Cerita Saya

Foto saya
Selalu belajar dan mencari ilmu yang berguna/bermanfaat untuk pribadi dan masyarakat.

Rabu, 08 Juni 2011

Siapakah Ulama? / Who cleric?

سم الله الرحمن الرحيم.
Orang yang paling takut kepada Allah adalah para ulama…
Ibarat lentera di tengah kegelapan malam, cahayanya sebagai penerang jalan, sehingga akan menghantarkan seseorang menuju keselamatan hingga tujuan. Namun jika cahayanya padam maka akan menjerumuskan seseorang terperosok ke dalam lubang, itulah ulama panutan umat…

Ulama merupakan orang yang telah Allah pilih sebagai penerus risalah nubuwah, mereka adalah pewaris para nabi yang akan membimbing umat menuju cahaya Allah. Rasulullah saw bersabda,

إِنَّ العُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ إِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوْا دِيْنَاراً وَلَا دِرْهَماً إِنَّمَا وَرَّثُوْا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ

“Ulama adalah pewaris para nabi, sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, akan tetapi mereka mewariskan ilmu. Barang siapa yang mengambilnya, maka ia sungguh telah mengambil bagian yang melimpah.” (HR. Tirmidzi)

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Ini adalah kedudukan yang paling agung bagi orang yang berilmu. Para nabi adalah sebaik-baik hamba Allah, mereka mewariskan warisannya kepada generasi mereka, dan setiap yang diwariskan akan pindah kepada ahli waris, dan mereka adalah yang menempati kedudukan mereka (para nabi), tidak ada orang yang menduduki kedudukan para nabi kecuali para ulama. Maka mereka lebih berhak untuk mendapatkan warisan para nabi”.

Para salaf dalam mendudukkan para ulama dan masayikh sebagaimana penghormatan mereka kepada Rasulullah saw karena mereka adalah pewaris nabi, yaitu yang mewarisi ilmu dan sunnahnya.
Memang saat ini, banyak umat muslim yang terjebak dalam suatu kesalahan, yaitu antara ifroth (berlebihan) terhadap mereka sehingga tanpa sadar menyeretnya ke dalam kesyirikan, atau terlalu tafrith (meremehkan), sehingga menyebabkan enggan bahkan menolak kebenaran yang datang kepadanya.

Fenomena yang terjadi di masyarakat pada umumnya, mereka memandang bahwa orang yang kerap naik mimbar, sering ceramah, selalu menggunakan kopiah atau surban di kepalanya mereka itulah yang dianggap sebagai ulama, meskipun tidak jarang di antara mereka yang masih jauh dari nilai-nilai islam.
Tidakkah kita ingat perkataan Ibnu Mas’ud bahwa tidaklah dikatakan alim (berilmu) itu dengan banyaknya hafalan hadits, tetapi orang alim adalah yang khosyah-(rasa takut) nya kepada Allah tinggi.

Dr. Nasir bin Abdul Karim berkata, “Ulama adalah orang-orang yang mengetahui sekaligus memahami syariat Allah dan mengamalkannya, mereka mengikuti petunjuk al-qur’an dan as-sunnah serta salafus shalih”.

Antara Ulama Akherat dan Ulama Su’
Ulama adalah pewaris para nabi, tempat rujukan penyelesaian probematika umat serta sebagai tempat untuk menimba ilmu. Oleh karenanya seharusnya kita selektif dan berhati-hati dalam memilih mereka untuk kita jadikan rujukan dan tempat menimba ilmu. Karena tidak semua ulama itu memiliki orientasi akherat untuk memperoleh ridho Allah ta’ala. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang mengejar kemegahan dunia serta kedudukan di hadapan manusia, sehingga rela menjual ilmu mereka dengan harga yang murah. Mereka itulah kategori ulama su’ yang mesti kita jauhi.
Al-’Alamah Ibnul Qayyim berkata, “Ulama su’ duduk di pintu-pintu jannah menyeru manusia dengan lisan lisan mereka dan menyeru manusia ke neraka dengan perbuatannya”.
Sedangkan ulama akherat adalah mereka yang tidak silau dengan gemerlapnya dunia, yang mereka harapkan hanyalah ridho Allah semata. Mereka adalah yang senantiasa ikhlas dalam berdakwah, hati-hati dalam berfatwa, mengamalkan ilmunya, zuhud terhadap dunia, tawadu’ serta tinggi khosyahnya kepada Allah ta’ala.

