Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah bersabda: “Ada dua golongan penghuni Neraka
yang belum pernah aku lihat; Yaitu kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi,
mereka memukuli orang-orang dengannya. Dan wanita-wanita yang memakai baju tapi
telanjang, berjalan dengan menggoyang-goyangkan pundak-nya dan
berlenggak-lenggok.Kepala mereka seperti punuk unta yang condong. Mereka tidak
akan masuk surga bahkan tidak akan mendapat wanginya, pada-hal sungguh wangi
Surga itu tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian.” [HR . Muslim]
***
(Arrahmah.com)
– Percayakah
anda bahwa “jilbab” kini bisa jadi senjata juga bagian dari ghazwul fikri
(perang pemikiran) ?. mungkin bagi sebagian kita akan mempertanyakan bagaimana
mungkin? bukannya ghazwul fikri itu justru menjerumuskan wanita agar
tidak menutup aurat ?
Tapi jangan
salah, coba saja anda perhatikan layar televisi akhir-akhir ini. menjelang
Bulan Ramadhan sudah bertaburan sinetron-sinetron yang bermodalkan akting
“jilbab” dan kalimat “Assalamu’alaikum..” seolah-olah tontonan yang
Islami, tapi inti jalan ceritanya tiada lain tiada bukan justru merusak
generasi muda Islam.
“berjilbab”
tapi pacaran, “berjilbab” tapi berikhtilat dengan lawan jenis, jalan berduaan,
pegang-pegangan tangan, saling berpandangan dan segudang budaya rusak anak
pacaran yang sekali lagi merupakan budaya yang bersebrangan dengan nlai-nilai
Islam, bahkan menghancurkan generasi Islam.
Ikon
“jilbab” dan untaian “Assalamu’alaikum..” hanya jadi kedok untuk
membungkus isi tayangan yang sebenarnya rusak seolah layak untuk ditonton
karena bernuansa “Islami”.
lebih
parahnya lagi, ada sinetron yang para pelakonnya bergama Nasrani/Non Islam
malah berperan sebagai pemuda muslim dan pemudi muslimah dengan mengenakan
koko, peci serta berjilbab. Sableng!
Yang perlu
menjadi perhatian kita, jangan kita mudah memberikan rasa peduli dan dukungan
terhadap “sesuatu yang berjilbab” dengan alasan Syi’ar.
kalau
konteks jilbab seperti sebgaimana yang disebutkan diatas, apa faedahnya? apa
manfaatnya? toh yang ada justru secara tidak langsung melecehkan syariat dan tata
cara berjilbab yang syar’i. Secara tidak langsung juga mengajarkan kepada
generasi muda yang berjilbab khususnya, bahwa dengan berjilbab kita masih tetap
bisa pacaran, masih tetap bisa gaul bareng temen-temen cowok, masih bisa tebar
pandangan bahkan di areal masjid sepulang sholat terawih.
begitupun
dalam konteks Fatin Shidqia Lubis dengan acara X-Factor-nya, jangan hanya
karena berjilbab justru semakin didukung untuk kontes biduan semacam itu. Apa
makna yang ingin digapai ? syi’ar-kah? syi’ar versi apa jika dikombinasikan
dengan event dan lingkungan karir semacam itu? bagaimana jika dukungan terhadap
Fatin justru membuat pola fikir remaja muslimah yang berjilbab jadi “kepingin”
ikut-ikutan jadi biduan seperti Fatin yang bahkan dapat dukungan dari MUI?. Remaja
muslimah seolah secara tidak sadar dibredeli nilai-nilai jilbabnya. Berjilbab
tapi berlenggak-lenggok dipanggung, berjilbab tapi mendayu-dayu diatas
panggung.
Padahal
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah bersabda: “Ada dua
golongan penghuni Neraka yang belum pernah aku lihat; Yaitu kaum yang membawa
cambuk seperti ekor sapi, mereka memukuli orang-orang dengannya. Dan
wanita-wanita yang memakai baju tapi telanjang, berjalan dengan
menggoyang-goyangkan pundak-nya dan berlenggak-lenggok.Kepala mereka seperti
punuk unta yang condong. Mereka tidak akan masuk surga bahkan tidak akan
mendapat wanginya, pada-hal sungguh wangi Surga itu tercium dari jarak
perjalanan sekian dan sekian.” [HR . Muslim]
Dalam kasus
Fatin dengan acara X-Factornya yang mendapat dukungan dari MUI hanya lantaran
berjilbab, jujur memang saya pribadi penulis belum pernah menonton sama sekali
acara tersebut. Bahkan penampilan Fatin seperti apa di panggung X-factor saya
tidak tahu. Tapi, kalau memang alasan syi’ar, tolong jawab pertanyaan saya,
lagu apa yang Fatin nyanyikan diatas panggung X-factor? lagu-lagu bernuansa
“da’wah”-kah?? atau lagu-lagu percintaan model anak-anak alay (norak) zaman
sekarang? lalu dimana letak “syi’ar-nya”??
