Cerita Saya

Foto saya
Selalu belajar dan mencari ilmu yang berguna/bermanfaat untuk pribadi dan masyarakat.

Rabu, 17 September 2014

Akhirnya mereka setuju dengan bpk. Prabowo



Masih ingat ketika Prabowo Subianto menyatakan kebocoran negara mencapai 1000 T?

Ya benar! Prabowo mengungkapkannya dalam debat capres jelang Pilpres 2014. Apa reaksi pendukung Jokowi ketika itu?

Sosial media ramai berteriak, "Bochoooor... Bochoooorr", dan banyak gambar ejekan ditujukan untuk Calon Presiden yang didukung oleh Koalisi Merah Putih tersebut.

Para pengamat menilai, kebocoran yang dimaksudkan Prabowo bukanlah kebocoran pendapatan negara, melainkan hanya POTENSI kebocoran pendapatan negara. Prabowo pun dikecam habis-habisan. Jokowi dan tim sukses, juga pendukungnya menertawakan pernyataan Prabowo.

Mereka mungkin lupa, Prabowo adalah anak begawan ekonomi Soemitro Djojohadikusumo, salah satu arsitek keuangan Indonesia di era dua Presiden besar Indonesia. Sebagai anak dari ekonom hebat, Prabowo tentu sangat berhati-hati dalam memberikan pernyataan, apalagi yang menyangkut keuangan negara.

Pernyataan Prabowo yang tak terbantahkan mengenai kebocoran negara sebesar lebih dari 1000 T, akhirnya dibenarkan oleh Tim Transisi Jokowi.

Tim Transisi Jokowi-JK mengatakan bahwa, potensi pajak yang hilang mencapai Rp 1.000 triliun per tahun. Karena banyak wajib pajak tidak membayar kewajibannya.

“Tunggakan pajak sudah kita kalkulasi semua itu kita kehilangan Rp 1.000 Triliun per tahun. Ketika kami tanya Dirjen Pajak, dia menjawab dengan data kalau kekurangan orang,” ucap Hasto K, anggota Tim Transisi, Jumat, 12 September 2014.Pernyataan Tim Transisi Jokowi-JK tersebut, baru terkait kepada kantor Pajak saja, belum dilakukan pemeriksaan kepada kantor pemerintah lainnya.

Pernyataan Tim Transisi itu membuktikan, Jokowi dan Tim Suksesnya sadar, bahwa pernyataan Prabowo benar, didukung data akurat dan tak terbantahkan.
Penyusunan kabinet Jokowi-JK telah diumumkan, janji merampingkan kabinet tinggal janji.  “Salahkan orang yang berharap kepada Jokowi.” Pernyataan tersebut disampaikan ahli hukum tata negara yang mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD di Jakarta, Rabu 17/9), terkait ingkar janjinya Jokowi atas komitmennya untuk menyusun kabinet ramping.

Menurut Mahfud, dirinya sejak awal memang sudah tidak percaya kabinet bisa dirampingkan. "Jadi, saya anggap wajar karena sejak awal enggak pernah percaya kabinet bisa dirampingkan," ungkapnya. Dari awal, dirinya juga tidak percaya terhadap janji Jokowi yang tidak akan bagi-bagi kursi di pemerintahannya kepada para partai politik pengusung.

Sikap yang hampir senada pernah dilontarkan oleh pakar hukum tata negara yang juga pernah menempati beberapa pos sebagai menteri, Yusril Ihza. Pada Mei lalu, jauh sebelum diselenggarakan pemiliha presiden, Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia itu mengatakan kurang yakin dengan gagasan lelang jabatan menteri yang dilontarkan Jokowi. “Kecuali Pak Jokowi menjelaskan secara detail, bagaimana caranya lelang jabatan untuk mengisi kabinet tersebut dilakukan,” ungkapnya lewat akun Twitter @Yusrilihza_Mhd pada 30 Mei lalu.

Sebelumnya, memang, Jokowi mengatakan akan mengadakan lelang jabatan untuk mengisi jabatan menteri kabinet jika dia menang menjadi presiden. Lelang jabatan menteri tersebut, menurut Jokowi, akan sama seperti lelang jabatan lurah dan camat di DKI Jakarta.
“Saya hanya ingin mengingatkan beliau, menyamakan rekrutmen menteri dengan rekrutmen lurah dan camat tidaklah mudah dan sederhana,” tutur Yusril.

Menurut Yusril, lurah dan camat itu adalah jabatan birokrasi daerah. Pesertanya adalah pegawai negeri sipil (PNS) dengan golongan tertentu. “PNS DKI yang ikut lelang jabatan itu tak ada peran apa pun dalam membuat Pak Jokowi dan Pak Ahok menjadi gubernur dan wakil gubernur,” kata Yusril.

Berbeda halnya dengan partai-partai, kelompok, dan perorangan yang berpengaruh, yang sejak awal ikut berjuang mendukung Jokowi jadi presiden, tambah Yusril. “Mereka ikut berjuang, mungkin dengan segala risiko mengorbankan banyak hal, termasuk risiko politik dan harta benda,” tutur Yusril. Lagi pula, lanjutnya, jabatan menteri itu bukan jabatan birokrasi, tapi jabatan politik.

“Mereka yang berjuang secara politik memberikan kontribusi bagi terpilihnya seseorang jadi presiden, jarang-jarang ada yang lillahi ta'ala,” kata Yusril.

Powered By Blogger

Entri Populer