Lalu bagaimana sikap kita sebagai seorang muslim dalam menghadapi golongan yang berani mengacuhkan para ulama? Pengacuhan terhadap para ulama sama saja dengan perremehan. Padahal, Setiap tafrith (peremehan) terhadap ulama berarti tafrith terhadap Rasulullah saw. Bukankah telah datang firman Allah ta’ala yang mengharamkan sikap peremehan terhadap harga diri dan martabat manusia secara umum, apalagi terhadap ulama dan Allah mengancam mereka dengan ancaman yang sangat keras. Rasulullah Saw bersabda;

مَنْ عَادَ لِيْ وَلِيّاً فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ

“Barang siapa memusuhi waliku, maka sesungguhnya Aku telah mengumumkan perang dengannya”. (HR. Bukhari).

Ibnu Abbas berkata, “Barang siapa yang menyakiti ulama, maka sesungguhnya ia telah menyakiti Rasulullah saw dan barang siapa yang menyakiti Rasulullah saw maka sesungguhnya ia telah menyakiti Allah Ta’ala.”

Generasi salaf telah mencontohkan bagaimana bentuk hormat terhadap para ulama, namun fenomena yang terjadi hari ini berbeda jauh sekali, di mana banyak ulama yang masih hanif (lurus) -insya Allah- tidak lepas dari celaan dan dihujat serta dicap dengan sesuatu yang tidak semestinya. Dan yang membuat hati miris, ternyata hujatan dan celaan tersebut keluar dari lisan golongan tertentu tanpa merasa bersalah apalagi berdosa. Mereka dengan enteng menghujat para ulama hanya karena bukan satu golongan. Mereka menganggap bahwa kebenaran hanyalah milik golongannya saja, sedangkan selain mereka adalah golongan yang sesat yang pantas untuk dihujat Sehingga pada akhirnya mereka terjebak dalam ashobiyah (fanatisme) golongan.

Memang, zaman modern saat ini kerap merubah cara fikir atau cara pandang seseorang. Muslim sekalipun. Semakin maju suatu zaman, menandakan semakin maju pula cara fikir sesorang didalamnya. Namun disini, rasanya perlu ditekankan, bahwa ajaran syariat islam tak berubah meski seiring berkembangnya zaman. Tapi justru seharusnya, perubahan zaman yang seperti apapunlah yang harus tetap berpegang pada ajaran syariat islam yang bersumber dari Allah dan RasulNya.
Rasul Saw. bersabda : “Sesungguhnya Allah Swt. tidak mencabut ilmu pengetahuan sekaligus sebagaimana mencabut nyawa manusia, tetapi mencabutnya dengan mewafatkan para ulama, sehingga apabila tidak ada lagi orang lain, maka umat manusia akan memilih pemimpin-pemimpin yang bodoh, ketika mereka ditanya, maka mereka memberi fatwa tanpa ilmu pengetahuan lalu mereka sesat menyesatkan. (HR. Bukhari Muslim).
Dan ini merupakan salah satu tanda akhir zaman,
Disinilah perlunya suatu pendekatan dakwah. Mengingatkan dan mengajak pada kebaikan. Memberikan kabar pada mereka betapa pentingnya peran ulama. Mengingatkan, bahwa mereka adalah pewaris para nabi, yang mewarisi ilmu dan sunahnya. Karena semaju apapun zaman, tak akan pernah bisa lepas dari peran para ulama.
Jika mereka,-golongan yang berani mengacuhkan para ulama-, mengaku beriman kepada Allah dan RasulNya, taat pada perintahNya, mencintai Mereka, bagaimana mungkin mereka akan mengacuhkan para pewaris Nabi tersebut?
Dan Jika mereka menolak, dengan tetap tidak mengeksistansikan peran para ulama dan mengacuhkan mereka, maka tinggalkan! Rasul sendiri pun telah menyatakan perang pada kalangan yang memusuhi para walinya. Atau cukup adukan pada Allah SWT karena Rasulullah saw telah bersabda
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ

“Barang siapa dari kalian melihat kemungkaran maka hendaklah merubahnya dengan tangannya, jika ia tidak mampu maka dengan lisannya dan jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan itulah selemah-lemahnya iman.” [HR Muslim dalam shohihnya. kitab Al Iman no 49]

“Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh serta nasehat-menasehati dengan kebenaran dan dengan kesabaran” QS 103 (Al Ashr): 1-3.

Wallahua’lam
Powered By Blogger

Entri Populer