleh menteri dalam negeri saat
itu–Rudini, yang sempat menganjurkan agar lembaga tersebut berganti nama
menjadi LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia). Turut-campurnya Rudini dalam lembaga
ini memberikan indikasi bahwa lembaga ini
underbouw dari Golkar. Hal
lain lagi yang memperkuat asumsi ini adalah kehadiran Akbar Tanjung pada Mei
2004 dalam meresmikan rapat pimpinan nasional LDII di Jakarta.
Lembaga ini memiliki sistem pendidikan melalui metode
manqul yaitu
pemindahan suatu ilmu dari seorang ustadz kepada santrinya dengan cara langsung
berhadap-hadapan, layaknya malaikat Jibril kepada nabi Muhammad saw atau dari
nabi Muhammad saw kepada para sahabatnya. Mata pendidikan lainnya adalah
Qiro'atush
Sab'ah yaitu jaminan bahwa pelajaran yang diterima adalah sesuai dengan
apa-apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah saw.
Pada acara Musyawarah Nasional Majelis Ulama Indonesia di bulan Juli 2005,
LDII telah dinyatakan kesesatannya.
Bukti-bukti Kesesatan LDII
Bukti-bukti kesesatan LDII, fatwa-fatwa tentang sesatnya, dan pelarangan
Islam Jama'ah dan apapun namanya yang bersifat/ berajaran serupa, diantaranya
yaitu,
1. LDII sesat
MUI dalam Musyawarah Nasional VII di Jakarta, 21-29 Juli 2005, merekomendasikan
bahwa aliran sesat seperti LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) dan Ahmadiyah
agar ditindak tegas dan dibubarkan oleh pemerintah karena sangat meresahkan
masyarakat. Bunyi teks rekomendasi itu sebagai berikut:
"Ajaran Sesat dan Pendangkalan Aqidah.
MUI mendesak Pemerintah
untuk bertindak tegas terhadap munculnya berbagai ajaran sesat yang menyimpang
dari ajaran Islam, dan membubarkannya, karena sangat meresahkan masyarakat,
seperti Ahmadiyah, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), dan sebagainya. MUI
supaya melakukan kajian secara kritis terhadap faham Islam Liberal dan
sejenisnya, yang berdampak terhadap pendangkalan aqidah, dan segera menetapkan
fatwa tentang keberadaan faham tersebut. Kepengurusan MUI hendaknya bersih dari
unsur aliran sesat dan faham yang dapat mendangkalkan aqidah. Mendesak kepada
pemerintah untuk mengaktifkan BAKORPAKEM dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya,
baik di tingkat pusat maupun daerah." (
Himpunan Keputusan Musyawarah
Nasional VII Majelis Ulama Indonesia, Tahun 2005, halaman 90, Rekomendasi
MUI poin 7, Ajaran Sesat dan Pendangkalan Aqidah).
2. Menganggap kafir orang Muslim di luar jamaah LDII
Dalam Makalah LDII dinyatakan
, "…Dan dalam nasihat supaya
ditekankan bahwa bagaimanapun juga cantiknya dan gantengnya orang-orang di luar
jama'ah, mereka itu adalah orang kafir, musuh Allah, musuh orang beriman, calon
ahli neraka, yang tidak boleh dikasihi. " (Makalah LDII berjudul
Pentingnya
Pembinaan Generasi Muda Jama'ah, dengan kode H/97, hal. 8).
3. Surat 21 orang keluarga R. Didi Garnadi dari Cimahi Bandung
Surat tersebut berisi pernyataan sadar, insyaf, taubat dan mencabut bai'at
mereka terhadap LDII pada Oktober 1999. Dalam surat itu dinyatakan diantara
kejanggalan LDII hingga mereka bertaubat dan keluar dari LDII, karena adalah
adanya pelarangan menikah dengan orang diluar kerajaan mafia Islam Jama'ah,
LEMKARI, atau LDII, karena dihukumi
najis dan dalam kefahaman
kerajaan mafia Islam Jama'ah, LEMKARI, atau LDII bahwa mereka itu
binatang.
(Lihat: surat 21 orang dari Cimahi Bandung yang mencabut bai'atnya terhadap
LDII alias keluar beramai-ramai dari LDII, surat ditujukan kepada DPP LDII,
Imam Amirul Mu'minin Pusat, dan pimpinan cabang LDII Cimahi Bandung, Oktober
1999, dimuat di buku
Bahaya Islam Jama'ah, Lemkari LDII, LPPI Jakarta,
cetakan ke-10, 2001, hal. 276- 280).
