Saat
meliput aksi bubarkan Syiah di beberpa tempat di Jakarta, arrahmah.com
mendapati beberapa aparat kepolisian yang tercengang mendengarkan orasi para
ustadz yang membeberkan bahwa Syiah bukan Islam.
Saat itu
para ustadz menjelaskan beberapa fakta dan data dari kitab-kitab yang ditulis
para pendeta Syiah. Antara lain syahadat orang Syiah, rukun Islam orang Syiah,
rukun iman agama Syiah, Al Qurannya, sikap mereka kepada istri Nabi Muhammad
Shallalahu alaihi wa sallam, dan para sahabat hingga nikah mutah. Semuanya
berbeda dengan ajaran agama Islam.
“Wah bahaya
juga ya Syiah,” ujar salah seorang polisi yang sembari bertugas menjaga aksi,
menyimak uraian seorang ustadz tentang nikah mut’ah.
Sekelumit
gambaran ini menunjukkan mayoritas masyarakat Islam Indonesia khususnya, tidak
mengetahui kesesatan dan bahaya Syiah. Bahkan kaum Muslimin kebanyakan masih
menganggap Syiah adalah Islam. Tentunya hal ini berbahaya.
Untuk itu
pada kesempatan kali ini redaksi menurunkan tulisan Amir Majelis Mujahidin
Ustadz Muhammad Thalib Al Yamani yang dengan gamblang menjelaskan 17 doktrin
Syiah yang mereka sembunyikan. Membongkar kesesatan Syiah dari kitab-kitab yang
ditulis para pendeta mereka. Hal ini sangat membahayakan aqidah kaum Muslimin.
Semoga bermanfaat, insaya Allah.
Ada tujuh
belas doktrin Syi’ah yang selalu mereka sembunyikan dari kaum Muslimin sebagai
langkah taqiyyah (menyembunyikan Syi’ahnya) sebagai berikut.
- Dunia dengan seluruh isinya adalah milik para imam Syi’ah. Mereka akan memberikan dunia ini kepada siapa yang dikehendaki dan mencabutnya dari siapa yang dikehendakinya (al-Kulainî, Ushûlul Kâfi, hlm. 259, cet. India).
Jelas doktrin semacam ini bertentangan dengan firman
Allah Subhânahu wata’âlâ, surat al-A’râf [7]: 128: “Sesungguhnya
bumi ini semua milik Allah, dan diwariskan-Nya kepada siapa yang dikehendaki di
antara hamba-hamba-Nya.” Kepercayaan Syi’ah di atas menunjukkan penyetaraan
kekuasaan para imam dengan Allah dan doktrin ini merupakan akidah syirik.
- ‘Ali bin Abî Thâlib yang diklaim sebagai imam Syi’ah yang pertama dinyatakan sebagai dzat yang pertama dan terakhir, yang zhahir dan yang batin sebagaimana termaktub dalam surat al-Hadîd [57]: 3: “Allah lah yang ada sebelum yang lain ada, yang tetap kekal setelah yang lain musnah, yang tampak ciptaan-Nya, dan yang tidak tampak Dzat-Nya.” (Rijâlul Kashi hlm. 138).
Doktrin semacam ini jelas merupakan kekafiran Syi’ah
yang berdusta atas nama Khalifah ‘Ali bin Abî Thâlib. Dengan doktrin semacam
ini Syi’ah menempatkan ‘Ali sebagai Tuhan. Dan hal ini sudah pasti merupakan
tipu daya Syi’ah terhadap kaum Muslimin dan kesucian akidahnya.
- Para imam Syi’ah merupakan wajah Allah, mata Allah, dan tangan-tangan Allah yang membawa rahmat bagi para hamba Allah (Ushûlul Kâfi hlm. 83).
- Amirul Mukminin ‘Ali bin Abî Thâlib oleh Syi’ah dikatakan menjadi wakil Allah dalam menentukan surga dan neraka, memperoleh sesuatu yang tidak diperoleh oleh manusia sebelumnya, mengetahui yang baik dan yang buruk, mengetahui segala sesuatu secara rinci yang pernah terjadi dahulu maupun yang gaib (Ushûlul Kâfi hlm. 84).
