(Arrahmah.com)
– Pernahkah
kita mendapatkan informasi bahwa dalam sebuah hadits dinyatakan “suara terompah
Bilal telah mendahului Rasulullah salallahu ‘alayhi wasallam memasuki
surga saat Isra Mi’raj”?
Subhanallah, ternyata Allah kabarkan suara terompah
itu sebagai informasi bahwa Allah telah meridhoi dua kebiasaan Bilal selama di
dunia. Pertama, tidaklah sekali-kali Bilal menyerukan adzan, melainkan terlebih
dahulu ia melakukan shalat dua rakaat. Kedua, tidak sekali-kali ia mengalami hadast,
melainkan ia segera berwudhu. Sesudahnya, ia mengerjakan shalat dua rakaat
sebagai kewajibannya kepada Allah.
Maasyaa
Allah, secara
teknis, semua berpangkal pada kebiasaan Bilal istiqomah menjaga wudhu.
Ada apa kiranya di sebalik syari’at wudhu hingga ia begitu istimewa?
Mari kita cermati maslahatnya dengan kacamata medis.
Maslahat
medis melepas hadats buang angin
Dari hadits
tersebut, dapat diketahui sebuah kalimat kunci, yakni Bilal selalu bersegera
dalam thaharah jika mengalami hadats, bukan menahan keluarnya hadats.
Salah satu hadats
yang biasa ditahan adalah buang angin (flatus). Terdengarnya sepele
bukan? Namun, dalam Kitab Thibbun Nabawi, Ibnul Qayyim Rahimahullah telah
menerangkan bahwa buang angin termasuk 10 perkara memuncak yang jika tak segera
dikeluarkan akan menimbulkan masalah bagi manusia.
Kekinian,
bahaya menahan flatus diteliti pula oleh Frederic Saldman, seorang
dokter asal Perancis. Berdasarkan hasil penelitiannya, terlalu sering
mempertahankan udara di dalam perut dapat menimbulkan resiko kanker, penyakit
jantung, hingga hiatal hernia (turun berok). Semua resiko
tersebut kini banyak dialami masyarakat modern.
Sistem
pembuangan gas terserap tubuh dan hasil pencernaan dari usus manusia melewati
lubang pembuangan besar atau anus disebut flatulensi. Proses
flatulensi terkadang disertai suara ataupun senyap, terkadang berbau
ataupun tanpa aroma nitrogen, hydrogen,CO2, metana dan oksigen.
Gas dalam flatus
terdiri atas 60% nitrogen, 30% karbondioksida dan 10% campuran dari metana dan
hidrogen. Metana dan hydrogen adalah gas yang mudah terbakar. Tidak mustahil
bila flatus yang mengandung gas metana dan hidrogen dalam jumlah tinggi,
bisa menyebabkan rasa terbakar dari lubang anus atau dubur. “Apalagi jika
dilakukan secara serempak dalam sebuah ruangan, itu dapat meledakkan semuanya,”
kelakar seorang dokter.
Tidak jarang
kita mendapati aroma tidak sedap ketika flatus, hal ini terjadi karena
adanya kehadiran gas yang bernama hidrogen sulfida (H2S), indole, ammonia dan
skatole. Dan gas-gas tersebut semuanya mengandung unsure sulfur yang mudah
terbakar.
Tak heran
bukan, ia harus segera dikeluarkan, bukan ditahan. Seseorang yang menahan buang
angin tentu akan merasakan ketidaknyamanan. Hai itu disebabkan oleh
meningkatnya tekanan gas dalam tubuh, sehingga usus melebar secara abnormal.
Lebih lanjut, itu dapat menyebabkan kesulitan buang air besar (BAB).
Tersendatnya
gas di dalam usus dapat mengakibatkan tekanan di sebagian rongga usus lebih
tinggi pada tekanan pada pembuluh darah. Gas yang tertahan itu kemudian
berdifusi masuk ke dalam pembuluh darah pada dinding usus, lalu beredar ke
seluruh tubuh. Darah yang mencapai paru-paru barulah terlepas ke udara seiring
kita bernafas. Dengan demikian, kita terancam bernafas tidak sedap. Ini dapat
menghambat komunikasi kita dengan orang lain.
Flatus yang normal dapat menjadi menjadi
acuan bagi tenaga medis untuk menakar kesehatan seseorang. Misalnya, seorang
pasien pasca operasi dengan pembiusan baru diperbolehkan makan dan minum
apabila telah buang angin. Dengan keluarnya flatus, kita dapat
mengetahui bahwa kinerja usus pasien tersebut sudah kembali normal dan siap
mencerna makanan. “Secara normal, gas flatus yang dikeluarkan dalam 24
jam mencapai sekitar 476-1490 ml atau rata-rata 750 ml dalam sekali waktu,
dapat terjadi hingga 13 kali dalam sehari,” menurut peneliti Subdepartement
of Human Gastrointestinal Physiology and Nutrition di Rumah Sakit Royal
Hallamshire. Maka jika seseorang tidak dapat atau terus-menerus buang angin,
dapat dipastikan ada ketidakwajaran pada pencernaannya.
Penelitian
terkini yang dipublikasikan dalam jurnal Sexual Medicine oleh
University Hospital of Singapore mengindikasikan buang angin merupakan obat
disfungsi ereksi alias impotensi pada kaum pria. Hal tersebut disebabkan oleh
meningkatnya aliran darah dalam penis akibat terciptanya gas hidrogen oksida
secara alami melalui flatulensi, setara dengan efek dari meminum obat
ketahanan ereksi seperti Viagra.
Alhamdulillah, demikian banyak maslahat medis
dari melepas hadats buang angin. Tentu saja, kita juga harus
memperhatikan kapan dan di mana kita melepaskannya, agar tetap sesuai dengan
norma kesopnan. Demikianlah flatus, salah satu nikmat Allah yang begitu
luar biasa yang dapat memicu surga, yakni menjadi satu asbab kita untuk
terus memperbaharui wudhu. Wallahu’alam bishowab.
(adibahasan/dbs/arrahmah.com)