4. Menganggap najis Muslimin di luar jama'ah LDII dengan cap sangat
jorok, 'turuk bosok '
Ungkapan Imam LDII tersebut ada di dalam teks yang berjudul
Rangkuman
Nasehat Bapak Imam di CAI (Cinta Alam Indonesia, semacam jambore nasional
tapi khusus untuk muda mudi LDII) di Wonosalam, Jombang tahun 2000. Pada poin
ke-20 (dari 50 poin dalam 11 halaman) tertulis,
"Dengan banyaknya
bermunculan jamaah-jamaah sekarang ini, semakin memperkuat kedudukan jamaah
kita (maksudnya, LDII, pen.) karena betul-betul yang pertama ya, jamaah kita.
Maka dari itu jangan sampai kefahamannya berubah, sana dianggap baik, sana
dianggap benar, akhirnya terpengaruh ikut sana. Kefahaman dan keyakinan kita
supaya dipolkan. Bahwa yang betul-betul wajib masuk sorga, ya kita ini. Lainnya
turuk bosok kabeh." (
Rangkuman Nasihat Bapak Imam di CAI
Wonosalam).
5. Menganggap sholat orang muslim selain LDII tidak sah
Hingga dalam kenyataan keseharian, biasanya orang LDII tak mau bermakmum
kepada selain golongannya, hingga akhirnya mereka membuat masjid-masjid untuk
golongannya sendiri.
Bagaimanapun LDII tidak bisa mengelak dengan dalih apapun, misalnya mengaku
bahwa mereka sudah memakai paradigma baru, bukan model Nur Hasan Ubaidah. Itu
tidak benar, sebab di akhir buku
Kitabussholah yang ada Nur Hasan
Ubaidah dengan nama 'Ubaidah bin Abdul Aziz, di halaman 124, di akhir buku
ditulis: KHUSUS UNTUK INTERN WARGA LDII.
Jadi pengakuan LDII bahwa sekarang sudah memakai paradigma baru—sudah
berbeda dari yang lama, itu dusta.
6. Penipuan Triliunan Rupiah
Kasus di tahun 2002/2003 di Jawa Timur tentang banyaknya korban investasi
yang dikelola dan dikampanyekan oleh para tokoh LDII dengan iming-iming bunga
5% perbulan. Ternyata para investor yang telah menyetor sejumlah uang mengaku
sangat kesulitan mendapatkan uang mereka kembali, apalagi untuk mengharap bunga
yang ditawarkan. Padahal dalam perjanjian, uang yang disetor bisa diambil kapan
saja. Jumlah uang yang disetor para korban hampir mencapai 11 triliun rupiah.
Diantara korban itu ada yang menyetornya ke isteri amir LDII, Abdu Dhahir yakni
Umi Salamah sebesar rp. 169 juta dan rp. 70 juta dari penduduk Kertosono Jawa
Timur. Dan korban dari Kertosono pula ada yang menyetor ke cucu Nurhasan
Ubaidah bernama M. Ontorejo alias Oong sebesar rp. 22 milyar, rp. 959 juta, dan
rp. 800 juta. Korban bukan hanya berasal dari sekitar Jawa-Timur, namun ada
yang dari Pontianak rp. 2 milyar, Jakarta rp. 2, 5 milyar, dan Bengkulu rp. 1
milyar. Paling banyak yaitu dari penduduk Kediri, Jawa Timur, ada kelompok yang
sampai jadi korban sebesar rp. 900 milyar. (Sumber:
Radar Minggu,
Jombang, dari 21 Februari-Agustus 2003, dan
akar Kesesatan LDII dan
Penipuan Triliunan Rupiah karya HMC Shodiq, LPPI Jakarta, 2004)
7. Fatwa MUI Pusat bahwa ajaran Islam Jama'ah, Darul Hadits
(atau apapun nama yang dipakainya) adalah ajaran yang sangat bertentangan
dengan ajaran Islam
Fatwa MUI tersebut menyatakan bahwa Islam Jama'ah, Darul Hadits (atau apapun
nama yang dipakainya) adalah ajaran yang sangat bertentangan dengan ajaran
Islam yang sebenarnya dan penyiarannya itu memancing timbulnya keresahan yang
akan mengganggu kestabilan negara. (Jakarta, 06 Rabiul Awwal 1415H/ 13 Agustus
1994M, Dewan Pimpinan MUI, Ketua Umum: KH. Hasan Basri, Sekretaris Umum: H. S.