- Keinginan para imam Syi’ah adalah keinginan Allah juga (Ushûlul Kâfi hlm. 278).
- Para imam Syi’ah mengetahui kapan datang ajalnya dan mereka sendiri yang menentukan saat kematiannya karena bila imam tidak mengetahui hal-hal semacam itu, maka tentu ia tidak berhak menjadi imam (Ushûlul Kâfi hlm. 158).
- Para imam mengetahui apa pun yang tersembunyi dan dapat mengetahui dan menjawab apa saja bila kita bertanya kepada mereka karena mereka mengetahui hal gaib sebagaimana yang Allah ketahui (Ushûlul Kâfi hlm. 193).
- Allah itu bersifat bada’ yaitu baru mengetahui sesuatu bila sudah terjadi. Akan tetapi, para imam Syi’ah telah mengetahui lebih dahulu hal yang belum terjadi (Ushûlul Kâfi hlm. 40). Menurut al-Kulainî, Allah tidak mengetahui bahwa Husein bin ‘Ali akan mati terbunuh. Menurut mereka Tuhan pada mulanya tidak tahu, karena itu Tuhan membuat ketetapan baru sesuai dengan kondisi yang ada. Akan tetapi, imam Syi’ah telah mengetahui apa yang akan terjadi. Oleh sebab itu, menurut doktrin Syi’ah, Allah bersifat bada’ (Ushûlul Kâfi hlm. 232).
- Para imam Syi’ah merupakan gudang ilmu Allah dan juga penerjemah ilmu Allah. Para imam bersifat maksum (bersih dari kesalahan dan tidak pernah lupa apalagi berbuat dosa). Allah menyuruh manusia untuk menaati imam Syi’ah, tidak boleh mengingkarinya, dan mereka menjadi hujjah (argumentasi kebenaran) Allah atas langit dan bumi (Ushûlul Kâfi hlm. 165).
- Para imam Syi’ah sama dengan Rasulullah Shallallâhu ‘alayhi wasallam (Ibid).
- Yang dimaksud para imam Syi’ah adalah ‘Ali bin Abî Thâlib, Husein bin ‘Ali, Hasan bin ‘Ali, dan Muhammad bin ‘Ali (Ushûlul Kâfi hlm. 109).
- Al-Qur’an yang ada sekarang telah berubah, dikurangi, dan ditambah (Ushûlul Kâfi hlm. 670). Salah satu contoh ayat al-Qur’an yang dikurangi dari aslinya yaitu ayat al-Qur’an an-Nisâ’ [4]: 47, menurut versi Syi’ah berbunyi: “Yâ ayyuhalladzîna ûwtul kitâba âminû bimâ nazzalnâ fî ‘Aliyyin nûranmubînan“. (Fashlul Khithâb, hlm. 180)
- Menurut Syi’ah, al-Qur’an yang dibawa Jibril kepada Nabi Muhammad ada 17 ribu ayat, namun yang tersisa sekarang hanya 6660 ayat (Ushûlul Kâfi hlm. 671)
- Menyatakan bahwa Abû Bakar, ‘Umar, Utsman bin Affan, Muâwiyah, ‘Aisyah, Hafshah, Hindûn, dan Ummul Hakâm adalah makhluk yang paling jelek di muka bumi; mereka ini adalah musuh-musuh Allah. Barangsiapa yang tidak memusuhi mereka, maka tidaklah sempurna imannya kepada Allah, Rasul-Nya, dan imam-imam Syi’ah (Haqqul Yâqîn hlm. 519 oleh Muhammad Baqîr al-Majlisî).
- Menghalalkan nikah mut’ah, bahkan menurut doktrin Syi’ah orang yang melakukan kawin mut’ah empat kali derajatnya sama tingginya dengan Nabi Muhammad Shallallâhu ‘alayhi wasallam (Tafsîr Minhajush Shâdiqîn hlm. 356, oleh Mullah Fathullah Kasanî).
- Menghalalkan tukar-menukar budak perempuan untuk disetubuhi kepada sesama temannya. Kata mereka, Imam Ja’far berkata kepada temannya, “Wahai Muhammad, kumpulilah budakku ini sesuka hatimu. Jika engkau sudah tidak suka kembalikan lagi kepadaku” (Al-Istibshar III hlm. 136 oleh Abû Ja’far Muhammad Hasan ath-Thûsî).