Menurut
penulis, didalam menyikapi kasus Fatin Shidqia Lubis di acara X-Factor
tersebut, seharusnya MUI bukan malah memberi dukungan, tapi memberi nasehat
yang intinya seperti ini:
“Nak, ajang
nyanyi-nyanyi seperti ini bukan budaya kita sebagai umat Islam, terlebih
kondisi adik yang berjilbab, Di habitat seperti ini bertaburan syubhat dan
maksiat yang mengelilingi, engkau adalah wanita, yang rapuh dan mudah terbawa
perasaan bahkan tidak menutup kemungkinan engkau terjerumus dan terbawa arus
maksiat yang besar di tempat ini. Lebih baik, carilah jalan lain yang dapat
semakin mendekatkanmu pada Allah, yang dapat benar-benar membentukmu dan
menjadikanmu seorang Muslimah yang penuh cinta kepada Allah, dan Allah-pun
cinta kepadamu. Yang dapat menjadikanmu perhiasan yang paling berharga di dunia
ini, yang memuliakanmu sebagai wanita yang sesungguhnya, menjadikanmu wanita
yang sholehah. Tinggalkan lingkungan semacam ini yang hanya membahayakan akhlak
dan agamamu, karena kemuliaan dirimu bersama agamamu, sungguh takkan dapat kau
tukar dengan apapun. Apalagi hanya sebatas gemerlapnya popularitas dan limpahan
materi yang berlimpah.
bahkan kabar
terakhir menyebutkan, bahwa ternyata MUI menyesali sikap fatin yang dulu pernah
didukung oleh MUI, kin malah turut mendukung terselenggaranya acara kontes Miss
World di Indonesia, yang padahal umat Islam bahkan MUI tengah bersusah payah
berjuang agar kontes Miss World di Indonesia tidak dilaksanakan karena menodai
citra Indonesia khususnya kaum muslimin yang merupakan mayoritas di negeri ini.
Ini
menunjukkan, sang ikon jilbab yang dulu didukung terus untuk berkiprah di
tempat karir yang rusak seperti itu, telah benar-benar cepat atau lambat tak
mampu menghalau derasnya gelombang maksiat dan pola pikir yang ada di
habitatnya tempat ia memulai karir dan popularitasnya.
kedepan, semoga
kita semakin berhati-hati didalam menyikapi persoalan sosial yang timbul
ditengah-tengan masyarakat. Bukan hanya berdasarkan tampilan, perasaan baik,
dan semangat yang menggebu tanpa dituntuntun dengan dalil. tapi timbanglah
kesemua itu berdasarkan petunjuk Al-Qur’an dan As-sunnah yang Shahih dengan
pemahaman Salafush shalih. Agar kita tidak terjebak akan propaganda musuh-musuh
Islam didalam merusak moral generasi Islam dengan cara-cara halus, yang bahkan
mungkin kita tidak menyadarinya hanya karena kita terlupa karena menilai
sesuatu berdasarkan semangat dan perasaan kita saja..
Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda,
” تركت فيكم أمرين ، لن تضلوا ما إن تمسكتم بهما : كتاب الله وسنتي
“[رواه مالك بإسناد حسن].
“Aku
tinggalkan kepada kalian dua perkara, kamu tidak akan tersesat selamanya yaitu
kitab Allah dan Sunnahku” (HR. Malik dengan Sanad Hasan)
خَيْرُ
أُمَّتِي الْقَرْنُ الَّذِينَ بُعِثْتُ فِيهِمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ
الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
“Sebaik-baik
generasi adalah generasi saat aku diutus di dalamnya, kemudian generasi setelah
mereka, kemudian generasi setelah mereka”
Dan yang
paling mendesak memang, umat islam khususnya di indonesia sangat butuh media
televisi yang benar-benar dapat membentuk kepribadiannya menjadi seorang muslim
yang sebenarnya, pribadi muslim yang taqwa, yang bertauhid, cinta akan sunnah
dan cinta akan nilai-nilai Islam untuk diterapkan dalam kehidupannya. Semoga
Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kemudahan kepada ummat ini untuk dapat
mewujudkan itu semua.
Wallahu
A’lam Bish Showab.
Oleh: Maulana Yusuf
Mahasiswa STID Mohammad Natsir
Mahasiswa STID Mohammad Natsir