Prodjokusumo). Pada 20 Agustus 1979, Dewan Pimpinan Majelis Ulama DKI Jakarta,
KH. Abdullah Syafi'ie, juga mengeluarkan fatwa serupa mengenai LDII.
8. Pelarangan Islam Jama'ah dengan nama apapun dari Jaksa
Agung tahun 1971
Surat Keputusan Jaksa Agung RI No: Kep-089/D. A. /10/1971 tentang:
Pelarangan terhadap Aliran-aliran Darul Hadits, Djama'ah jang
bersifat/beradjaran serupa. Menetapkan: Pertama: Melarang aliran Darul Hadits,
Djama'ah Qur'an Hadits, Islam Djama'ah, Jajasan Pendidikan Islam Djama'ah
(JPID), Jajasan Pondok Pesantren Nasional (JAPPENAS), dan aliran-aliran lainnya
yang mempunyai sifat dan mempunjai adjaran jang serupa itu di seluruh wilajah
Indonesia. Kedua: Melarang semua adjaran aliran-aliran tersebut pada bab
pertama dalam keputusan ini jang bertentangan dengan/menodai adjaran-adjaran
Agama. Ketiga: Surat Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Djakarta pada tanggal 29 Oktober 1971, Djaksa Agung RI. tjap. Ttd
(Soegih Arto).
9. LDII aliran sempalan yang bisa membahayakan aqidah umat
Ditegaskan dalam teks pidato Staf Ahli Menhan bidang Ideologi dan Agama, Ir.
Soetomo, SA, Mayor Jenderal TNI bahwa "
Beberapa contoh aliran sempalan
Islam yang bisa membahayakan aqidah Islamiyah, yang telah dilarang seperti:
Lemkari, LDII, Darul Hadis, Islam Jama'ah." (Jakarta, 12 Februari
2000, Staf Ahli Menhan Bidang Ideologi dan Agama, Ir. Soetomo, SA, Mayor
Jendral TNI).
10. LDII dinyatakan sesat oleh MUI karena penjelmaan dari Islam
Jamaah
Ketua Komisi fatwa MUI, KH. Ma'ruf Amin menyatakan, Fatwa MUI: LDII sesat.
Dalam wawancara dengan majalah Sabili, KH. Ma'ruf Amin menegaskan,
"Kita
sudah mengeluarkan fatwa terbaru pada acara Munas MUI (Juli 2005) yang
menyebutkan secara jelas bahwa LDII sesat. Maksudnya, LDII dianggap sebagai
penjelamaan dari Islam Jamaah, itu jelas!" (
Sabili, No. 21
Th. XIII, 4 Mei 2006/ 6 Rabi'ul Akhir 1427, hal. 31)
Kesesatan sistem Manqul LDII
LDII memiliki sistem manqul yang menurut Nurhasan Ubaidah Lubis adalah
,
"Waktu belajar harus tahu gerak lisan/badan guru; telinga langsung
mendengar, dapat menirukan amalannya dengan tepat. Terhalang dinding atau lewat
buku itu tidak sah. Sedangkan murid tidak dibenarkan mengajarkan apa saja yang
tidak manqul, sekalipun ia menguasai ilmu tersebut, kecuali murid tersebut
telah mendapat ijazah dari guru maka ia dibolehkan mengajarkan seluruh isi buku
yang telah diijazahkan kepadanya itu." (Drs. Imran AM,
Selintas
Mengenai Islam Jama'ah dan Ajarannya, Dwi Dinar, Bangil, 1993, hal. 24).
Di Indonesia, satu-satunya ulama yang ilmu agamanya melalui system
manqul
hanyalah Nurhasan Ubaidah Lubis. Ajaran ini tentu saja bertentangan dengan
ajaran Nabi Muhammad saw yang memerintahkan agar siapa saja yang mendengarkan
ucapannya hendaklah memelihara apa yang didengarnya itu, kemudian disampaikan
kepada orang lain, dan Nabi tidak pernah memberikan ijazah kepada para sahabat.
Dalam sebuah hadits beliau bersabda,
نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مَقَالَتِي فَوَعَاهَا، ثُمَّ
أَدَّاهَا كَمَا سَمِعَهَا.
Artinya,
"Semoga Allah mengelokkan orang yang mendengar ucapan lalu
menyampaikannya (kepada orang lain) sebagaimana apa yang ia dengar." (Imam
Syafi'i dan Baihaqi)
Dalam hadits ini Nabi saw mendoakan kepada orang yang mau mempelajari
hadits-haditsnya lalu menyampaikan kepada orang lain seperti yang ia dengar.