- Rasulullah dan para shahabat akan dibangkitkan sebelum hari kiamat. Imam Mahdi, sebelum hari kiamat, akan datang dan dia membongkar kuburan Abû Bakar dan ‘Umar yang ada di dekat kuburan Rasulullah. Setelah dihidupkan, kedua orang ini akan disalib. (Haqqul Yaqîn hlm. 360 oleh Mulla Muhammad Baqîr al-Majlisî).
Ketujuh
belas doktrin Syi’ah di atas, apakah dapat dianggap sebagai aqidah Islam
sebagaimana dibawa oleh Rasulullah Shallallâhu ‘alayhi wasallam dan
dipegang teguh oleh para shahabat serta kaum Muslimim yang hidup sejak zaman
tabi’in hingga sekarang? Adakah orang masih percaya bahwa Syi’ah itu bagian
dari umat Islam? Menurut Imam Malik dan Imam Ahmad, barangsiapa yang tidak
mengafirkan akidah Syi’ah ini, maka dia termasuk kafir.
Kitab-kitab
tersebut di atas adalah kitab-kitab induk atau rujukan pokok kaum Syi’ah yang
posisinya seperti halnya kitab-kitab Hadis Imam Bukhârî, Muslim, Ahmad
bin Hambal, Nasâ’i, Tirmidzî, Abû Dawud, dan Ibnu Majah bagi kaum Muslimin.
Oleh karena itu, dengan tegas harus ditolak upaya-upaya untuk menanamkan kesan
bahwa Syi’ah adalah bagian dari kaum Muslimin, hanya berbeda dalam beberapa hal
yang tidak prinsip.
Syi’ah Zaidiyah
sebagai golongan Syi’ah yang dekat dengan Ahlus-Sunnah sebenarnya tidak ada.
Karena Zaid bin Zainul Abidin bin Husain di masa hidupnya menolak dijadikan
Imam oleh golongan Syi’ah. Maka doktrin Syi’ah Zaidiyah yang diatas namakan
Zaid bin Zainul Abidin bin Husain adalah doktrin dusta. (Naasikhut-Tawaarih
juz 2 hal 590, oleh Mirza Taqii Khan)
Penilaian ulama Islam tentang Syi’ah
Untuk
memperoleh bahan kajian secara mendalam, berikut ini kami sajikan kutipan
pernilaian para ulama Islam tentang. Syi’ah.
1. Imam Ahmad bin Hambal
Ibnu ‘Abdil
Qawwî berkata: “Imam Ahmad telah mengafirkan orang-orang yang menjauhkan diri
dari shahabat, orang yang mencela ummul Mukminin ‘Aisyah, dan menuduhnya
berbuat serong, padahal Allah telah mensucikannya dari tuduhan tersebut seraya
beliau kemudian membaca ayat: “Allah menasehati kalian agar kalian tidak
mengulang lagi perbuatan itu selama-selamanya, jika kalian benar-benar beriman.”[1]
2. Al-Bukhârî (wafat tahun 256 H)
Ia berkata:
“Bagi saya sama saja, apakah shalat di belakang imam beraliran Jahm atau
Rafidhah, atau shalat di belakang imam Yahudi atau Nasrani. Dan seorang Muslim)
tidak boleh memberi salam kepada mereka, mengunjungi mereka ketika sakit, kawin
dengan mereka, menjadikan mereka sebagai saksi dan memakan sembelihan mereka.”[2]
3. Ibnu Katsîr[3]
Ibnu Katsir
telah mengetengahkan hadis-hadis yang sah di dalam As-Sunnah dan berisikan
sanggahan terhadap anggapan adanya ayat al-Qur’an dan wasiat kepada ‘Ali yang
diklaim oleh golongan Syi’ah. Kemudian beliau memberi komentar sebagai berikut:
“Sekiranya
masalah (wasiat) sebagaimana yang mereka perkirakan itu ada, niscayalah tidak
seorang shahabat Nabi pun yang akan mengingkari. Sebab, mereka ini merupakan
manusia yang paling taat kepada Allah dan Rasul-Nya, baik selama beliau masih
hidup maupun sesudah beliau wafat. Karena itu, sama sekali tidak benar kalau
mereka berani mengambil ketetapan mendahulukan orang yang tidak didahulukan
oleh Rasulullah dan mengakhirkan orang yang didahulukan oleh Rasulullah dengan
ketetapannya. Barangsiapa menganggap para shahabat yang diridhai oleh Allah
dengan anggapan semacam itu, berarti menganggap semua shahabat berlaku durhaka,
dan bersepakat menentang Rasulullah serta melawan putusan dan ketetapan beliau.