Adapun tentang cara bagaimana atau alat apa yang digunakan dalam mempelajari
dan menyampaikan hadits-haditsnya, itu tidak ditentukan. Jadi bisa disampaikan
dengan lisan, dengan tulisan, dengan radio, TV dan lain-lainnya. Maka ajaran
manqulnya
Nurhasan Ubaidah Lubis terlihat mengada-ada. Tujuannya membuat pengikutnya
fanatik, tidak dipengaruhi oleh pikiran orang lain, sehingga sangat tergantung
dan terikat dengan apa yang digariskan amirnya (Nurhasan Ubaidah). Padahal
Allah SWT menghargai hamba-hamba-Nya yang mau mendengarkan ucapan, lalu
menyeleksinya mana yang lebih baik untuk diikutinya. Firman-Nya,
Artinya,
"Dan orang-orang yang menjauhi thaghut (yaitu) tidak
menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu
sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku, yang mendengarkan perkataan lalu
mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang
telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.
"
(QS. az-Zumar, 39 : 17-18)
Dalam ayat tersebut tidak ada sama sekali keterangan harus
manqul
dalam mempelajari agama. Bahkan kita diberi kebebasan untuk mendengarkan
perkataan, hanya saja harus mengikuti yang paling baik. Itulah ciri-ciri orang
yang mempunyai akal. Dan bukan harus mengikuti
manqul dari Nur Hasan
Ubaidah yang kini digantikan oleh anaknya, Abdul Aziz, setelah matinya kakaknya
yakni Abdu Dhahir. Maka orang yang menetapkan harus/wajib
manqul dari
Nur Hasan atau amir, itulah ciri-ciri orang yang tidak punya akal. (Lihat buku
Bahaya Islam Jama'ah Lemkari LDII, LPPI, Jakarta, cetakan ke-10, 2001,
hal. 258- 260)
Diskrispi tentang LDII
LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia). Pendiri dan pemimpin tertinggi
pertamanya adalah Madigol Nurhasan Ubaidah Lubis bin Abdul bin Thahir bin
Irsyad. Lahir di Desa Bangi, Kec. Purwoasri, Kediri Jawa Timur, Indonesia,
tahun 1915 M (tahun 1908 menurut versi Mundzir Thahir, keponakannya).
Faham yang dianut oleh LDII tidak berbeda dengan aliran Islam Jama'ah/Darul
Hadits yang telah dilarang oleh Jaksa Agung Republik Indonesia pada tahun 1971
(SK Jaksa Agung RI No. Kep-089/D. A/10/1971 tanggal 29 Oktober 1971).
Keberadaan LDII mempunyai akar kesejarahan dengan Darul Hadits/Islam Jama'ah
yang didirikan pada tahun 1951 oleh Nurhasan Al-Ubaidah Lubis (Madigol).
Setelah aliran tersebut dilarang tahun 1971, kemudian berganti nama dengan
Lembaga Karyawan Islam (LEMKARI) pada tahun 1972 (tanggal 13 Januari 1972,
tanggal ini dalam Anggaran Dasar LDII sebagai tanggal berdirinya LDII. Maka
perlu dipertanyakan bila mereka bilang bahwa mereka tidak ada kaitannya dengan
LEMKARI atau nama sebelumnya Islam Jama'ah dan sebelumnya lagi Darul Hadits).
Pengikut tersebut pada pemilu 1971 mendukung GOLKAR.
Nurhasan Ubaidah Lubis Amir (Madigol) bertemu dan mendapat konsep asal
doktrin imamah dan jama'ah (yaitu: Bai'at, Amir, Jama'ah, Taat) dari seorang
Jama'atul Muslimin Hizbullah, yaitu Wali al-Fatah, yang dibai'at pada tahun
1953 di Jakarta oleh para jama'ah termasuk sang Madigol sendiri. Pada waktu itu
Wali al-Fatah adalah Kepala Biro Politik Kementrian Dalam Negeri RI (jaman Bung
Karno). Aliran sesat yang telah dilarang Jaksa Agung 1971 ini kemudian dibina
oleh mendiang Soedjono Hoermardani dan Jenderal Ali Moertopo. LEMKARI dibekukan
di seluruh Jawa Timur oleh pihak penguasa di Jawa Timur atas desakan keras MUI
(Majelis Ulama Indonesia) Jatim di bawah pimpinan KH. Misbach. LEMKARI diganti
nama atas anjuran Jenderal Rudini (Mendagri) dalam Mubes ke-4 Lemkari di Wisma
Haji Pondok Gede, Jakarta, 21 November 1990 menjadi LDII (Lembaga Dakwah
Islamiyah Indonesia). (Lihat:
Jawa Pos, 22 November 1990,
Berita
Buana, 22 November 1990,
Bahaya Islam Jama'ah Lemkari LDII, LPPI
Jakarta, cetakan 10, 2001, halaman 265, 266, 267)
Semua itu digerakkan dengan disiplin dan mobilitas komando "Sistem
Struktur Kerajaan 354″ menjadi kekuatan manqul, berupa 'Bai'at, Jama'ah, Ta'at'
yang selalu ditutup rapat-rapat dengan sistem
"Taqiyyah, Fathonah,
Bithonah, Budi luhur Luhuring Budi karena Allah." (lihat situs:
alislam.
or. id)
Penyelewengan utamanya yaitu menganggap al-Qur'an dan as-Sunnah baru sah
diamalkan kalau
manqul (yang keluar dari mulut imam atau amirnya).
Anggapan itu sesat sebab membuat syarat baru tentang sahnya keislaman seseorang.
Akibatnya, orang yang tidak masuk golongan mereka dianggap kafir dan najis
(Lihat surat dari 21 orang Bandung yang mencabut bai'atnya terhadap LDII alias
keluar ramai-ramai dari LDII, surat ditujukan kepada DPP LDII, Imam Amirul
Mu'minin Pusat, dan pimpinan cabang LDII Cimahi Bandung, Oktober 1999,
Bahaya
Islam Jama'ah Lemkari LDII, LPPI Jakarta, cetakan ke-10, 2001, halaman
276- 280)
Itulah kelompok LDII yang dulunya bernama Lemkari, Islam Jama'ah, Darul
Hadits pimpinan Nur Hasan Ubaidah Madigol Lubis (Luar Biasa) Sakeh (
Sawahe
Akeh/sawahnya banyak) dari Kediri, Jawa Timur. Penampilan orang sesat ini:
kaku, kasar, tidak lemah-lembut, ada yang beringasan, ngotot, karena mewarisi
sifat kaum
khawarij, kadang
nyolongan (suka mencuri) karena
juga memiliki doktrin mencuri barang selain kelompok mereka itu boleh, dan
bohong pun dianggap biasa; karena ayat al-Qur'an saja oleh amirnya
diplintir-plintir untuk kepentingan dirinya. (Lihat buku
Bahaya Islam
Jama'ah, Lemkari, LDII, LPPI Jakarta, cetakan ke-10, 2001)
Modus operandinya yaitu mengajak siapa saja ikut ke pengajian mereka secara
rutin, agar Islamnya benar (menurut mereka). Kalau sudah masuk, maka diberi
ajaran tentang shalat dan sebagainya berdasarkan hadits, lalu disuntikkan
doktrin-doktrin bahwa hanya Islam model
manqul itulah yang sah, benar.
Hanya jama'ah mereka lah yang benar. Kalau menyelisihi maka masuk neraka, tidak
taat amir pun masuk neraka dan sebagainya. Pelanggaran-pelanggaran semacam itu
harus ditebus dengan uang. Akibatnya, daripada masuk neraka karena menanggung
'dosa' maka para korban lebih baik menebusnya dengan uang.
Dalam hal uang, bekas murid Nurhasan Ubaidah menceritakan bahwa dulu
Nurhasan Ubaidah menarik uang dari jama'ahnya, katanya untuk saham pendirian
pabrik tenun. Para jama'ahnya, dari Madura sampai Jawa Timur banyak yang
menjual sawah, kebun, hewan ternak, perhiasan dan sebagainya untuk disetorkan
kepada Nurhasan sebagai saham. Namun ditunggu-tunggu, ternyata pabrik tenunnya
tidak ada, sedang uang yang telah mereka setorkan pun amblas. Kalau sampai ada
yang menanyakannya maka dituduh "tidak taat amir", resikonya diancam
masuk neraka, maka untuk membebaskannya harus membayar pakai uang lagi.
Intinya, berbagai kesesatan LDII telah nyata diantaranya yaitu:
1. Menganggap
kafir orang muslim di luar jama'ah LDII.
2. Menganggap
najis muslimin di luar jama'ah LDII.
3. Menganggap
shalat orang muslim selain LDII tidak sah, hingga orang LDII tak mau makmum
kepada selain golongannya