Siapa saja yang berani berpendapat semacam ini, berarti dia telah melepaskan
tali simpul Islam, kafir terhadap ijma’ seluruh umat Islam. Dan menumpahkan
darah orang semacam ini lebih halal daripada membuang khamr.[4]
Dengan sah
terbukti dari pendirian golongan Syi’ah sendiri, sebagaimana tersebut di atas,
bahwa mereka mempunyai anggapan, sesungguhnya Rasulullah Shallallâhu ‘alayhi
wasallam telah memberikan suatu dekrit untuk ‘Ali, tetapi para shahabat
menolak dekrit tersebut, dan karena itu mereka murtad. Inilah pendapat yang
dilontarkan oleh Syi’ah dewasa ini dan para leluhur mereka dahulu.
4. Muhammad bin ‘Alî asy-Syaukâni [5]
Beliau
berkata: “Sungguh inti dakwah Syi’ah adalah menyimpangkan agama dan melawan
syariat kaum Muslimin. Tetapi yang sangat diherankan dari sikap para ulama
mereka, sebagai pemimpin agama, adalah mengapa mereka membiarkan orang-orang
itu melakukan kemungkaran yang tujuan dan maksudnya sangat busuk. Orang-orang
yang rendah tersebut ketika bermaksud menentang syariat Islam yang suci dan
menyalahi, mereka melakukan cercaan terhadap kehormatan para penegak syariat
ini, yaitu orang-orang yang menjadi jalan sampainya syariat tersebut kepada
kita, menjerumuskan orang-orang awam dengan caranya yang terkutuk itu dan cara
setan, sehingga mereka mengutarakan celaan dan laknat kepada Khulafâur
Râsyidîn. [6]
—————————-
- [1] Q.s. an-Nûr [24]: ayat 17, ayat ini menjadi dasar pendapat Imam Ahmad, dalam buku karya Imam Abî Muhammad Rizkullah bin ‘Abdul Qawwî at-Tamimî (wafat tahun 480 H.): al Warqah 21.
- [2] Imam Bukhârî, Khalku Af’alil ‘Ibad, hlm. 125.
- [3] Beliau adalah tokoh ahli hadis serta mufti yang cemerlang—sebagaimana dikatakan oleh adz-Dzahâbî. Nama lengkapnya Abul Fisâ’ Ismail bin ‘Umar bin Katsîr. Asy-Syaukâni berkata: “Beliau punya banyak karangan berfaedah, antara lain: Tafsîr Ibnu Katsîr, yang dapat digolongkan tafsir yang terbaik, bahkan mungkin yang paling baik.” Wafat pada tahun 774 H. (Ibnu Hajar, ad-Durâru al-Kâminah, 1:373-374; Asy-Syaukâni, al-Badr at-Thali’, 1: 153).
- [4] Bacalah halaman 751 dan 1125 dari ar-Risalah.
- [5] Imam Muhammad bin ‘Alî bin Muhammad bin ‘Abdillah asy-Syaukâni, seorang ulama Yaman, pengarang kitab Fathul Qadîr, Nailul Authar dan lain-lain kitab-kitab yang bermanfaat. Wafat pada tahun 1250 H., bacalah al-Badr at-Thalî’, 2: 214 – 225.
- [6] Bacalah kitab Thalabul ‘Ilmi, Asy-Syaukani
Oleh:
Ustadz Muhammad Thalib Al Yamani (Amir Majelis Mujahidin)
Ustadz Muhammad Thalib Al Yamani (Amir Majelis Mujahidin)